BICARAINDONESIA-Deliserdang : Apa hendak dikata, akibat perkosaan yang dialaminya, Bunga (nama samaran), warga Desa Naga Timbul, Kecamatan Tanjungmorawa, Deliserdang, harus menanggung sendiri pedihnya penderitaan.
Sedihnya lagi, laporan radupaksa yang menimpa perempuan 25 tahun yang memiliki keterbelakangan mental dan kini berbadan dua, ditolak Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Deliserdang.
“Kami mau berbuat apa lagi? Kami orang susah, tak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya bisa pasrah,” ungkap SB (52), ayah Bunga, kepada wartawan, sesaat setelah keluar dari Mapolresta Deliserdang, Kamis siang (13/8), dengan mata berkaca-kaca.
SB, yang keseharian bekerja di bengkel sepeda di daerah Tanjungmorawa ini, sambil mengusap matanya berujar, dirinya dan keluarga hanya ingin mencari keadilan.
“Kami cuma ingin mencari keadilan. Inginnya, diterima dululah laporan kami. Saya pun takut nanti dianggap bicara macam-macam, saya pula nanti yang disalahkan,” tuturnya.
SB membenarkan bahwa Bunga memang memiliki keterbelakangan mental. Dia hanya bermain dengan anak-anak, tidak dengan teman-teman sebayanya. Bunga mengenyam pendidikan hanya sampai kelas 4 Sekolah Dasar dan tak bisa baca tulis.
“Ini anak kami yang paling besar, adik-adiknya ada tujuh. Adik-adiknya normal semua, cuma dia yang agak kurang mentalnya. Sehari-hari dia main sama anak-anak tetangga yang sudah kami anggap saudara sendiri,” kisah SB yang diamini istrinya, H (40).
Terbongkarnya kasus pemerkosaan yang dialami putri sulungnya itu, berawal dari penuturan Putri, yang mendapat cerita itu langsung dari Bunga.
“Kejadiannya selama bulan puasa kemarin. Anakku mengaku diperkosa tiga kali di tempat yang sama. Di rumah R. Kata orang-orang, R itu guru. Kalau saya tanya, dia (Bunga-red) gak berani menyebutkan nama, takut dia. Cuma pakai isyarat menunjukkan dengan matanya,” terang SB.
SB menerangkan, R merupakan warga pindahan dari Kampung Serbaji di Galang. Dia dan keluarganya membangun rumah tak jauh dari rumahnya. “Baru pindah dia. Belum jadi rumahnya, tapi udah bisa ditempati. Rumahnya di belakang rumah si Putri, dekat rumah kami juga. R sendiri tinggal sama adiknya. Anakku ini cuma mau cerita sama Putri. Sebelum R pindah di situ, anak kami biasa-biasa saja, gak ada kejadian apa-apa. Kejadian ini terjadi setelah dia pindah ke dekat tempat kami. Jaraknya dari rumah kami sekitar 50 meterlah. Si R sendiri tanggal 14 hari ini, mau nikah sama orang Talun Kenas, guru juga. Tadi malam udah kenduri,” timpal H, ibu kandung Bunga.
Sementara itu, Putri, warga Desa Naga Timbul, Kecamatan Tanjungmorawa, yang biasa dipanggil Bunga dengan sebutan Ibu menambahkan, awal pemerkosaan yang diceritakan Bunga kepadanya, saat itu siang hari di bulan puasa lalu (April-Mei 2020), tiba-tiba Bunga ditarik R bersama adiknya ke dalam rumah.
“Dia cerita sambil nangis sama saya. Dia bilang, mau diramai-ramaikan sama si R dan adiknya. Terus ditarik ke dalam rumah, persisnya ke ruang tamu. Mukanya ditutup bantal. Dan yang memperkosa si R, adiknya disuruh keluar. Katanya, waktu kejadian itu, saya lagi di Medan. Rumah si R ini di belakang rumah saya,” tutur Putri menceritakan apa yang disampaikan Bunga kepadanya.
Lalu, aksi pemerkosaan untuk yang kedua dan ketiganya, sambung Putri, juga dilakukan di ruang tamu rumahnya R. Modusnya, Bunga dibuatkan mie oleh R.
“Bunga bilang, dia dimasakkan Indomie sama R. Terus si R selalu ngomong ke Bunga, supaya gak cerita-cerita sama mamaknya,” ceritanya.
Masih menurut Putri, dia kerap menanyai Bunga perihal apa yang dialaminya. Itu karena sejak dugaan pemerkosaan yang dilakukan R terhadapnya, Bunga jadi sering nangis.
“Dia jadi sering nangis, gak mau kalau ada si R,. kalau ada si R itu, Bunga bilang, itu monyet (R-red). Setelah puasa, dia (Bunga) sudah tidak haid lagi. Dugaan kami, Bunga hamil. Terus saat diperiksakan ke bidan setempat, tanggal 10 Agustus 2020, ternyata sudah hamil,” bilang Putri.
H, ibu kandung Bunga, kemudian menunjukkan bukti pemeriksaan kehamilan putri sulungnya itu. Lantas, kasus yang menimpa Bunga tersebut, sampai ke telinga perangkat desa setempat. Bahkan, sudah dilakukan mediasi. Saat mediasi di kantor Desa, R didampingi kedua orang tuanya.
“Pas mediasi itu, orang tuanya bilang gini, gak mungkinlah anakku memperkosa dia (Bunga). Anakku berpendidikan, guru, sarjana. Terus, saya pun dibilangi sama orang-orang, macam ditakut-takuti gitu. Gak usah mau jadi saksi, nanti jadi disalahkan. Loh, ini kan untuk kebenaran,” tegas Putri turut diamini kedua orang tua bunga, SB dan H.
SB, ayah kandung Bunga, menambahkan mediasi yang dilakukan melibatkan Kepala Dusun (Kadus) setempat. Saat itu, Kadus meminta agar keluarga Bunga untuk sabar. “Dibilang Kadus, sabar aja. Kalau sudah lahir, baru tes DNA,” ucapnya.
Bunga, yang beberapa kali ditanya wartawan, hanya mesam-mesem. Tak menjawab apapun. Sementara itu, R yang dikonfirmasi wartawan via seluler, membantahnya. Bahkan, dia mengaku tidak mengenal Bunga.
“Astaghfirullah. Bohong itu. Saya saja tidak kenal sama dia. Baru tahunya pas di kantor Desa itu. Bilangnya udah empat bulan, ini ngakunya tiga bulan. Mana yang benar? Lain-lain cakapnya. Jadi, kata sekdes, saya gak salah. Saya ini guru, ngajar dari pagi sampai sore. Guru di SMK salah satu perguruan swasta di Tanjungmorawa. Dari mana saya kenalnya dan melakukan perbuatan itu,” jawabnya.
R juga membantah dia tinggal di dekat rumah korban. “Itu rumah orang tua saya di Naga Rejo. Saya tinggal selama ini di Batu Lokong, Galang. Tadi malam itu, bukan kenduri. Among-among aja. Mau nikah. Iya, sama guru juga dari Talun Kenas. Pestanya di rumah calon istri saya. Di rumah saya among-among aja istilahnya,” imbuh R.
R mengatakan dari keterangan keluarganya Bunga itu suka dengan adiknya, Rj. Lantas, Bunga juga suka dengan dia.
“Kalau kata paman si Bunga itu suka sama adik saya, Rj dan suka juga sama saya. Saya ini tidak kenal dengan dia. Waktu itu kan pernah dimediasi, sudah selesai. Waktu mediasi itu, dia ngakunya dicabuli Rizki. Nama saya R, kan beda,” paparnya.
R merasa percaya dirinya tak bersalah. Dia mempersilakan Bunga dan keluarganya untuk menempuh jalur hukum. “Kalau mau dilanjutkan ke ranah hukum, tidak masalah. Karena saya tidak melakukan perbuatan itu,” pungkasnya.
Terpisah, Ipda Azwir yang dikonfirmasi perihal, kenapa laporan korban dan keluarganya ditolak, menjawab bukan pihaknya yang menolak, tapi SPKT.
“Bukan kami yang tolak. Silakan ke SPK untuk konfirmasi lebih lanjut. Terima kasih,” jawab Ipda Azwir singkat, via pesan WhatsApp (WA).
“Tapi, bapak Ka SPK kan?” tanya wartawan lagi. Menjawab itu, Ipda Azwir meminta wartawan untuk menemuinya di kantornya. “Benar, kemari saja pak,” jawab Ipda Azwir.
Penulis : Budi Nyata
Editor : Abdi
No Comments