BICARAINDONESIA-Jakarta : Orang-orang yang menghina presiden dan/atau wakil presiden terancam kena pidana sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang KUHP. Tepatnya hal itu diatur dalam Pasal 218 KUHP yang mengancam pelaku dengan hukuman tiga tahun penjara.
Adapun kategori denda, diatur dalam pasal 79 KUHP dengan denda tingkat IV setara Rp200 juta. “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi Pasal 218 ayat (1).
Pasal itu menyebut, menyerang kehormatan atau harkat/martabat diri adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Termasuk juga menista atau memfitnah.
Akan tetapi, ayat (2) pasal itu memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.
“Yang dimaksud dengan dilakukan untuk kepentingan umum adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi. Misalnya, melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden,” bunyi pasal 218 ayat (2).
Pada ayat itu, kritik masih disebut sebagai hal penting di dalam negara demokratis. Sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif. Walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan presiden dan/atau wakil presiden.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang KUHP juga mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Mahkamah Konstitusi.
Pasal 240 ayat (1) menyebutkan, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Sementara untuk denda, masuk dala kategori II setara dengan Rp10 juta, pada pasal 79 KUHP.
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi Pasal 240 ayat (2).
Kemudian, ayat 3 menyebut pidana dalam pasal tersebut bisa dilakukan jika ada aduan dari pihak yang dihina. Pasal 241 dijelaskan pidana bisa diperberat hingga tiga tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial.
Kemudian, ayat 3 menyebut pidana dalam pasal tersebut bisa dilakukan, jika ada aduan dari pihak yang dihina. Pasal 241 dijelaskan, pidana bisa diperberat hingga tiga tahun apabila penghinaan dilakukan lewat media sosial.
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi Pasal 241 ayat (1).
Sementara, yang dimaksud dengan lembaga negara dalam KUHP yaitu adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi.
Bagian penjelasan pasal tersebut menyatakan, menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi. Misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara.
Editor: Rizki Audina/*