BICARAINDONESIA-Serang : Sebagai Perangkat Desa di Cikande Permai, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, pria berinisial AN ini harusnya bisa menunjukkan sikap yang lebih elegan dalam menghadapi sebuah persoalan. Apalagi menyangkut kepentingan masyarakatnya.
Tapi tingkah AN justru sebaliknya. Ia justru emosi dan marah-marah saat dikonfirmasi tentang dugaan pungutan liar (pungli) dalam pembuatan surat keterangan usaha (SKU).
Tabiat yang tak pantas dipertontonkan oknum pelayan masyarakat itu, terjadi Jum’at, 19 Maret 2021 kemarin. Bahkan dengan nada tinggi, ia juga menghardik dan mendamprat wartawan yang menemuinya.
“Kamu ngapain kesini, berapa kali kamu konfirmasi masalah itu ke saya, dan kamu siapa dan orang mana kamu, dan sekarang kamu konfirmasi apa ke saya, kamu polisi, berapa kali kamu konfirmasi ini terus sama saya, orang nya urus apa, suruh orangnya, nanti saya ganti uangnya, kalau dia merasa dirugikan,” bentak AN pada wartawan.
Tentang dugaan pungli itu sebelumnya viral di media sosial, setelah seorang warga Desa Cikande Permai yang enggan disebut namanya,
mengeluh tentang pembuatan SKU yang dibanderol Rp 30.000 lewat postingan di laman facebook pribadinya.
“Di desaku Buat SKU 30.000 ribu, di desa teman teman berapa, ada gak harga nasional”. Demikian bunyi postingannya disusul komentar lainnya. “Tidak ada dasar hukum mengenai tarif jasa pembuatan apapun dikelurahan, mungkin jika tadi seikhlasnya tidak apa apa, ternyata ada tarif nya”.
Ketua DPW Sekber Wartawan Indonesia Banten, Kusman Bsc. SE, SH, MH sangat menyayangkan sikap arogan oknum AN tersebut.
“Dasar dia apa marah marah sama wartawan, ini jelas bisa dijerat pasal menghalangi tugas wartawan dengan ancaman pidana 2 tahun dan denda Rp500 juta,” ujar laywer yang juga Ketua Yayasan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (YLKBH ) Cakra Buana Perkasa.
Ketua Bidang Advokasi Hukum di DPP SWI ini menjelaskan, pada dasarnya pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya. Untuk menjamin kemerdekaan pers. Pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3) UU Pers). Ini berarti pers tidak dapat dilarang untuk menyebarkan suatu berita atau informasi jika memang hal tersebut berguna untuk kepentingan publik.
“Berdasarkan UU pers, terdapat pasal yang mengatakan bahwa bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya. Maka si pelaku dapat dikenakan hukuman pidana selama 2 tahun penjara dan didenda maksimal sebesar Rp 500 juta,” tegasnya.
Editor : Chairul/rel
No Comments