BICARAINDONESIA-Medan : Dari total 2,5 juta jiwa penduduk Kota Medan, hingga kini tercatat sudah 96,77 persen yang tercover Universal Health Coverage (UHC). Artinya, masih ada 90.000-an jiwa yang belum mendapatkan hak tersebut.
“Target di Pusat untuk tahun 2024, target itu harus mencapai 98 persen. Jadi, untuk Medan butuh sekitar 30.000 lagi agar target 98 persen itu tercapai,” kata Kabag Kepesertaan BPJS Kesehatan Medan Supriyanto pada Seri Diskusi dengan topik Masyarakat Bertanya BPJS Menjawab yang difasilitasi Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Jumat (12/5/2023).
Dalam kegiatan yang berlangsung di Kantor Ombudsman Sumut Jalan Sei Besitang, Medan itu, hadir sebagai narasumber Kabag Kepesertaan BPJS Kesehatan Medan, Supriyanto, dan Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan dr Suci.
Turut pula hadir Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, Kedan Obudsman dan para jurnalis.
Supriyanto mengatakan dari seluruh kabupaten/kota di Sumut masih 10 kabupaten/kota yang sudah menyandang UHC. Sedangkan daerah lainnya masih berbenah.
“Mudah-mudaha bisa mengikuti daerah yang sudah UHC,” katanya.
Adapun 10 daerah yang sudah menyandang UHC itu menurut dia, antara lain Tebingtinggi, Batubara, Sibolga, Nias secara keseluruhan dan Pakpak Bharat.
Supriyanto mengatakan, sejak tahun 2004, pemerintah Indonesia telah berupaya untuk membentuk suatu sistem jaminan kesehatan yang mencakup seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satu usaha yang ditempuh adalah dengan menggalakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS.
Karena itu, pihaknya selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat terutama peseta BPJS Kesehatan.
Dari diskusi itu, banyak peserta yang mengeluhkan buruknya pelayanan yang diberikan rumah sakit bagi peserta BPJS. Antara lain soal batasan rawat inap yang hanya dibolehkan maksimal lima hari oleh pihak rumah sakit.
Di mana pasien rawat inap disuruh pulang meski kondisi pasien masih lemah. Dan, disuruh kembai lagi (opname) setelah sehari pulang ke rumah.
Kemudian, pemeriksaan laboratorium yang tidak dicover BPJS. Ada juga soal faskes baik klinik maupun puskesmas yang sulit mengeluarkan rujukan untuk melakukan pemeriksaan lebih akurat ke rumah sakit.
Menjawab hal itu, Supriyanto mengatakan, para peserta BPJS Kesehatan boleh mengadu apabila pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit tidak maksimal.
Untuk pasien rawat nginap yang kondisinya belum sembuh namun sudah disuruh pulang, menurut Supriyanto, pasien boleh menolaknya.
“Pasien boleh menghubungi pihak BPJS sebelum menyetujui untuk pulang. Boleh melalui layanan WhatsApp (WA) ataupun datang langsung ke Kantor BPJS Kesehatan di Jalan Karya, Medan,” jelasnya.
Sedangkan untuk faskes yang tidak memberikan layanan yang baik, Supriyanto juga mengatakan, peserta BPJS boleh pindah faskes.
“Tidak boleh ada penolakan Rumah Sakit dan Puskesmas terhadap pasien yang terdaftar di BPJS dan harus memberikan pelayanan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri. Tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya.
“Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Ombudsman bebas dari campur tangan kekuasaan,” kata Abyadi.
Ia juga mengatakan diskusi seri ini akan terus berlanjut dengan lembaga ataupun institusi pemerintah yang berhubungan dengan pelayanan terhadap masyarakat.
“Minggu lalu diskusi kita gelar bersama PDAM Tirtanadi dan Pemko Medan yang mengeluarkan program Wali Kota Medan, yakni Berobat dengan KTP. Ombudsman ingin masyarakat bisa mendapatkan jawaban dan kemudahan dari sistem pelayanan di pemerintahan,” kata Abyadi.
Editor : Ty/*