BICARAINDONESIA-Medan : Proyek reservasi dan pelebaran jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga dengan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara, sepanjang 57,59 km telah selesai pengerjaannya pada tahun 2019 lalu.
Namun, pihak Dirjen Binamarga Kementrian PUPR, sepertinya mengabaikan masalah ganti rugi, pembebasan lahan milik warga, yang terkena jalur proyek tersebut.
Hal ini ditegaskan wakil Ketua DPRD Tapanuli Utara Fatimah Hutabarat, SE yang juga Ketua DPD Partai Nasdem Tapanuli Utara, Jumat (20/5/2022) di Medan.
“Saya sudah hampir sepekan membawa aspirasi dari warga Tapanuli Utara terkait ganti rugi lahan dari delapan desa yang ada di Kecamatan Adiankoting, yang hampir empat tahun sepertinya diabaikan oleh pihak Dirjen Binamarga Kementrian PUPR. Saya sudah mendapat informasi dari sekretaris Biro Hukum Pemprovsu melalui telepon dan media WhatsApp akan diadakan rapat pada Rabu (25/5/2022) mendatang, sekira pukul 10.00 Wib, untuk membahas masalah ganti rugi lahan milik warga ini, sedangkan undangan resminya menyusul” ujar Fatimah.
Menurutnya, lahan yang terkena Proyek Reservasi dan Pelebaran Jalan Nasional Sibolga-Tarutung sebanyak 1.021 bidang, dengan luas 115.500 meter persegi atau 11,55 Hektar dan warga Tapanuli Utara sangat senang dengan proyek tersebut.
Bahkan saat pihak Dirjen Binamarga menyampaikan bahwa setelah selesainya proyek ini nanti, masalah ganti rugi akan di proses, warga dapat memaklumi dan menerimanya
Namun setelah proyek ini selesai di tahun 2019 lalu, hingga saat proses pemberian ganti rugi, sepertinya diabaikan begitu saja.
“Saya selaku wakil Ketua DPRD Tapanuli Utara wajib membantu keluhan dari warga saya, sehingga 8 Kepala Desa di Kecamatan Adiankoting dan Tarutung telah menandatangani surat kuasa dalam pengurusan pembebasan lahan untuk jalan nasional. sebagai warga negara, kami tidak keberatan atas pelepasan lahan apalagi untuk proyek Jalan nasional, tapi warga sangat kecewa atas pembayaran ganti rugi atas lahan yang sudah selesai dikerjakan pada 2019 lalu yang terkesan diabaikan,” tudingnya.
Dengan pengabaian ganti rugi lahan ini, sebanyak 10 berkas surat permohonan pembayaran ganti rugi ini sudah dilayangkan via pos yang ditujukan kepada, Presiden RI Joko Widodo, DPR RI, Dirjen Binamarga Kementrian PUPR di Jakarta, Kementrian Dalam Negeri RI, DPRD Sumut di Medan, Gubernur Sumatera Utara, Kakanwil BPN Sumut, Ka Balai Binamarga PUPR Sumut, DPRD Tapanuli Utara, Bupati Tapanuli Utara dan Kakan BPN Tapanuli Utara.
Isi surat yang disampaikan, mendesak pihak Dirjen Binamarga Kementrian PUPR, agar segera meberi ganti rugi tanah dan tanaman, terhadap tanah yang terkena proyek reservasi dan pelebaran jalan nasional tersebut.
‘Angin Segar’
Selanjutnya menyelesaikan proses penerimaan ganti rugi tanah dan tanaman yang dimaksud paling lambat dua bulan, terhitung tanggal diterimanya surat ini dan apabila proses penerimaan ganti rugi tidak terealisasi sampai waktu yang telah ditentukan, maka kami selaku penerima kuasa akan melanjutkan proses gugatan ke pengadilan dan melaporkannya kepada yang berwajib, untuk proses hukum yang berlaku di negera kita.
“Saya berharap permasalahan ganti rugi lahan proyek reservasi dan pelebaran jalan nasional ini dapat diselesaikan, sehingga kami selaku penerima kuasa tidak perlu harus menggugat, saya senang, sempat dapat jawaban dan ‘angin segar’ dari Balai Binamarga Sumut saat dijabat Selamat Simanjuntak untuk mempersiapkan segala berkas, mulai dari alas hak tanah warga yang sah dan daftar nominatif ganti rugi lahan tersebut, serta apa yang diperintahkan Ka Balai Binamarga Sumut yang lama sudah kami persiapkan semua dan sudah kami masukkan ke dalam 10 berkas surat yang kami layangkan itu,” jawab Fatimah.
Saat ini Selamat Simanjuntak selaku Ka Balai Binamarga Sumut sudah pindah ke Jakarta pada Januari 2022 dan sekarang digantikan dengan Brawijaya, dan besar harapan warga Taput yang lahannya terkena proyek reservasi dan pelebaran jalan nasional bahwa bapak brawijaya dapat memikirkan nasib masyarakat di taput tersebut.
Jangan Main-main
Menurut Fatimah sebenarnya anggaran untuk ganti rugi pembebasan lahan suatu proyek yang di danai APBN ini sudah pasti ada, jadi janganlah bermain-main dengan angggaran tersebut.
Warga yang lahannya terkena proyek jalan nasional selama ini sudah berbesar hati tidak meminta ganti rugi di depan, padahal kalau menurut petujuk pelaksanaannya, seharusnya untuk proyek nasional baru dapat dikerjakan apabila proses ganti rugi sudah diselesaikan.
Kalau masalah harga, warga Taput mengikuti aturan main yang berlaku, meskipun ganti rugi per meternya kecil, namun saat ini warga sangat membutuhkan, apalagi saat ini Taput sangat terpuruk, selama dua tahun masa pandemi Covid 19 melanda tanah air.
Fatimah menambahkan, pertemuan yang akan digelar dengan Biro Hukum Rabu (25/5/2022) mendatang meskipun undangan resmi belum saya pegang, namun kami sangat mengapresiasi langkah yang diambil Biro Hukum Pemprovsu.
“Rencananya saya akan hadirkan 5 orang perwakilan yang berkompeten sesuai permintaan dari pihak Sekretaris Biro Hukum Pemprovsu melalui telepon selular dan WhatsApp, dan jika pertemuan tersebut tidak menemukan titik terang, maka saya akan berangkat ke Komisi V DPR RI untuk meminta Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak Dirjen Binamarga Kementrian PUPR, agar permasalahan ganti rugi lahan jalan nasional ini dapat segera direalisasikan.
Penulis / Editor : Amri
No Comments