x

2 Guide Dibui 7 Bulan Usai Nyalakan Petasan di Taman Nasional Komodo

3 minutes reading
Tuesday, 27 Dec 2022 03:39 0 315 Ika Lubis

BICARAINDONESIA-Jakarta : Dua orang guide/pemandu wisata, Kanisius Mite (53) dan Ni Made Suciati (52) dihukum 7 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Labuhan Bajo. Mereka dihukum usai keduanya terbukti menyalakan petasan di Taman Nasional Komodo Labuhan Bajo dengan alasan wisatawan sedang ulang tahun.

“Menyatakan Terdakwa I Kanisius Mite alias Kanis, Terdakwa II Ni Made Suciati alias Kadek tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana Turut serta melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona lain dari taman nasional. Menjatuhkan pidana kepada Para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 7 bulan dan denda sejumlah Rp 30 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 3 bulan,” demikian bunyi putusan PN Labuhan Bajo dikutip Selasa (27/12/2022).

Putusan itu dibacakan oleh ketua majelis Anak Agung Seagung Yuni Wulantrisna dengan anggota Sikhamidin dan Nicko Anrealdo. Majelis menilai perbuatan keduanya menjadi contoh yang buruk bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para pelaku dan pramuwisata pada khususnya.

“Perbuatan Para Terdakwa mengancam keberlangsungan ekosistem dan habitat kalong dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK),” ungkap majelis.

Kasus yang didakwakan kepada keduanya terjadi pada 31 Maret 2022 petang. Tepatnya di Perairan Pulai Kalong, Taman Nasional Komodo. Saat itu mereka sedang memandu wisatawan dari atas kapal. Saat sedang dekat dengan habitat kelelawar, keduanya menyalakan petasan/kembang api. Sebab saat itu ada wisatawan yang sedang ulang tahun.

Terdakwa I dan juga Terdakwa II tidak ada menyampaikan atau mengingatkan para tamu mengenai larangan menyalakan kembang api/petasan di area Taman Nasional Komodo khususnya di perairan Pulau Kalong, melainkan menjadi pihak yang mendukung kegiatan yang dilakukan para tamu dengan cara menyiapkan kembang api/petasan yang akhirnya dinyalakan di area Taman Nasional Komodo khususnya di perairan Pulau Kalong,” ujar majelis.

Majelis menilai dalam sistem hukum pidana, dikenal suatu asas yang disebut dengan in dubio pro reo, yang dasar penggunaannya diberikan pada kondisi adanya presumption of innocence. Di mana jika terdapat lebih dari satu penafsiran hukum maka yang dipilih adalah hal-hal yang menguntungkan Terdakwa, dan penerapan asas in dubio pro reo ini digunakan apabila Majelis Hakim berdasarkan alat bukti yang ada namun masih memiliki keragu-raguan mengenai bersalah atau tidak bersalahnya Terdakwa.

“Hal ini dikarenakan keterkaitan antara hukum acara pidana dengan asas in dubio pro reo, sistem pembuktian negara Indonesia memakai sistem “Negatief Wettelijk” yaitu keyakinan yang disertai dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-undang, yang mana sesuai dengan ketentuan Pasal 183 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan asas in dubio pro reo berlaku bagi hukum pidana, akan tetapi pada penegakan hukum lingkungan dalam perkara in cassu juga dikenal suatu konsep, yaitu asas in dubio pro natura, yang diartikan jika dalam menangani suatu perkara, hakim mengalami keragu-raguan mengenai bukti, maka hakim mengedepankan perlindungan lingkungan dalam putusannya,” urai majelis.

Dan terhadap konsep ini merupakan turunan dari prinsip kehati- hatian (precautionary principle) yang dirumuskan dalam Deklarasi Rio tahun 1992. Yang di mana tidak hanya terbatas pada masalah lingkungan dan Kesehatan, prinsip kehati-hatian juga telah memainkan peran penting dalam tradisi di seluruh dunia.

“Dalam hal menuntut kita untuk tidak menyakiti sesuatu dengan tindakan kita dan pembuktian kerusakan lingkungan harus merujuk pada mekanisme projustisia, sehingga jika proses pembuktian ilmiah tidak bisa atau terlambat, maka harus mendahulukan kepentingan perlindungan lingkungan karena tujuan dari prinsip kehati-hatian adalah perlindungan yang memadai untuk lingkungan, baik demi lingkungan itu sendiri maupun untuk kebaikan umat manusia dan secara umum,” ungkap majelis.

LAINNYA
x