BICARAINDONESIA-Jakarta : Polri telah menetapkan 6 tersangka tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Kamis (6/10/22).
Keenam nama tersebut ialah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SP, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan berinisial AH. Kemudian Security Officer berinisial SS, Danki 3 Brimob Polda Jatim berinisial H, dan Kasat Samapta Polres Malang berinisial BSA.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan pihaknya terus berupaya mengusut tragedi ini hingga tuntas. Dikutip dari detik.com, terdapat tujuh informasi terbaru dari proses penyelidikan sebagai berikut.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebut ada 2 kejadian saat tragedi Kanjuruhan. Satu kejadian lain terjadi di luar stadion. Selama ini masyarakat hanya mengetahui kejadian di dalam stadion, saat tembakan gas air mata hingga desak-desakan suporter saat menyelamatkan diri.
“Soalnya gini, biar rekan-rekan ketahui, ya, bahwa kejadian itu kan ada dua kejadian, dua TKP. TKP yang pertama itu yang terkait masalah Pasal 359 atau 360 itu di dalam,” kata Dedi saat rilis di Polda Jatim, Jumat (7/10/22).
“Di dalam memang anggota Polri melakukan penembakan gas air mata, ya, dalam rangka untuk melakukan penghalauan dan penguraian massa yang sudah melakukan tindakan anarkis. Itu banyak sekali video yang beredar, kan sudah melakukan perusakan, pembakaran, dan sebagainya,” imbuh Dedi.
Namun, kata Dedi, di luar stadion juga terjadi kerusuhan yang berujung kepada perusakan. Insiden itu berlangsung ketika petugas mengamankan pemain dan official Persebaya.
“Di luar pun juga ada kejadian. Ya, di luar ketika tim pengamanan mengevakuasi pemain dan official Persebaya keluar, itu butuh waktu sekian lama, cukup lama. Dihadang dan sebagainya,” papar Dedi.
Korban tragedi Kanjuruhan saat ini mencapai 678 orang. Korban meninggal sebanyak 131 dan 547 orang luka-luka.
“Jumlah total korban 678 orang terdiri dari jumlah korban meninggal dunia 131, jumlah korban luka 547,” kata Dedi, Jumat (7/10/22).
Dedi mengatakan 547 korban luka itu terdiri atas tiga kategori, yaitu luka ringan, luka berat, dan luka sedang. “Luka ringan 481, luka sedang 43, luka berat 23,” ucapnya.
Kemudian, diia juga mengatakan sebanyak 60 orang masih menjalani rawat inap di rumah sakit (RS). Dedi menuturkan data 678 korban itu merupakan data per hari ini pukul 15.30 WIB.
“Semua data telah dikonfirmasi dengan direktur rumah sakit, bagian pelayanan medis, dan bagian forensik,” ujarnya.
Sebanyak 34 kamera pengawas atau CCTV terkait peristiwa tersebut telah diperiksa. Dedi mengatakan 34 CCTV itu terdiri atas 32 CCTV di dalam stadion dan 2 CCTV di luar stadion.
Dia mengatakan saat ini penyidik masih mencari CCTV lain yang ada di lokasi. “Ada sekitar 34 (CCTV yang telah diperiksa). Yang kemarin 32 kan terus tadi pagi dapat informasi ada tambahan 2 yang di luar. Masih dicari lagi sama tim Labfor dan Inafis (CCTV lainnya di lokasi),” kata Dedi.
Dilansir dari detikJatim, meski telah ditetapkan, keenam tersangka belum ditahan. Polri kini tengah menyiapkan sejumlah langkah teknis yang salah satunya memanggil para tersangka pekan depan.
“Belum (ditahan). Jadi, minggu depan baru akan dipanggil ulang kembali. Kemudian diperiksa kembali, setelah itu baru nanti update-nya saya sampaikan kepada teman-teman. Apabila teman-teman sudah selesai melakukan pemeriksaan,” kata Dedi di Mapolres Jatim, Jumat (7/10/22).
“Tim penyidikan juga melakukan persiapan. Antara lain menyiapkan untuk rencana pemanggilan enam tersangka, akan dilakukan pemeriksaan tambahan pada minggu depan,” imbuhnya.
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi Kanjuruhan tengah berpencar untuk menemui narasumber di lapangan. Mahfud juga menyebut pihaknya sedang mencari bukti-bukti fisik yang berkaitan dengan tragedi Kanjuruhan.
“TGIPF lagi berpencar ke lapangan di Jakarta, Surabaya, serta Malang, menemui narasumber dan mencari bukti-bukti fisik yang bisa dibawa,” kata Mahfud kepada wartawan di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (7/10/22).
Pihak Mahfud akan menghadirkan narasumber utama terkait tragedi Kanjuruhan pada Selasa mendatang dan menargetkan hasil investigasi dapat rampung pekan depan.
“Mudah-mudahan nanti hari Selasa yang akan datang, itu narasumber utama juga bisa hadir di sini. Rabu dan Kamis kami akan berkonsentrasi menyusun laporan sehingga diharapkan pekan depan selesai,” ungkapnya.
Dedi menyebut 20 polisi diduga melanggar etik usai tragedi Kanjuruhan. Para polisi itu bertugas di Polres Malang dan Brimob Polda Jatim.
“Rincian inisial dari 20 terduga pelanggar sebagai berikut. Enam personel Polres Malang: FH, WS, BS, BSA, SA, dan WA,” katanya pada Jumat (7/10/22).
Namun, Dedi belum menjelaskan peran detail atau pelanggaran yang dilakukan para personel Polres Malang tersebut.
Selanjutnya, ada 14 orang personel Brimob Polda Jatim yang diduga melanggar etik. “14 personel lingkungan Satbrimobda Jatim: AW, DY, HD, US, BP, AT, CA, SP, MI, MC, YF, TF, MW, WAL,” ujarnya.
Bantah 40 Tembakan Gas Air Mata
Dilansir dari Antara, Polri membantah hasil investigasi media asing The Washington Post yang menyebut ada 40 tembakan gas air mata saat kerusuhan suporter di Stadion Kanjuruhan. Dedi menegaskan hanya ada 11 tembakan gas air mata saat tragedi Kanjuruhan.
“Sebelas tembakan, seperti yang Bapak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) sampaikan,” kata Dedi Prasetyo di Markas Kepolisian Daerah Jatim, Surabaya, Jumat (7/10/22).
Dedi juga menambahkan, gas air mata ditembakkan aparat keamanan pada dua tempat, yakni di dalam dan luar stadion.
“Kejadian itu ada di dua TKP. Pertama terkait Pasal 359 atau 360 di dalam. Di dalam memang anggota Polri melakukan penembakan gas air mata dalam rangka penghalauan,” katanya.
Dedi mengeklaim massa suporter Aremania hendak melakukan tindakan anarkis sehingga aparat keamanan membenarkan dengan menembakkan gas air mata. Tak hanya itu, gas air mata juga ditembakkan ke massa suporter yang ada di luar stadion.
“Di luar pun ada kejadian. Ketika tim pengamanan mengevakuasi pemain dan ofisial Persebaya ke luar stadion dihadang, butuh waktu sekian lama. Juga terjadi perusakan, pembakaran, dan sebagainya,” jelas Dedi.
“Di situ juga aparat melakukan penembakan gas air mata untuk menghalau dan membubarkan massa agar tidak terjadi tindakan yang lebih masif lagi,” tandasnya.
Editor: Rizki Audina
No Comments