BICARAINDONESIA-Manggarai: Salah satu pemilik lahan sekaligus tokoh adat di daerah Pocoleok, Kecamatan Satar Mesi, Kabupaten Manggarai, NTT adalah Keluarga Wajong. Menurutnya, bahwa mayoritas masyarakat setempat telah sepakat dan mendukung proyek geothermal Pocoleok dalam konsultasi publik yang diadakan sebelumnya.
Tapi halangan terus terjadi. Mereka mengungkapkan adanya provokasi dari sekelompok kecil masyarakat yang justru tak tercatat sebagai pemilik lahan.
“Ada provokasi dari sebagian kecil masyarakat yang bukan pemilik lahan,” ujar keluarga Wajong seraya menegaskan bahwa dukungan untuk proyek ini datang dari pemilik lahan yang sah.
Kondisi menjadi semakin tegang setelah insiden teror dan perusakan rumah warga yang mendukung proyek geothermal terjadi. Salah satu pemilik lahan mengungkapkan,
“Kami mengalami teror berupa perusakan rumah. Ini membuat kami merasa terancam. Kesaksian ini menegaskan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berusaha memicu konflik demi kepentingan mereka sendiri,” tuturnya.
Apalagi Pemerintah Daerah berperan sebagai koordinator dan Ketua Tim Persiapan Pengadaan Lahan, telah mengikuti seluruh tahapan sesuai dengan peraturan dalam penerbitan dokumen Penetapan Lokasi (Penlok).
Proses tersebut mencakup sosialisasi awal, konsultasi publik, inventarisasi lahan, serta kolaborasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda). Semua langkah ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan.
Media lokal, seperti Floresa, juga menjadi sorotan karena dinilai memperkeruh suasana dengan pemberitaan sepihak.
“Pemred Floresa bekerja untuk kepentingan provokasi dan pemberitaan satu arah,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya.
Ahang, seorang jurnalis yang memahami dinamika di lapangan menambahkan babwa wartawan di Floresa tidak menunjukkan etika jurnalistik yang seharusnya mereka lebih memilih berita sensasional yang menguntungkan pihak tertentu daripada menyajikan informasi yang berimbang.
Pada hari pertama aksi demonstrasi, kelompok demonstran menutup jalan umum, memaksa pihak kepolisian untuk memutar arah sebagai upaya pendekatan humanis. Di hari kedua, demonstran semakin memperburuk situasi dengan menutup akses menuju lahan milik warga yang sah.
Keluarga Wajong kembali menegaskan bahwa provokator di balik aksi ini termasuk JPIC SVD dan Pater Simon, yang dianggap menggerakkan masyarakat non-pemilik lahan untuk melakukan demonstrasi. Tindakan ini memperburuk situasi dan menimbulkan ketegangan antara warga yang mendukung proyek geothermal dan para demonstran.
Dari pihak PLN, dijelaskan bahwa proses pengadaan lahan tahap pertama telah berjalan dengan baik. “Kami sudah melakukan pengadaan lahan (tahap 1) dan pendekatan sejak tahun 2022, termasuk melalui adat dan gereja,” terang perwakilan PLN. Sejak tahun 2022, PLN telah melakukan berbagai pendekatan kepada masyarakat adat, tokoh gereja, dan pemimpin setempat untuk memastikan proyek ini mendapatkan dukungan dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Sebagai penutup, Kornelius Wajong menyampaikan pesan penting bahwa kemajuan daerah tidak boleh terhambat oleh provokasi yang tidak bertanggung jawab.
“Daerah kita butuh listrik dan kemajuan. Jangan sampai kita terprovokasi oleh segelintir pihak yang tidak memiliki kepentingan sah,” ujarnya.
Editor : Ty/*