BICARAINDONESIA-Jakarta : Langkah Airlangga Hartarto yang secara tiba-tiba mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar, masih menyisakan teka-teki dan terus mendapat perhatian publik hingga para tokoh serta pengamat.
Mediator dan Alumnus Magister Resolusi Konflik UGM, Dina Hidayana salah satunya, yang turut menyoroti peristiwa politik yang dianggap ganjil tersebut.
“Tidak ada pilihan bagi para kader Partai Golkar untuk segera melakukan salutogenesis, yakni mencegah, memperkuat dan menyembuhkan berbagai penyakit yang mendera untuk menghasilkan kesehatan parpol yang optimal,” ungkap Dina di Jakarta, Sabtu (17/8/2024).
Hal itu, dikatakan Dina, seiring dengan beredarnya video pengunduran diri Airlangga Hartarto secara mendadak pada Minggu, 11 Agustus 2024 lalu
“Partai politik (Parpol) di Indonesia memiliki tantangan dan tanggung jawab yang tidak mudah ditengah berbagai persoalan internal yang mendera dan dinamika global yang semakin sulit diprediksi,” kata Dina Hidayana.
Akan tetapi, lanjutnya, soal berbagai kritik terkait eksistensi dan kemanfaatan partai politik di Indonesia menjadi pemandangan sehari-hari yang dilayangkan oleh publik.
Bahkan, kata dia, mereka terus mempertanyakan kemerosotan yang serius dalam beberapa dekade terakhir.
Di mana kecenderungan sistem Pemilu beberapa fase terakhir dianggap membuka kerentanan demokrasi hingga mengikis nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Degradasi parpol dikhawatirkan bermuara pada masifnya kepemimpinan transaksional nir visi dan minim kualitas yang membahayakan bangsa dalam jangka panjang. Kekuatan Parpol berpotensi semakin lemah dalam mengagregasi kepentingan, men-deliberasi kebijakan dan mengkomunikasikan secara efektif tujuan bersama apabila tidak ada aksi progresif,” ujar wanita politisi muda Partai Golkar ini.
Selain itu, Dina juga mengingatkan bahwa pembenahan partai politik merupakan tugas bersama, yang tidak bisa dibebankan pada aktivis dan kader parpol semata.
Karenanya, tugas mengawasi kinerja partai politik juga menjadi tanggung jawab masyarakat secara luas.
“Parpol menjadi hulu strategis lahirnya pemimpin-pemimpin bangsa di semua tingkatan dan elemen trias politica yang pada akhirnya sangat menentukan kualitas bangsa dan generasi masa depan. Karenanya, tidak ada alasan bagi masyarakat awam sekalipun untuk mengabaikan peran dan eksistensi parpol,” beber Dina yang juga srikandi asli Solo itu.
Ditanya soal eksistensi kepartaian, Dina menyinggung soal keberadaan Partai Golkar sebagai salah satu Parpol besar yang sangat penting dan bersejarah.
Lanjutnya menjelaskan, bahwa partai Golkar Lahir di tahun 1964 dari proses kolaborasi berbagai kekuatan, yang dikenal dengan Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar.
“Sampai saat ini (Partai Golkar) terus berkomitmen mengawal Pemerintahan yang sah. Kehandalan Golkar dan kader-kadernya telah teruji, bukan saja dalam menjalankan fungsi pemerintahan namun juga dalam menghadapi berbagai tekanan eksternal dan konflik internal,” ungkap Dina.
Keterpurukan Indonesia dalam zona kemiskinan akut dan hiper inflasi mencapai 600% di tahun 1963-1965 era demokrasi terpimpin, berhasil diatasi berkat kepiawaian Partai Golkar, terlepas dari berbagai kekurangan yang melekat di masa itu.
Bahkan, sekalipun berkali-kali mengalami friksi dan disharmoni kepemimpinan, Golkar terus melaju sebagai pemenang pemilu, terakhir di Pemilu 2024 posisi kedua nasional.
Karena itu, Dina akui dirinya tidak meragukan kepiawaian Partai Golkar dalam mengatasi berbagai persoalan internal.
“Salutogenesis, karenanya perlu dilakukan untuk memastikan Partai besar ini tidak terus turbulensi dan kehilangan marwahnya. Golkar dalam jasanya di sepanjang perjalanan bangsa perlu dipertahankan sebagai historical or heritage party. Soliditas, kesadaran kolektif dan visi bersama menjadi kuncinya, selain tentunya peran aktivis dan masyarakat sipil sebagai party watchdog,” pungkas Dina.