BICARAINDONESIA-Jakarta : Dua pemerkosa anak di bawah umur di Lahat, Sumatera Selatan, mendapat vonis 10 bulan penjara. Akibat vonis tersebut, Kajari Lahat Dinonaktifkan.
Vonis itu juga menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya Hotman Paris.
Dikutip dari detikcom, Selasa (10/1/2023), sejatinya ada 3 tersangka dalama kasus tersebut, yakni OH (17) dan MAP (17) yang telah dijatuhi hukuman. Serta GA (18) yang saat ini masih dalam proses penyidikan di Satreskrim Polres Lahat.
Kedua pelaku OH dan MAP dituntut rendah oleh jaksa, yakni 7 bulan penjara dan divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Lahat lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yaitu 10 bulan. Akan tetapi, vonis dan tuntutan itu tetap mengundang kritik dari sejumlah pihak.
Hingga pihak Kejagung turun tangan untuk memeriksa pejabat Kejari Lahat dan menonaktifkan sementara jaksa yang menangani kasus tersebut.
Pemerkosaan disertai penganiayaan itu terjadi pada Sabtu (29/10/2022), di sebuah tempat kos di Lahat. Kasus itu pun disidangkan di Pengadilan Negeri Lahat dengan tuntutan jaksa 7 bulan penjara.
Kemudian, pada sidang putusan, majelis hakim memutuskan dua pelaku pemerkosaan berinisial OH dan MAP bersalah. Keduanya melanggar undang-undang tentang persetubuhan terhadap anak di bawah umur dan dipenjara 10 bulan.
Ayah korban tidak terima atas vonis tersebut dan mengunggah sebuah video. Di dalam video itu, ayah korban meminta bantuan keadilan kepada berbagai pihak, khususnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya orang tua korban pemerkosaan dan tindak kekerasan. Hukuman ini tidak sebanding dengan penderitaan dan akibatnya terhadap anak saya, trauma seumur hidup. Saya sebagai rakyat miskin, memohon keadilan kepada Bapak Presiden,” kata ayah korban.
“Bagaimana kalau anak Anda saja yang dirusak,” teriak ayah korban sambil menangis.
Dalam rangka mencari keadilan, korban dan orang tuanya akhirnya menemui Hotman Paris di Jakarta.
Menyoroti vonis 10 bulan penjara tersebut, Hotman Paris meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan upaya banding.
“Jadi, mohon Bapak Jaksa Agung perintahkan kepada Kejari dan Kejati Sumsel agar segera diajukan banding. Saya percaya sama Jaksa Agung, rakyat menanti uluran tangan Bapak Jaksa Agung,” kata Hotman di Instagram @hotmanparisofficial, Minggu (8/1/2023).
Menurut Hotman, meski vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa, hukuman tersebut dinilai masih belum memberikan keadilan bagi keluarga korban.
Kejagung menanggapi hal tersebut dengan menyampaikan hasil eksaminasi pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan atas vonis 10 bulan penjara itu. Kejagung meminta agar jaksa mengajukan banding karena vonis itu dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.
“Hasil eksaminasi menunjukkan surat tuntutan jaksa penuntut umum kurang mencerminkan dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat sehingga menimbulkan reaksi yang masif di berbagai platform media dan masyarakat, termasuk keluarga,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Senin (9/1/2023).
Tidak ada norma hukum yang dilanggar, kata Ketut, apabila jaksa penuntut umum melakukan upaya hukum banding dalam kasus itu. Meski vonis hakim lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Kejagung berharap, upaya hukum banding itu dapat memperberat hukuman para tersangka.
“Demi keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum berdasarkan hati nurani, diperintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk mengambil langkah strategis, yaitu upaya hukum banding dengan harapan hukuman dapat diperberat,” tandas Ketut.
Kajari Lahat dan jaksa penuntut umum dalam kasus itu pun dinonaktifkan dan tengah diperiksa saat ini. “Pejabat yang menangani perkara dimaksud (jaksa penuntut umum dan pejabat struktural) siang hari ini sudah diambil tindakan berupa penonaktifan sementara dari jabatan struktural ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan. Berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk mempermudah pemeriksaan kepada yang bersangkutan,” ucap Ketut.
Di antaranya Kajari Lahat, Kasi Pidum Kejari Lahat, kasubsi, dan jaksa penuntut umum yang menangani perkara itu. Juga jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejagung akan memeriksa para jaksa yang menangani kasus tersebut.
“Saat ini telah diserahkan ke Jamwas untuk dilakukan pemeriksaan penanganan perkara yang unprofessional tersebut,” ujarnya.
Penonaktifan sementara pejabat struktural Kejari Lahat dan jaksa penuntut umum yang menangani kasus ini dilakukan karena diduga ditemukan adanya penyalahgunaan wewenang.
“Ditemukan bahwa jaksa penuntut umum yang menangani perkara dan pejabat struktural di Kejaksaan Negeri Lahat tidak melakukan penelitian terhadap kelengkapan syarat formil dan kelengkapan syarat materiil, serta ditemukan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang,” jelas Ketut.
Editor: Rizki Audina/*