BICARAINDONESIA-Medan : Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan mengusut dugaan praktik kartel oleh pengusaha, menyusul penemuan 1,1 juta liter minyak goreng yang ditimbun di salah satu gudang penyimpanan di Deliserdang, Sumatera Utara.
Minyak goreng sebanyak tersebut ditemukan Satgas Pangan Sumut saat melakukan peninjauan langsung di lokasi, Jumat (18/2/2022) kemarin.
Kepala Kantor KPPU Wilayah I Ridho Pamungkas mengungkapkan, penemuan tersebut menguatkan dugaan yang berkembang selama ini bahwa ada kemungkinan praktik kartel di balik kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di Sumut, akhir-akhir ini.
“Saat ini KPPU sedang mendalami persoalan kartel,” kata Ridho melalui sambungan seluler, Sabtu (19/2/2022).
Ridho mengatakan, dugaan praktik kartel ini patut diselidiki dan diusut oleh KPPU, terutama terhadap produsen dan perusahaan penyalur minyak goreng.
Pihaknya menduga, pengusaha sengaja menahan pasokan menyusul penetapan satu harga minyak goreng pemerintah yang mulai berlaku sejak 1 Februari 2021.
KPPU pun terlibat dalam upaya penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, sehingga pihaknya langsung turut mengusut apakah kasus penimbunan tersebut terindikasi ke praktik kartel atau pidana penimbunan pasokan bahan pokok.
“Jadi, sekaligus akan didalami juga apakah penahanan pasokan ini terkait dengan indikasi kartel atau pada ranah pidana menjadi yang ranah kepolisian,” kata Ridho.
Selain itu, KPPU meminta Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara, untuk melakukan pengusutan kasus penimbunan minyak goreng itu.
“Temuan minyak goreng yang belum didistribusikan dlm jumlah yang sangat signifikan ini harus diusut,” sebut Ridho.
Ridho menjelaskan bahwa ada kebijakan yang diduga dilakukan pihak perusahaan minyak goreng tersebut sebagai produsen yang tidak sejalan dengan program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan minyak goreng.
“Dengan alasan menunggu kebijakan manajemen, hal tersebut menunjukan keengganan produsen untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk menjamin ketersediaan pasokan di masyarakat,” jelas Ridho.
Tak ada komunikasi antara pemerintah dan produsen Dalam kasus penimbunan minyak goreng ini, Ridho mengambil kesimpulan awal bahwa tidak ada koordinasi dan komunikasi baik antara pemerintah dengan produsen minyak goreng tersebut.
“Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan awal bahwa satu atau lebih penyebabnya, yaitu kegagalan koordinasi, kegagalan kebijakan dan kegagalan pasar,” ucap Ridho.
Ridho mengungkapkan koordinasi ini, dalam artian belum ada kesolidan antara Pemerintah dan produsen atau pelaku usaha dalam mengimplementasikan kebijakan satu harga minyak goreng, yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu.
Ridho menilai, hal itu sangat berdampak dengan pasokan minyak goreng di pasaran dan memicu terjadinya lonjakan harga yang siginifikan.
“Kegagalan pasar dalam artian perilaku pelaku usaha yang dengan sengaja menahan pasokan dengan tujuan atau motif tertentu,” pungkasnya.
Penulis / Editor : *Amri
No Comments