BICARAINDONESIA-Medan : Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, menjatuhkan vonis masing-masing 3 tahun penjara terhadap dua mantan petinggi di Bank Sahabat Sampoerna (BSS) Cabang Medan, Selasa (20/4/2021).
Dalam persidangan secara video call (vc) yang digelar di ruang Cakra 9 itu, terungkap fakta, terdakwa Firman Sidiek, selaku West Collection Dept Head dan Jackson (43), selaku Business Manager Lending BSS Cabang Medan (berkas penuntutan terpisah) diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta dan berkelanjutan melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan nilai mencapai miliaran rupiah.
Pidana itu sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum, pidana Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian kepada masing-masing nasabah atau debitur dari BSS yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan terdakwa belum ada mengembalikan kerugian materiil kepada para nasabah.
Terdakwa juga dinyatakan telah menikmati hasil dari perbuatannya baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk orang lain. Selain itu, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kepercayaan publik terhadap BSS menjadi rusak, di saat terdakwa semestinya ikut bertanggungjawab menjaga nama baik bank.
Namun vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan 8 bulan dari tuntutan JPU dengan pidana masing-masing 3 tahun 8 bulan penjara.
“Baik penuntut umum maupun terdakwa dan penasihat hukumnya (PH) memiliki hak selama 7 hari untuk pikir-pikir. Apakah terima atau melakukan upaya hukum banding,” pungkas Mery Donna.
BSS Harus Bertanggung Jawab
Atas persidangan itu, Arfan, SH selaku ketua tim PH terdakwa Firman Sidiek mengaku pihaknya tetap menghormati vonis majelis hakim. Hanya saja ia menilai, sari fakta-fakta terungkap di persidangan dan pertimbangan majelis hakim, semestinya harus ada pihak yang bertanggung jawab dalam perkara ini.
“Sebagai PH terdakwa, kita juga mengerti akan hal itu. Cuma kita pikir-pikir diberikan waktu seminggu untuk konsultasi dengan klien kami. Lagian putusan ini bukan akhir dari segalanya,” sebut Arfan.
Senada juga diungkap Editor Gea, SH selaku anggota tim PH terdakwa Firman Sidiek. Hanya saja, menurutnya permasalahan ini diduga kuat dipicu pelaporan terhadap BSS Cabang Medan ke Ditreskrimum Polda Sumut.
“Sementara menurut argumen hukum kami seharusnya itu diteruskan ke Ditreskrimsus Polda Sumut bidang ekonomi. Karena ini menyangkut perbankan dan perkara ini berlanjut terus menerus di BSS. Artinya dalam perkara ini PT BSS yang menjadi terdakwa dan bukan hanya klien kami semata yang patut dimintai pertanggungjawaban hukum,” tandas Editor Gea.
Menjadi Sorotan
Seperti diketahui, perkara di bank swasta tersebut turut menjadi sorotan publik, termasuk para nasabah, karena uang dan asetnya masih ‘terkatung-katung’. Apalagi persidangan beberapa kali berlangsung sengit.
Hal itu terjadi karena majelis hakim sempat mengaku heran setelah mengetahui pelapor kasus tersebut justru bukan nasabah, melainkan pihak PT BSS. Fakta lain juga terungkap di persidangan, ternyata PT BSS tidak dirugikan secara materil dalam perkara aquo.
Bahkan JPU Rotua Martiana dalam dakwaan menguraikan, terdakwa Firman Sidiek menawarkan korban atas nama Bob Hendrawan Nasution untuk mengikuti program dana talangan. Karena sudah mengenal terdakwa dan memiliki jabatan di BSS, ia pun percaya dan bersedia mengikuti program tersebut.
Saksi Bob Hendrawan menyerahkan uang hingga puluhan kali baik secara tunai maupun transfer sampai dengan Agustus 2020, mulai Rp50 juta sampai Rp150 juta dan uang itu semakin bertambah karena terdakwa meminta tambahan dengan alasan bank memerlukan lagi dana talangan dari funder.
Pada akhirnya, Bob menyerahkan kembali kepada terdakwa uang Rp550 juta dengan tiga kali penyerahan tunai. Namun setelah itu, bukan hanya tak mendapatkan keuntungan, modal yang telah disetorkannya itu juga tidak pernah kembali.
Setelah mencari tahu informasi ke manajemen bank pada September 2020, belakangan diketahui bahwa terdakwa sudah dipecat dari BSS Cabang Medan. Pihak bank juga menyatakan tidak memiliki program dana talangan tersebut. Korban penipuan kemudian melaporkan kasus tersebut ke kepolisian dengan kerugian total Rp550 juta.
Dalam perkara ini, Bob juga bukan satu-satunya korban. Ada Husen yang turut menyerahkan uang berikut Surat Tanah (beberapa SHM) mencapai Rp2,2 miliar lebih. Nasabah lainnya Andry Rivandy sebesar Rp217 juta. Lamidi Laidin, ratusan juta rupiah.
Pada September 2019, Simon Gunawan sebesar Rp1,4 miliar. Oktober 2019, Alen Boby Hartanto Rp2,2 miliar. Januari 2020, Toni Harsono Rp250 juta. Sedangkan Lienawati mengalami kerugian Rp1,5 miliar.
8 Juni 2020, giliran Darma Putra Rangkuti mengalami kerugian sebesar Rp20 juta. Tjie Chan Sen yang notabene sudah 10 tahun menjadi nasabah di Bank Sahabat Sampoerna Cabang Medan Rp600 juta. Korban atas nama M Yazid Arif bahkan sempat diiming-imingi keuntungan 10 persen, meski akhirnya ia menderita kerugian Rp300 juta. Dan terakhir Irwan Arbie merugi sebesar Rp700 juta.
Penulis/Editor : Teuku
No Comments