BICARAINDONESIA-Samosir : Dengan menggandeng Pengurus Daerah Ikatan Wartawan Online (IWO) Samosir serta Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), Warkop Jurnalis Reborn menggelar Diskusi Publik di Puro Kafe, Pangururan, Kabupaten Samosir Sumatera Utara, pada Kamis besok (10/8/2023).
Diskusi Publik yang pertama kali digelar oleh Warkop Jurnalis ini diselenggarakan guna memberikan masukan positif kepada penyelenggara dan peserta pemilu serta seluruh masyarakat Samosir.
“Diskusi Publik ini mengambil tema DCS dan Potensi Masalah Pemilu 2024 di Samosir dengan narasumber Ketua KPU Samosir serta Nasib Simbolon sebagai praktisi dan peserta pemilu selama ini di Samosir,” ujar Ketua Panitia Pandang Simbolon kepada wartawan, Rabu (9/8/2023).
Menurutnya, Pemilihan umum (pemilu) 2024 yang diselenggarakan, merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Penyelenggaraan pemilu dan pilkada secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas,” jelas Pandang Simbolon yang didampingi Sekretaris Panitia Suntama Simbolon.
Pria berprofesi sebagai jurnalis ini juga mengatakan banyaknya potensi masalah pada Pemilu 2024 nanti bukan hanya menjadi beben penyelenggara saja tapi menjadi tugas seluruh stakeholder dan masyarakat Samosir.
“Kini, kita telah memulai Tahapan Pemilu 2024. Pelaksanaan pemilu serentak di Tahun 2024 masih menggunakan UU Pemilu yang menjadi dasar pelaksanaan Pemilu 2019. Berdasarkan pengalaman pemilu di tahun 2019, terdapat beberapa problem yang harus diantisipasi dengan memperbaiki atau menyempurnakan regulasi untuk Pemilu 2024. Namun, kita ketahui bersama, belum ada revisi yang dilakukan untuk mengantisipasi dan mencegah kelemahan dan permasalahan yang akan timbul pada pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator JaDI Samosir Fernando Sitanggang, SH, MH mengatakan terdapat beberapa problem utama dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang perlu diantisipasi.
“Problem pertama yaitu Keabsahan syarat formil Daftar Calon Sementara (DCS), yang kedua adalah beratnya tugas dan beban teknis dari penyelenggara baik dari tingkat pusat sampai ketingkat ad hoc serta integritas dan independensi calon penyelenggara Pemilu baik KPU Samosir maupun Bawaslu Samosir periode 2023-2028 dan yang terakhir adalah persoalan Money Politik yang masih secara tegas terjadi di Samosir,” tegasnya.
Beberapa problem tersebut akan coba dibahas pada diskusi Publik nanti dengan mengaitkannya dengan perangkat solusi dari aspek regulasi.
“Dalam pemilu sendiri akan terdapat pasangan calon presiden dan wakilnya 575 anggota DPR, 2.207 anggota DPRD Provinsi; 17.610 anggota DPRD Kabupaten/Kota; dan 136 anggota DPD dan untuk tingkat Kabupaten Samosir, Pemilu sudah diselenggarakan sebanyak 3 kali yaitu sejak 2009 sampai dengan 2024 mendatang untuk memilih 25 Anggota DPRD Samosir dari 4 Daerah Pemilihan di Kabupaten Samosir.
Menurutnya, sampai saat ini, KPU Samosir tidak secara gamblang mengumumkan para calon sementara anggota DPRD Samosir yang akan bertarung pada Pemilu 2024 nanti.
“KPU Samosir juga masih sangat tertutup kepada media terkait tentang keabsahan syarat formil yang diajukan oleh seluruh partai politik ke KPU sehingga media sulit untuk memberitakan karakteristik calon yang diajukan oleh para partai politik sehingga seakan-akan membiarkan rakyat Samosir memilih calonnya ibarat memilih kucing dalam karung?” tanya Fernando Sitanggang.
Beban Tugas Penyelenggara Pemilu
Salah satu unsur kesuksesan pemilu tak lepas dari peran penyelenggara pemilu. Dalam UU Pemilu disebutkan disebutkan bahwa penyelenggara pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ketiga lembaga tersebut merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggara dengan porsi tugas yang berbeda.
Terdapat perbedaan peranan antara penyelenggara. KPU memiliki fungsi sebagai pelaksana teknis tahapan pemilu. Bawaslu memiliki fungsi pengawasan dari semua pokok tahapan, dimana yang diawasi mulai dari peserta pemilu, masyarakat maupun penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU.
Sementara DKPP, memiliki fungsi menjaga etika penyelenggara pemilu baik KPU atau Bawaslu. Hal tersebut dilakukan agar penyelenggara pemilu terjaga integritasnya dan dipercaya masyarakat. Kode etik sebagai salah satu cara menjaga etika kita sebagai penyelenggara pemilu.
Penyelenggara pemilu diharapkan bisa melaksanakan dan menyelenggarakan Pemilu 2024 dengan baik, profesional, berintegritas dan transparan. Harus diakui penyelenggara pemilu akan menghadapi banyak kerumitan dalam Pemilu 2024. Kerumitan yang dimaksud, yaitu beban kerja akan meningkat.
Persoalan independensi hasil seleksi Timsel KPU dan Bawaslu Samosir periode 2023-2028 juga patut dipertanyakan? Dari mulai rekam jejak netralitas calon penyelenggara, kesehatan yang baik sampai kepada keterwakilan perempuan.
Pemilu 2019 juga diklaim sebagai pemilu yang damai, tetapi memakan korban jiwa, dengan meninggal dunianya para petugas karena kelelahan. Kondisi kelelahan ini sebetulnya bukan hanya dialami petugas dan penyelenggara, tetapi juga oleh para pemilih.
Ada beberapa masalah yang timbul dan yang harus dievaluasi bersama. Pertama, terkait dengan beban tugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Mereka sudah bekerja sejak H-3 tiada henti sampai larut malam, bahkan sampai pagi. Kerja-kerja KPPS mulai dari mengedarkan surat pemberitahuan kepada pemilih, membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS), sampai dengan penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara dengan banyaknya jenis surat suara (5 jenis pemilihan),” urainya.
Alhasil, lanjutnya, fakta tersebut membuat mereka kelelahan dan ada yang sampai tak mampu menyelesaikan pengisian Formulir C1 atau salah melakukan pengisian. Bahkan lebih buruk lagi, ada yang jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia.
Praktik Politik Uang di Samosir
Praktik Money Politic atau politik uang, hingga kini secara tegas terjadi di setiap perhelatan demokrasi di Samosir, baik itu Pemilu maupun Pilkada. Bagaimana pola peserta pemilu menghilangkan praktek ini atau palin tidak meminimalisir hal tersebut?
“Kita berharap, regulasi dalam hal ini PKPU disertai komitmen penyelenggara dan peserta pemilu mampu membuka pintu solusi bagi permasalahan-permasalahan dalam Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Niscaya, pemilu akan semakin demokratis, sehat dan bermartabat,” tandas Fernando.
“Selamat berpartisipasi dalam Diskusi “DCS dan Potensi Permasalahan Pemilu 2024 di Samosir” yang diselenggarakan oleh Publik Warkop Jurnalis Reborn bekerjasama dengan IWO Samosir dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI),” tutupnya.
Editor : Ty/*