A. Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia menempati peringkat ke-empat terbanyak di
dunia. Tercatat pada data sensus penduduk tahun 2021 dari Badan Pusat Statistik bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut saja telah mencapai angka 273,87 juta jiwa dengan prosentase laju pertumbuhan penduduk 1,49 % per tahunnya. (BPS, 2021).
Seiring dengan tingginya pertumbuhan jumlah penduduk, tingkat kebutuhan rakyat pasti ikut meningkat, baik itu kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal, serta kebutuhan penting lain seperti pendidikan, perlindungan jaminan kesehatan, dan kebutuhan akan transportasi untuk mendukung mobilitas dalam kehidupan sehari – hari.
Dengan jumlah penduduk yang begitu banyak dan penggunaan sarana dan prasarana lalu lintas yang terus meningkat pesat akibat dari kebutuhan akan transportasi masyarakat, berbanding lurus dengan meningkatnya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan.
Dewasa ini, angka pelanggaran lalu lintas di Indonesia mencapai angka yang memprihatinkan. Terbukti dengan jumlah data pelanggaran lalu lintas yang tercatat Korlantas Polri pada tahun 2021 mencapai angka 743.153 kasus pelanggaran. Angka yang fantastis itu baru jumlah pelanggaran yang diketahui, terjaring, tercatat, dan ditindak saja, belum lagi apabila ditambah dengan kasus-kasus pelanggaran lain yang tidak ketahuan akan tetapi terus dilakukan.
Sebagai negara hukum, penegakan hukum lalu lintas di Indonesia perlu untukndilakukan sebagai upaya untuk menekan angka pelanggaran yang terus meningkat tiap tahunnya. Adapun hukum perundangan yang mengatur mengenai perlalulintasan di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Akan tetapi, peraturan perundangan tersebut seakan tinggal nama dan
slogan karena penerapannya yang masih sangat kurang dan pengetahuan masyarakat dan atau pengguna jalan mengenai peraturan perundangan tersebut masih sangat kurang.
Polisi Republik Indonesia atau disingkat POLRI adalah salah satu alat negara yang memiliki peran, kedudukan, serta kewenangan sebagai penegak hukum, terutama dalam hal keamanan di lingkungan masyarakat Indonesia. Dalam kewajibannya menegakkan hukum, tugas polisi tidak terbatas hanya pada kasus-kasus kejahatan, akan tetapi juga termasuk kasus-kasus pelanggaran yang meresahkan masyarakat, seperti pelanggaran lalu lintas.
Untuk memenuhi peranan, tugas, dan tanggung jawabnya dalam upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas, polisi tentu tidak akan dapat menjalankan tugasnya tersebut secara maksimal tanpa adanya partisipasi dan kesadaran untuk turut serta menjaga ketertiban dari pihak masyarakat luas sendiri.
Tingginya angka pelanggaran menunjukkan bahwa diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan serius untuk menekan angka tersebut sehingga dapat merintis dan menciptakan situasi lalu lintas yang aman dan nyaman. Situasi yang berhak didapatkan oleh seluruh lapisan masyarakat pengguna jalan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu kerjasama yang berintegrasi dalam upaya pengotrolan ketertiban oleh pihak kepolisian sebagai aparat yang berwenang untuk menegakkan hukum dan peranan masyarakat yang turut berpartisipasi aktif. Tanpa adanya kesadaran masyarakat dan kedisiplinan aparat, peraturan perundangan pun tidak akan dapat berjalan dan diberlakukan secara sehat dan penuh.
Karena pada kenyataannya, peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lalu lintas dan angkutan jalan raya tidak sepenuhnya sinkron dengan kenyataan dan praktek di lapangan, serta ada ketentuan – ketentuan yang mungkin bisa dinilai sudah tertinggal oleh perkembangan masyarakat beserta teknologinya. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang wajar dan diperlukan untuk mengemukakan beberapa cara penegakan hukum lalu lintas menurut
pengalaman berikut pembahasan masalahnya dalam esai ini.
B. Pembahasan
Apabila kita membicarakan yang namanya permasalahan sistem lalu lintas dinnegeri ini pasti memang tidak akan ada habisya, mulai dari kemacetan, kejahatan, kecelakaan, dan terutama pelanggaran yang terjadi dimana-mana. Permasalahan lalu lintas di Indonesia dapat dikatakan sudah begitu kompleks dan rumit, apalagi saat kita membahas apa itu pelanggaran lalu lintas.
Pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah terjadi. Tidak hanya di ibukota (Jakarta) tetapi hingga ke pelosok negeri. Dan pelanggaran-pealanggaran lalu lintas itu tidak hanya terjadi pada masyarakat dari lapisan umur dewasa tetapi anak-anak di bawah umur, lanjut usia, laki-laki ataupun perempuan juga ikut ambil bagian dalam meramaikan dunia pelanggar-pelanggar hukum lalu lintas di negeri kita
tercinta kita ini.
Hal ini menunjukkan gender maupun umur sudah tidak lagi menjadi parameter orang awam untuk menilai seseorang untuk melanggar hukum lalu lintas. Menurut pandangan kami, terdapat beberapa faktor yang berperan aktif dalam perkembangan industri pelanggar-pelanggar hukum lalu lintas di Indonesia. Di antaranya dari perspektif pelaku pelanggar (warga sipil, penegak hukum, bahkan petinggi negara), aparatur-aparatur penegak hukum, sarana prasarana lalu lintas yang kurang memadai, layak dan tidak merata sampai kepelosok negeri, serta sistem transportasi yang kurang efektif.
Kita mulai dari pelanggar (warga sipil, penegak hukum, bahkan petinggi), seperti yang disebutkan diatas, si pelanggar melakukan hal tersebut dikarenakan untuk memenuhi kebutuhannya, dan kadang dalam memenuhi hasratnya itu, si pelaku membahayakan keselamatan orang lain.
Permasalahan pelanggaran lalu lintas tersebut juga tidak lepas dari pengawasan aparatur-aparatur penegak hukum kurang bertanggung jawab dan seakan tidak perduli dengan permasalahan yang tidak asing lagi di telinga masyarakat, yang nyatanya begitu banyak anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor yang merupakan moda transportasi orang dewasa.
Seorang penegak hukum adalah seseorang yang diberi kepercayaan sebuah negara untuk menangani permasalahan lalu lintas. Pakaian, seragam, dan mobilndinas merupakan lambang dari kekuasaan negara untuk menjaga dan memelihara kedamaian serta keamanan dalam menegakkan lalu lintas, tetapi banyak penegak hukum yang salah mengartikan kepercayaan negara tersebut untuk.kepentingannya sendiri, contohnya “bisa damai ketika tilang”, ini hal yang sering terjadi ketika pengendara kendaraan bermotor melakukan pelanggaran lalu lintas atau tidak bisa melampirkan surat-surat yang lengkap ketika razia, hal yang pertama dilakukan pengemudi adalah mengajukan “damai” di jalan untuk mendapatkan surat-suratnya kembali dengan jalan memberikan sejumlah uang untuk membayar denda kepada petugas penegak hukum saat itu juga.
Oleh karena itu, penegak hukum di Indonesia tidak hanya dibekali dengan ilmu formal yang baik tetapi juga kesadaran dan rasa tanggung jawab yang baik pula dalam menjalankan kegiatan penegakkan hukum lalu lintas.
Sarana dan prasarana di Indonesia merupakan sumber masalah yang sangat vital yang harus dibenahi dalam rangka penegakan hukum lalu lintas di Indonesia. Kita mulai dari hal yang paling kecil yaitu penempatan lampu lalu lintas, penempatan rambu dan lampu lalu lintas yang tepat akan memberikan dampak yang sangat besar dalam meminimalisasi tingkat pelanggaran dan tingkat kecelakaan lalu lintas.
Contohnya dengan pemasangan rambu sesaat sebelum tikungan tajam akan memberikan informasi yang berguna untuk pengendara yang tidak terbiasa melewati tikungan tersebut, begitu juga pemasangan lampu lalu lintas mempunyai pengaruh terhadap perilaku pengemudi. Apabila lampu lalu lintas dipasang sejajar dengan garis pemberhentian memaksa untuk pengendara untuk berhenti lebih di belakang garis untuk melihat lampu dengan keadaan lampu yang tinggi menjulang.
Penempatan lampu dan rambu lalu lintas tidak cukup dengan di bangun saja tetapi
juga harus tetap diawasi oleh para penegak hukum untuk lebih meminimalisasi tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Tidak hanya kesadaran dari masyarakatnya saja, tetapi bisa kita tinjau dari sistem dan moda transportasinya. Layaknya di Jerman dan sebab itulah secara perlahan-lahan dan berangsur-angsur masyarakat negara-negara maju sudah mulai meninggalkan moda transportasi pribadi ke moda transportasi umum yang jauh lebih efektif dari segi keamanan, nyaman, efisien dan tentunya menghemat waktu.
C. Solusi yang Dapat Diupayakan
Pelanggaran lalu lintas pada dasarnya disebabkan oleh SDM yang masih
rendah. Sosialisasi sangatlah penting untuk meningkatkan kesadaran dan kecakapan akan berkendara dan berlalu lintas. Sosialiasasi itu dapat dilakukan dengan cara pemberian materi mengenai pentingnya tertib berlalu lintas. Sosialisasi berkala dan berkelanjutan dapat membuat kesadaran tertib berlalu lintas meningkat.
Materi mengenai tertib lalu lintas dapat dimasukkan kedalam pendidikan formal. Tidak hanya bagi para pelajar, sosialisasi juga harus diberikan kepada para orang tua dari pelajar tersebut agar secara tidak langsung dapat mencegah dan mengawasi putra putrinya.
Pembuatan Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM merupakan awal dari pelanggaran berlalu lintas. Seperti yang di pembahasan sebelumnya mengenai pelanggaran hukum dalam pembuatan SIM, SIM yang proses pembuatannya tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan merupakan faktor pembuat SDM yang tidak berkualitas. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pembuatan SIM dapat dilakukan dengan menambah biaya pembuatannya dan mempersulit serta memperketat prosedurnya.
Cara yang dapat diterapkan adalah pembuatan SIM dasar pada usia 18 tahun dan wajib mengikuti pelatihan berkendara yang baik sehinga apabila telah mengikuti pelatihan dan mendapat sertifikat barulah orang tersebut dapat membuat sim dasar. SIM dasar adalah sim yang dibuat untuk melegalkan para pemula untuk berkendara tetapi dengan berbagai aturan dan pengawasan yang ketat.
Selama orang tersebut masih mempunyai sim dasar, orang tersebut wajib berkendara dengan diawasi orang yang lebih tua dan memiliki SIM pada jangka waktu dua tahun. Apabila mereka melanggar peraturan lalu lintas akan mendapat hukuman berupa peringatan tertulis dan denda.
Setelah melewati jangka waktu dua tahun tanpa melanggar peraturan lalu lintas, barulah para pemegang SIM dapat membuat SIM sesungguhnya dengan menyerahkan sertifikat pelatihan dan menjalani tes mengemudi yang diselenggarakan oleh kepolisian. Setelah mendapat SIM sesungguhnya, para pengendara harus lebih cakap dalam berkendara. Apabila mereka melakukan pelanggaran, pengemudi akan mendapat sanksi dan denda yang sangat besar. Jika pengemudi melanggar aturan lebih dari 3 kali maka SIM mereka akan langsung dibekukan dan tidak boleh membuat SIM kembali.
Proses penilangan dan razia pun banyak disalah gunakan oleh oknum-oknum
tertentu seperti permintaan damai berupa bayaran seadanya di tempat. Oknum-
oknum tersebut harus ditertibkan dengan cara pengawasan yang ketat dari sesama
penegak hukum maupun masyarakat. Proses penilangan dilakukan di tempat yang ditentukan yaitu pos polisi terdekat. Setelah itu, barulah pelanggar mendapatkan surat tilang yang didasarkan pada foto pelanggaran sebagai bukti yang
memberatkan pelanggar. Beberapa hari kemudian, barulah pelanggar diproses di
pengadilan dan dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan
pelanggar tersebut.
Berbeda dengan cara penilangan bagi para pelajar. Menurut kami, penilangan
bagi para pelajar itu lebih baik dilakukukan di dalam sekolah masing-masing, bukan di lokasi kejadian. Dikarenakan penilangan di sekolah lebih efektif dan dapat menjangkau semua pelajar baik yang sudah mendapatkan SIM secara legal mau
pun yang belum.
Selain mempersulit dan memperketat aturan lalu lintas, sebaiknya pemerintah
memperbaiki moda transportasi umum. Transportasi umum sebaiknya mementingkan keselamatan, kebersihan, dan kenyamanan para penggunanya. Hal
lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah moda transportasi yang saling berintegrasi sehingga para penggunanya dapat bepergian kemana pun dengan moda transportasi umum dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi.
D. Kesimpulan
Pelanggaran hukum lalu lintas beserta penegakkannya merupakan masalah
yang pelik dan selalu menemui komplikasi dalam setiap solusi yang diajukan mau
pun yang sudah diterapkan. Menurut kami, inti dari semua permasalahan tersebut
ada pada kualitas sumber daya manusia Indonesia sendiri.
Rendahnya pengetahuan masyarakat, kedisiplinan aparat, dan kesadaran sesama pengguna jalan menjadi faktor yang cukup menentukan. Oleh karena itu, satu solusi paling fundamental dengan dampak berjangka panjang adalah pemberian pendidikan yang layak dengan visi agar tercipta masyarakat yang terpelajar, sadar hukum, akan tetapi juga memiliki rasa toleransi dan kemanusiaan. Selain itu, kerja sama yang baik, sinkron, dan terintegrasi juga diperlukan dari pihak-pihak berwenang terkait masalah lalu lintas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Bandung, Februari 2022
Penulis : Evan Adhi Pratama (NO. AK. 18099)
No Comments