BICARAINDONESIA-Jakarta : Terus mencermati skandal Adani Group milik konglomerat India Gautam Adani, Mantan Meteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan fakta baru terkait gerak-gerik bisnis tersebut di Indonesia.
Melalui catatannya, yakni Disway, Dahlan mengungkapkan bahwa Adani kurang dikenal. Meskipun perusahaan itu memiliki usaha yang terkait dengan orang Indonesia. Misalnya, perusahaan batu bara milik Adani di Kaltim/Kaltara sangat besar, tetapi tidak sebesar Bayan Group.
Kemudian, salah satu nama anak perusahaan Adani Group mestinya juga sudah dikenal, yaitu Adani Wilmar. Perusahaan tersebut anak hasil merger antara Adani dan Wilmar.
“Namun, Wilmar tersebut bukan Wilmar perusahaan Indonesia, melainkan Wilmar Internasional,” tulis Dahlan, dikutip Selasa (14/2/2023).
Wilmar itu adalah sebuah perusahaan Singapura. Hanya saja, kebun sawitnya yang luas dan pabrik minyak gorengnya yang begitu banyak ada di Indonesia.
Gautam Adani saat ini sedang mempersiapkan diri untuk menyerang balik pihak yang telah menghancurkan harga saham perusahaannya. Diketahui, riset saham New York, Hindenburg Research, telah menghancurkan Adani Group dan melenyapkan pundi-pundi Adani senilai Rp1.800 dalam hitungan hari.
Dalam aksi serangan balik tersebut, Gautam Adani telah menunjuk pengacara termahal di Amerika, yaitu Wachtell Lipton. Pengacara tersebut merupakan kantor hukum terkemuka di New York. Wachtell, Lipton, Rosen & Katz.
Kini, Adani menyanggupi tantangan Hindenburg Research yang telah menyebut Adani Group melakukan manipulasi keuangan dan saham.
“Hindenburg, di New York, digolongkan perusahaan kecil. Nama Nathan juga bukan nama yang dikenal luas di pasar modal kecuali sekarang ini,” terang Dahlan.
Sebelum mengeluarkan hasil risetnya, Hindenburg melakukan short selling saham Adani. Dia meminjam saham dalam jumlah besar, dan akan mengembalikan pada saatnya. Saham pinjaman (dengan bunga) itu dijual ketika harga saham Adani masih baik. Lalu, dia mengumumkan hasil risetnya. Nama Adani jatuh. Reputasinya hancur. “Harga saham Adani jatuh. Tinggal separuh harga,” ucapnya.
Selain itu, Hindenburg juga membeli saham Adani dalam jumlah yang sama dengan yang ia pinjam dengan harga hanya separuh. Pinjaman saham itu pun ia kembalikan utuh. “Masih dapat uang begitu besar,” sebutnya.
Seperti diketahui, praktik short selling seperti itu tidak dilarang di New York, London, Hong Kong, dan Tokyo. Namun, dilarang di Singapura dan Indonesia.
“Sampai Jumat lalu, harga saham Adani masih belum membaik. Lembaga rating Amerika justru menurunkan Adani dari stabil ke negatif outlook,” imbuhnya.
Dahlan menyebut, Adani harus berjuang menyelamatkan perusahaan di dua arah sekaligus, secara keuangan dan hukum. Dalam memperbaiki keuangannya, Adani telah minta tambahan kredit dari bank milik negara (SBI) sekitar Rp 49 triliun. Deni untuk menyelamatkan perusahaan Grup Adani yang di Australia.
Editor: Rizki Audina/*