BICARAINDONESIA-Jakarta : Sebanyak dua kontainer daging kerbau asal Malaysia disita polisi. Penyitaan itu dilakukan usai Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareksrim Polri membongkar ekspor ilegal daging kerbau dari Malaysia.
Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengungkap, ekspor ilegal daging kerbau ini tidak disertai dengan dokumen-dokumen yang sah. Pelaku juga menyertakan keterangan muatan yang berbeda dengan isinya.
“Penyelundupan daging kerbau ilegal dengan menggunakan dokumen sertifikat Kesehatan Ikan dan Produk Perikanan Domestik (SKIPP) dengan memberikan keterangan bahwa komoditas tersebut adalah cumi, namun berbeda dengan isi muatan yang ada di dalamnya berupa daging kerbau bermerk ALANA yang berasal dari Malaysia (ilegal),” ujar Whisnu dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023), dikutip dari detikcom.
Pelaku, kata Whisnu, menyelundupkan daging kerbau tersebut melalui jalur darat dan laut. Daging kerbau dari Malaysia diselundupkan ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Daging kerbau ilegal asal Malaysia ini rencananya akan diedarkan di wilayah DKI Jakarta.
“Daging kerbau ilegal ini diselundupkan dalam kontainer yang dimiliki oleh PT HJ lalu diseberangkan dengan kapal MAREMAS VOY 77 dari Pelabuhan Pontianak menuju Jakarta menggunakan surat Kesehatan ikan dan produk perikanan domestic (SKIPP) untuk diedarkan di wilayah DKI Jakarta,” imbuhnya.
Dalam kasus ini, penyidik Subdit I Dittipidekus Bareskrim Polri telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka. Ketiganya yakni E, E, dan M.
Selain itu, penyidik juga melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 5 unit ponsel, surat permohonan sewa kontainer atas nama ES, PPK SKIPP DOMESTIK atas nama M No: 000791 dan 000791, SKIPP DOMESTIK P8/K1-D2/11.0.01/XII/2022/000796 KOMODITAS CUMI, SKIPP DOMESTIK P8/K1-D2/11.0.01/IXX/2022/000791 KOMODITAS CUMI, BILL OF LADING PNK 1022122000017, dan 2 kontainer daging ilegal yang berisikan 1.426 karton daging kerbau merk Allana (India-Malaysia).
“Untuk pasal yang dipersangkakan yaitu Pasal 263 KUHP tentang surat palsu, 266 KUHP tentang keterangan palsu dalam surat, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pemberantasan TPPU,” pungkasnya.