BICARAINDONESIA-Medan : Perkara dugaan pelecehan seksual di PLN UP3 Rantauprapat, mulai menjadi sorotan. Apalagi kasus ini seolah sengaja ditutupi oleh pihak tertentu, meski akhirnya terbongkar setelah beberapa bulan pasca kejadian.
Nyaris senyap, karena para korban yang merupakan Srikandi PLN, tak kunjung melaporkannya kepada pihak berwajib. Faktor ketakutan, atau khawatir mencuatnya aib dan demi menjaga nama baik perusahan, belakangan menguat. Apalagi terduga pelaku berinisial RS, adalah pimpinan para korban yang menduduki posisi strategis.
Pengamat hukum Dr Sayed Faisal, SH, MH menuturkan, berdasarkan kaca mata hukum, kasus dugaan pelecehan seksual tersebut jelas merupakan delik biasa atau yang biasa disebut pidana umum (pidana murni).
Dalil yang menguatkannya, kata Sayed, pemberitaan yang berimbang di media hingga akhirnya menjadi konsumsi publik yang perlu ditelusuri kebenarannya.
“Atas dasar untuk menjaga kondusifitas di tengah masyarakat atas dugaan kasus tersebut, polisi berhak turun tangan melakukan penyelidikan awal,” terang Sayed saat dikonfirmasi, Selasa (27/2/2024).
Menurutnya juga, kasus pelecehan seksual ini bukanlah delik aduan tapi tergolong dalam delik biasa. Artinya polisi bisa memproses hukum tanpa perlu ada pengaduan dari pihak-pihak yang secara khusus disebutkan oleh undang-undang.
“Pasal 285 KUHP adalah termasuk delik biasa. Karenanya, polisi dapat memproses kasus perkosaan tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban dan siapa pun yang mengetahui adanya tindak pidana boleh melakukan proses pelaporan. Dan polisi berhak melakukan pemanggilan untuk klarifikasi saksi sebagai langkah awal,” sebutnya.
Sayed juga sangat memahami alasan pihak PLN tidak menempuh jalur hukum terkait kasus pelecehan tersebut. Karena dasar hukum pidana mendahulukan kepentingan korban, terutama dalam kasus pelecehan yang sangat sensitif.
“Memang, untuk memproses sebuah kasus harus adanya persetujuan korban, meskipun tidak wajib, namun harus memikirkan kepentingan dan kemauan korban. Hal ini dikenal dengan istilah Viktimologi. Meskipun tidak menempuh jalur hukum karena permintaan korban, sanksi administrasi dan etik tetap berjalan. Kalau saya mengusulkan pemecatan secara tidak hormat ke pusat,” tegasnya.
Di samping itu, lanjutnya, dalam kasus di PLN ini juga dalam dalil hukum dijelaskan, jika pelaku kekerasan seksual adalah pemilik perusahaan, jajaran pengurus perusahaan, atau jabatan yang dalam struktur perusahaan adalah atasan korban, Pasal 15 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memperberat ancaman pidana penjara dan denda, ditambah sepertiga.
Sementara itu, Ketua Srikandi PLN UID Sumut Yessi Indra saat dikonfirmasi mengaku bahwa saat ini pihaknya masih terus melakukan penyelidikan, mendukung pihak kepatuhan PLN Pusat yang sudah turun tangan.
“Hal ini penting dilakukan. Apalagi yang awalnya kami dengar korbannya satu orang, sekarang seperti isu yang beredar, jumlahnya dikabarkan ada 3 orang. Ini juga menjadi fokus yang sedang kami telusuri.” terang Yessi, Selasa (27/2/2024).
Terkait korban, perempuan yang juga menjabat sebagai Manajer PLN UP3 Padangsidimpuan ini juga aktif melakukan pendampingan para korban, khususnya mereka yang kini masih bekerja di jajaran PLN UID Sumut.
“Kami akan melakukan konseling terhadap korban yang sangat memungkinkan mengalami trauma dan gangguan psikis atas tindak kejahatan yang mereka alami,” tutupnya.
Seperti diketahui, bau busuk lagi-lagi tercium dari PLN UP3 Rantauprapat. Kasus yang selama ini ditutup rapat-rapat, belakangan justru menyengat. Tak tanggung-tanggung. Bukan menyangkut kinerja, tapi kali ini mengenai moral dan etika seorang pimpinan terhadap bawahan.
Hal itu pula yang kabarnya dilakukan seorang oknum pejabat PLN di unit tersebut berinisial RS terhadap perempuan yang tercatat sebagai srikandi PLN. Terduga pelaku pun semakin bebas berbuat karena korban merupakan anak buahnya.
Bukan hanya satu orang. Karena kemungkinan merasa sebagai atasan, terduga pelaku semakin leluasa. Berhembus kabar, korbannya sebanyak 3 orang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, ketiga korban masing-masing berinisial RA, DRL dan RNS. Peristiwa itu kabarnya terjadi di tahun 2023. Anehnya, pasca kejadian, justru para korban yang dimutasi.
Diawali dengan dimutasinya RA pada Oktober 2023 lalu ke PLN UID WRKR. Kemudian RNS dimutasi ke PLN ULP Porsea. Terakhir giliran DRL dimutasi pada awal Februari 2024 lalu ke PLN ULP Helvetia.
Terkait hal ini, Manajer PLN UP3 Rantauparapat Sendy Rudianto mengakui hal tersebut, meski kasusnya masih dalam penyelidikan.
“Untuk ybs msh dlm proses investigasi kebenaranny.. korban dimutasi untuk beri rasa aman bang. biar enak dlm kerja,” ungkap Sendy saat dikonfirmasi via pesan singkat whatsapp, Senin malam (26/2/2024).
“Untuk kebenaranny msh dlm proses,” imbuhnya lagi.
Penulis/Editor : Tim