BICARAINDONESIA-Jakarta : Pemerintah DKI kembali menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar jilid dua atau PSBB pengetatan per Selasa (14/9).
Kebijakan ini diberlakukan selama dua pekan hingga 27 September 2020. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan, PSBB dijalankan dalam periode dua mingguan dan dapat diperpanjang.
Pada PSBB kali ini, pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas sosial, ekonomi, keagamaan, budaya, pendidikan. Pemerintah juga melakukan pengendalian mobilitas dan rencana isolasi terkendali.
Sejumlah sektor yang dilarang beroperasi atau ditutup secara penuh, meliputi sekolah dan institusi pendidikan, kawasan pariwisata dan taman rekreasi, taman kota dan RPTRA, sarana olahraga publik, dan tempat resepsi pernikahan.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta menekan kasus Covid-19 yang semakin tinggi, ACT berikhtiar mendampingi masyarakat prasejahtera di masa pembatasan sosial dengan terus menjalankan program kemanusiaan dalam bidang pangan, bantuan usaha, dan kesehatan.
Di awal pandemi Covid-19, ACT telah mendampingi masyarakat prasejahtera melalui program Operasi Makan Gratis (OPG) bersama rumah makan. Selain pangan, ACT juga bergerak di bidang kesehatan misalnya, distribusi APD, edukasi kesehatan, dan apresiasi untuk keluarga paramedis.
Menurut Sosiolog Syaifudin, pemberlakuan PSBB kedua DKI Jakarta ini turut berimplikasi pada keadaan sosial dan ekonomi masyarakat prasejahtera.
“Masyarakat prasejahtera ini banyak yang bekerja di sektor informal. Mereka menjual jasa atau berdagang yang bergantung pada pembelian masyarakat, dengan pemberlakuan PSBB, tentu akan mengurangi tingkat pendapatan mereka,” jelas Syaifudin.
Syaifudin melanjutkan, pada kondisi ini, lembaga swadaya nonpemerintah dapat berperan sebagai mitra pemerintah.
Menurutnya, lembaga kemanusiaan kredibel yang memiliki akses mengelola donasi publik dapat membantu pemerintah menstimulus bantuan sosial untuk mengurangi kerentanan sosial yang bisa terjadi saat PSBB jilid dua ini.
Lembaga sosial masyarakat yang berakuntabilitas dan memiliki visi sosial juga dapat menyalurkan bantuan sosial.
Hal ini, menurut Syaifudin, dapat mempercepat bantuan sampai ke masyarakat sekaligus membantu kinerja pemerintah yang tidak dipungkiri memiliki SDM terbatas.
Syaifudin menambahkan, lembaga swadaya masyarakat juga bisa mengambil peran mandiri.
“Melakukan penggalangan dana dari masyarakat yang kebetulan memiliki penghasilan ekonomi lebih atau tidak terlalu berdampak. Dana tersebut bisa dikelola melalui dana-dana filantropi dan bisa disalurkan untuk masyarakat terdampak pemberlakuan PSBB ini,” saran dosen UNJ itu.
Di sisi lain, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro, mengatakan angka kemiskinan akan terus naik hingga September 2020, di mana pada Maret 2020 angka kemiskinan telah meningkat menjadi 26,42 persen akibat dampak pandemi Covid-19.
Sementara itu, indikator lain juga mencatatkan penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan yang menggambarkan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan mengalami kenaikan dari 1,5 menjadi 1,61 poin.
Indeks keparahan kemiskinan yang mengukur ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin juga meningkat. Dari 0,36 poin menjadi 0,38 poin.
PSBB jilid dua juga menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku usaha kecil, salah satunya Tati Royati. Pengusaha roti skala rumahan itu mengaku, pekan ini ia dan komunitas usaha mikronya merencanakan pembukaan ruang pemasaran produk.
Selama PSBB kali ini, tempat tersebut harus ditutup dan Tati harus memasarkan produknya dari rumah lagi.
Sehingga, Tati memanfaatkan masa PSBB ini untuk mempromosikan usahanya secara daring.
“Alhamdulillah, saya langsung ada undangan untuk melatih pembuatan roti Kamis nanti melalui aplikasi. Semoga, perlahan tapi pasti produk saya tetap bisa diketahui masyarakat melalui proses ini,” cerita Tati.
Sejak awal pandemi Covid-19 lalu, ACT terus bergerak melakukan berbagai aksi kemanusiaan hingga bantuan modal usaha untuk pelaku usaha ultra mikro.
Hal ini terus dilakukan meskipun PSBB jilid dua kembali diberlakukan karena Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksi angka kemiskinan bakal kembali mengalami peningkatan pada periode September 2020.
Peningkatan angka kemiskinan akan sama seperti peningkatan jumlah penduduk miskin yang terjadi pada periode September 2019 hingga Maret 2020 lalu, yakni jumlah penduduk miskin naik 1,63 juta jiwa atau 0,56 persen selama pandemi.
Indef pun memperkirakan, dengan kenaikan jumlah penduduk miskin tersebut, angka kemiskinan Indonesia akan kembali double digit, yakni di kisaran 10,34 persen. Selanjutnya, di www.Indonesiadermawan.id
Editor : Abdi/Ril
No Comments