BICARAINDONESIA-Jakarta : Selama Presiden Rusia Vladimir Putin berkuasa, perang antara Rusia dan Ukraina akan memakan waktu yang lama. Perang itu disebut bisa terjadi selama 20 tahun.
Hal tersebut disampaikan oleh Analis Politik dan Sosiolog Perang Rusia Grigory Yudin. Katanya, itu erkait kampanye besar-besaran yang dilakukan rezim saat ini, yang diklaimnya sangat sentimen pada militer dan patriotisme.
“Cara hidup militer akan bertahan selama Putin dan timnya berada di Kremlin,” kata Yudin, dikutip AFP, Jumat (17/2/2023).
“Jika mereka tinggal di sana selama 20 tahun, Rusia akan berperang selama 20 tahun pula,” imbuhnya.
Menurutnya, Rusia di zaman Putin memang tengah mempersiapkan diri untuk “perang eksistensial yang besar”. Sistem pendidikan sedang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan itu.
“Kita berbicara tentang transformasi pendidikan yang radikal dan lengkap untuk memobilisasi pemuda Rusia untuk perang,” tegas Yudin.
“Saat ini, pendidikan (Rusia) memiliki dua fungsi, yaitu propaganda dan pelatihan militer dasar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yudin mengatakan bahwa hal itu terlihat dari munculnya kelas patriotisme. Dalam bahasa Inggris disebut “Important Conversation”. Pelajarannya menggabungkan revisionisme Perang Dunia II (PD2), nilai-nilai Rusia, dan narasi Kremlin tentang pasukan Moskow yang “melindungi” rekan senegaranya di Ukraina. Sekolah juga wajib memutar lagu kebangsaan dan mengibarkan bendera di tiap awal minggu.
Sejak September, Kementerian Pendidikan Rusia juga memperkenalkan semacam ekstrakulikuler penanganan senapan serbu dan granat di sekolah menengah hingga universitas. Sementara itu,di seluruh Rusia, anak sekolah juga didorong untuk mengirim surat kepada tentara Rusia di Ukraina dan membuat jaring kamuflase serta lilin untuk parit.
Kampanye besar-besaran pemerintah untuk meningkatkan patriotisme dalam masyarakat juga menargetkan orang dewasa. Papan reklame yang memanggil tentara Rusia dan huruf Z, simbol serangan Moskow, ada di mana-mana di seluruh negeri itu.
Putin telah memerintahkan pemutaran bioskop film dokumenter yang didedikasikan untuk serangan di Ukraina. Jurnalis militer yang bekerja untuk media pemerintah juga mendapatkan status selebritas, bahkan dipilih untuk duduk di Dewan HAM Kremlin.
Gereja juga disebut Yudin, tak lupus dari promosi kampanye. Gereja Ortodoks membangun kebanggaan tentang tentara yang berperang. Ini diperkuat dengan khotbah Kepala Gereja Ortodoks Rusia, Patriark Kirill.
Saat Putin mengumumkan wajib militer sebagian ke warga pria Rusia intuí menjadi tentara cadangan perang, ia menyebut kematian di Ukraina menghapus segala dosa.
“Ada pemuliaan perang dan unsur kultus pada kematian,” kata Yudin lagi.
Menurut peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace, Andrei Kolesnikov, perkembangan ini menunjukkan bahwa Rusia perlahan kembali ke totalitarianisme. Logika Kremlin, kata Kolesnikov merujuk ke “generasi mendatang harus patuh melaksanakan kehendak negara”.
“Ini bukan lagi hanya negara otoriter,” Kolesnikov memperingatkan.
Seorang pendukung Putin Nikolai Karputkin mengatakan dirinya mendukung “operasi militer khusus” di Ukraina. “Operasi militer” merupakan frasa resmi Kremlin untuk konflik tersebut.
“Kami berperang dengan Barat, dengan nilai-nilai Barat yang mereka coba terapkan pada kami,” katanya.
“Kita harus meningkatkan patriotisme. Ini adalah hal yang baik,” ujar pria 39 tahun itu.
“Kita harus mempertahankan nilai-nilai tradisional dan kedaulatan tanah air kita,” tandasnya.
Editor: Rizki Audina/*