BICARAINDONESIA-Medan : Maraknya aksi korupsi di tanah air, sepertinya tak terlepas dari keistimewaan yang bisa mereka peroleh dari aparat penegak hukum.
Misalnya saja yang kini dirasakan oleh 4 orang pegawai Bank Tabungan Negara (BTN) yang tersandung kasus korupsi miliaran rupian di bank plat merah tersebut.
Meski penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Pidsus Kejatisu) telah menetapkan mereka sebagai tersangka, keempatnya hingga kini masih bebas menghirup udara segar dan beraktivitas seperti biasa.
Yang lebih ‘sakti’ lagi, meski kasus ini sudah bergulir cukup lama, berkas perkara keempat tersangka belum juga di limpahkan Tahap II ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan.
Sementara 3 orang lainya yang bersamaan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Pidsus Kejati Sumut, sudah disidangkan dan divonis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Immanuel Tarigan SH. Bahkan kini ketiga terdakwa sedang melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Sumut di Medan dan kasasi ke Mahkamah Agung.
Menurut informasi yang berkembang seputaran 4 tersangka Korupsi Bank BTN Cabang Medan ini, kabarnya 3 tersangka diantaranta masih aktif bekerja menduduki jabatan baru di luar Sumatera, sedangkan satu tersangka lainnya dikabarkan sudah pensiun dari BTN.
Sebelumnya diketahui di pemberitaan sejumlah bahwa Kejatisu sudah menetapkan 7 tersangka dalam perkara dugaan Korupsi dalam pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) BTN Cabang Medan kepada PT. Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA ) senilai Rp39,5 miliar yang menjadi kredit macet, sehingga merugikan keuangan negara.
Namun hingga saat ini, Kejati Sumut hanya melimpahkan 3 tersangka dan menjalani persidangan di PN Medan hingga akhirnya vonis.
Ketiga tersangka tersebut, Mujianto selaku pemilik PT. ACR, Chanakya Suman Direktur PT KAYA dan Elviera selalu Notaris.
Sementara, Kasipidsus Kejari Medan saat dikonfirmasi melalui pesan singkat whatsapp terkait perkara Korupsi di BTN Cabang Medan yang merugikan keuangan negara Rp39,5 miliar membenarkan sampai saat ini belum juga dilakukan pelimpahan tahap II terhadap berkas perkara keempat tersangka.
Praktisi hukum Muslim Muis yang juga menjabat Direktur LBH PUSHPA pun angkat bicara. Secara tegas ia mengatakan bahwa hal ini merupakan preseden bagi penegakan hukum kita, dan merupakan kemunduran dalam penegakan hukum khususnya bagi Kejati Sumut.
Selain itu, kata mantan Wakil Direktur LBH Medan, ini juga memperburuk citra kejaksaan karena tidak ada kepastian hukum bagi para tersangka.
“Seharusnys, antara PT. KAYA selaku kreditur yang menerima kucuran dana KMK dari pemberi dana kredit Bank BTN Medan merupakan satu kesatuan dalam lingkaran dan rangkaian mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara yang tidak terpisahkan saling berkaitan,” tegasnya, Kamis (23/2/2023).
“Jadi sekarang ini yang disidangkan penerima dana kredit ( PT. KAYA ) si pemberi dana kredit Terdakwa Oknum BTN dimana…??? Kenapa belum juga dilimpahkan Tahap II. Sementara peristiwa kejadiannya saling berkaitan,” imbuh Muslim.
Dikatakan praktisi hukum kondang ini, sesuai pemberitaan media selama ini yang diketahui, Awalnya, PT KAYA mendapat fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sejak 27 Februari 2014 dari BTN Medan. Kredit diberikan untuk pembangunan proyek perumahan di Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Kredit ini diberikan dengan jaminan pokok berupa 93 sertifikat dan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut. Fasilitas KMK ini telah dipergunakan untuk pembangunan rumah di proyek tersebut.
“Lalu secara proporsional hasil penjualannya telah dipergunakan untuk membayar kewajiban kepada Bank BTN,” kata dia.
Sehingga, sejumlah unit rumah telah dibangun dan sisa pokok fasilitas pinjaman KMK PT KAYA sudah berkurang lebih dari 50 persen.
Fasilitas kredit yang disalurkan kepada PT KAYA adalah sebesar Rp39,5 miliar. Namun sisa kredit macet bukanlah sebesar RP39,5 miliar, tetapi sebesar Rp14,7 miliar (kewajiban pokok). Sebab, sebelumnya sudah ada pembayaran pokok kredit yang dilakukan oleh PT KAYA sekitar Rp24 miliar.
Tapi kemudian, fasilitas kredit PT KAYA menjadi bermasalah karena adanya penggelapan 35 sertifikat pada saat proses balik nama dan pengikatan hak tanggungan. Sehingga kolektibilitas alias status kredit PT KAYA menjadi macet sejak 29 Januari 2019.
Akibatnya, Bank BTN melaporkan penggelapan tersebut ke Kepolisian. Termasuk dalam upaya melakukan gugatan perdata kepada para pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, Bank BTN akan bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sementara itu, proses penyidikan atas kasus ini sudah berjalan. Kala itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumatera Utara, Sumanggar SH. Kasipenkum Sumanggar saat itu menyebutkan, PT KAYA mengajukan kredit Rp 39,5 miliar.
“Penyidik telah memeriksa puluhan saksi,” kata dia pada Juni 2021.
Dikatakan Sumanggar saat itu menyebut PT KAYA mengajukan jaminan 93 Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB atas nama PT ACR. Dalam pengajuan 93 SHGB, yang diagunkan hanya 58 SHGB dan telah dilakukan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). Sedangkan, 35 SHGB dijual kepada orang lain tanpa seizin BTN Medan,” jelas Sumanggar.
Editor : Teuku/*