BICARAINDONESIA-Medan : Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi Sumut telah menetapkan 7 tersangka dalam perkara dugaan korupsi Rp39,5 miliar dalam pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) yang digelontorkan Bank BTN Cabang Medan kepada PT. Krisna Agung Yudha Abadi (PT. KAYA) yang berujung kredit macet.
Tapi anehnya, dalam kasus yang memicu kerugian keuangan negara, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara hingga saat ini hanya melimpahkan tiga tersangka ke persidangan. Bahkan setelah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, ketiganya juga telah divonis.
Ketiga tersangka tersebut antara laim Mujianto (pemilik PT. ACR), Chanakya Suman (Direktur PT. KAYA) dan Elviera (Notaris).
Sedangkan empat tersangka lainnya yang merupakan pejabat Bank BTN Medan belum juga dilimpahkan tahap II ke Pengadilan Tipikor. Parahnya lagi, berbeda dengan tiga tersangka itu, empat tersangka tersebut tak kunjung ditahan penyidik Kejati Sumatera Utara.
Hal itu juga dibenarkan Kasipidsus Kejaksaan Negeri Medan.
“Dalam perkara Korupsi di BTN Cabang Medan yang merugikan keuangan negara Rp39,5 miliar, sampai saat ini belum ada pelimpahan tahap II,” akunya melalui pesan singkat WhatsApp beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, praktisi hukum Muslim Moeis menegaskan bahwa ini merupakan preseden bagi penegakan hukum sekaligus kemunduran dalam penegakan hukum khususnya bagi Kejati Sumut.
“Selain itu tidak ada kepastian hukum bagi para 4 tersangka korupsi merugikan keuangan negara hingga Rp39,5 miliar di Bank BTN Medan,” tegasnya.
Mantan Wakil Direktur LBH Medan yang kini menjabat Direktur LBH Puspha ini jug mengungkapkan antara PT. KAYA selaku Kreditur yang menerima kucuran dana KMK dari pemberi dana kredit Bank BTN Medan merupakan satu kesatuan dalam lingkaran dan rangkaian mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara yang tidak terpisahkan saling berkaitan.
“Jadi sekarang ini yang disidangkan penerima dana kredit ( PT. KAYA ) si pemberi dana kredit Terdakwa Oknum BTN dimana…? Kenapa belum juga dilimpahkan Tahap II. Sementara peristiwa kejadiannya saling berkaitan, Ada apa atau Apa ada?” ujarnya heran.
Muslim Moeis juga menuturkan, awalnya, PT KAYA mendapat fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sejak 27 Februari 2014 dari Bank BTN Medan. Kredit diberikan untuk pembangunan proyek perumahan di Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Kredit ini diberikan dengan jaminan pokok berupa 93 sertifikat dan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut. Fasilitas KMK ini telah dipergunakan untuk pembangunan rumah di proyek tersebut.
“Lalu secara proporsional hasil penjualannya telah dipergunakan untuk membayar kewajiban kepada Bank BTN. Sehingga, sejumlah unit rumah telah dibangun dan sisa pokok fasilitas pinjaman KMK PT KAYA sudah berkurang lebih dari 50 persen,” sebutnya.
Fasilitas kredit yang disalurkan kepada PT KAYA adalah sebesar Rp39,5 miliar. Namun sisa kredit macet bukanlah sebesar RP39,5 miliar, tetapi sebesar Rp14,7 miliar (kewajiban pokok). Sebab, sebelumnya sudah ada pembayaran pokok kredit yang dilakukan oleh PT KAYA sekitar Rp24 miliar.
Tapi kemudian, fasilitas kredit PT KAYA menjadi bermasalah karena adanya penggelapan 35 sertifikat pada saat proses balik nama dan pengikatan hak tanggungan. Sehingga kolektibilitas alias status kredit PT KAYA menjadi macet sejak 29 Januari 2019.
Akhirnya, Bank BTN melaporkan penggelapan tersebut ke Kepolisian. Termasuk dalam upaya melakukan gugatan perdata kepada para pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, Bank BTN akan bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sementara itu, di saat proses penyidikan jasus ini sudah berjalan. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumatera Utara, Sumanggar S (Kasipenkum) Sumanggar Siagian saat itu menyebutkan, PT KAYA mengajukan kredit Rp39,5 miliar.
“Penyidik telah memeriksa puluhan saksi,” kata dia pada Juni 2021.
Dikatakan Sumanggar saat itu menyebut PT KAYA mengajukan jaminan 93 Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB atas nama PT ACR.
“Dalam pengajuan 93 SHGB, yang diagunkan hanya 58 SHGB dan telah dilakukan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). Sedangkan, 35 SHGB dijual kepada orang lain tanpa seizin BTN Medan,” Sumanggar.
Editor : Yudis/*