BICARAINDONESIA-Medan : Meski banyak pihak yang berusaha keras menentang adanya pelanggaran dalam penyelenggaraan seleksi KPID Sumut periode 2022-2025, ternyata fakta penyelidikan Ombudsman berkata lain.
Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), lembaga yang fokus dalam urusan maladministrasi tersebut menemukan setidaknya 5 pelanggaran dan itu harus dikoreksi.
“Jika tidak seluruh hasil penetapan nanti bermasalah secara hukum. Dalam Peraturan KPI jelas tertulis Gubernur sebelum melantik akan meminta hasil fit and proper test yang dilakukan di DPRD,” ungkap Ranto Sibarani SH selaku kuasa Hukum 8 calon komisioner yang menguggat hasil penetapan 7 Komisioner oleh Komisi A di kantornya, Selasa (19/4/2022) siang.
Ranto menguraikan hal pertama adalah tidak adanya uji publik. Akibat ketiadaan uji publik ini 2 calon petahana yaitu Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang lolos langsung ke DPRD padahal SK perpanjangan keduanya bermasalah, dan adanya temuan terkait status Mekar Sinurat yang diplot di cadangan pertama yang ternyata masih pengurus Partai Nasdem Kabupaten Tobasa.
“Hasil fatal dari tak adanya uji publik itu adalah Komisi A meloloskan 2 petahana dengan SK yang cacat hukum, yakni SK-nya berbentuk surat Sekdaprov Sumut Nomor : 800/8211 tertanggal 12 Agustus 2019. Kemudian ada temuan lagi terkait SK Parpol yaitu Mekar Sinurat yang adalah Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM berdasarkan SK DPP Partai Nasdem Nomor 330-Kpts/DPP-Nasdem/VII/2020 tentang Pengesahan Susunan Pengurus DPD Partai Nasdem Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara periode 2020-2024 yang ditetapkan di Jakarta pada 24 Juli 2020 dan diteken Ketum DPP Partai Nasdem Surya Paloh dan Sekjen Johnny G. Plate,” paparnya.
Ranto curiga terhadap lolosnya nama Mekar dan langgengnya dua nama mengaku petahana saling terkait. Analisis kuat Ranto menilai bahwa ini merupakan kesepakatan politik.
Jika nama Mekar masuk maka nama 2 petahana bermasalah yakni Muhammad Syahrir dan Ramses Simaullang tidak diusik.
Pelanggaran kedua adalah tidak adanya tata cara mekanisme pemilihan. Ketiga, model skoring penilaian yang dibuat oleh komisi A DPRD Sumut tanpa dasar.
“Tak adanya tata cara mekanisme pemilihan dan model skoring ini jelas membuktikan fit and proper test itu cuma akal-akalan. Isu yang kami dengar semua ini sudah diskenariokan karena fraksi-fraksi kecil tidak dapat jatah pas pemilihan komisioner KIP. Di seleksi komisioner KPID ini dijadikan ajang balas dendam. Hebat sekali Komisi A macam main-main dibuat mereka kelembagaan negara itu. Gaya politiknya kelas rendahan sekali,” jelas Ranto.
Keempat, lanjut dia, pemilihan 7 nama terpilih anggota KPID Sumut periode 2021-2024 melanggar Tatib DPRD karena pemilihan 7 nama komisioner dilakukan tanpa musyawarah mufakat maupun voting.
“Kelima pelanggaran ini valid dan secara resmi sudah disampaikan dalam bentuk lapoan akhir pemeriksaan oleh Ombudsman kepada Ketua DPRD dan Gubenur. Surat monitoring pun sudah dikirimkan Ombudsman ke Ketua DPRD dan Gubernur Senin kemaren,” katanya.
Jauh hari, Ranto telah mengingatkan agar oknum yang berusaha kerasa menginginkan agar 7 nama terpilih anggota KPID Sumut segera dilantik dengan mecari dukungan berbagai tokoh, melalui pembuatan opini publik yang sesat segera dihentikan. Jika sudah terbukti begini, maka pihak-piha tersebut akan malu sendiri.
“Kan sejak awal sudah kami ingatkan. Kalau mau memberi dukungan, lihat faktanya. Coba pelajari kasusnya. Jangan biasakan karena berkawan, terus dibela-bela. Terakhirkan, malu kita. Apalagi yang melemparkan opini, suruh segera dilantik, bilang tidak ada yang salah dalam seleksi yang terjadi, menguatkan jika SK petahana tidak masalah adalah mereka yang memiliki titel, pendidikannya tinggi,” sindir pengacara berkepala plontos itu.
Untuk itu, Ranto mendesak agar mempertimbangkan temuan mereka ini dan menjadikan LAHP Ombudsman Sumut guna menyelamatkan wajah DPRD, dan paling penting menjauhkan legislator yang terlibat di dalamnya terjerat masalah hukum di kemudian hari.
“Jika hasil keputusan pimpinan Dewan juga tidak memuaskan dan tidak mengabaikan temuan-temuan ini dan main kekerasan politik lagi, kami akan gugat ke PTUN, meminta pihak Diktrimsus Polda menyurati Gubernur agar tidak melantik 7 komisioner terpilih karena ada 2 diantaranya sedang tahap lidik atas dugaan penggunaan anggaran negara secara tidak sah,” tegas Ranto.
Mewakili kliennya, Ranto merekomendasikan untuk diberlakukannya kocok ulang terhadap nama calon komisioner KPID Sumut yang tersisa, serta mendiskualifikasi tiga nama calon bermasalah tersebut dari bursa seleksi.
“Ketua DPRD harus berani dan tegas. Penyelesaian kisruh KPID ini menjadi pertaruhan Ketua DPRD di depan publik bagaimana kualitas dia sebagai politisi sejati. Ini ujian sesungguhnya,” pungkas Ranto.
Penulis / Editor : Rill / Abdi
No Comments