x

Besok Bakal Naik, Berapa Harga Pertalite Mulai 1 September?

4 minutes reading
Wednesday, 31 Aug 2022 01:46 0 326 admin

BICARAINDONESIA-Jakarta : Berdasarkan kabar yang beredar, pengumuman kenaikan harga BBM akan dilakukan hari ini, Rabu (31/8/2022) dan mulai berlaku 1 September besok.

Isu kenaikan harga Pertalite dan Solar pun menjadi perhatian utama pada hari ini. Pemerintah memastikan harga bensin subsidi jenis Pertalite dan Solar akan mengalami kenaikan.

Hal tersebut dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjawab pertanyaan di forum RSIS Distinguished Public Lecture: Indonesia, Singapore, ASEAN and The New Lansdscape, seperti dikutip Selasa (30/8/2022).

“Jadi kami sekarang berencana untuk menyesuaikan harga [BBM],” kata Airlangga dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan.

“Dan kami telah mengeluarkan, juga untuk mendukung kemampuan dan warga yang membutuhkan, jaminan sosial. Jadi kita merilis program untuk jaminan sosial dan ketika sebanyak 40% warga yang membutuhkan dukungan telah didukung, kami akan menyesuaikan harga dari minyak,” jelasnya.

Informasi yang diterima, kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi ini akan diumumkan pada 31 Agustus ini, dan harga baru kedua BBM tersebut akan berlaku pada 1 September 2022 ini.

“Pada hari Senin (29/8/2022) akan ada rapat lanjutan mengenai tindak lanjut rapat-rapat sebelumnya,” ungkap sumber tersebut kepada CNBCIndonesia, Sabtu (27/8/2022).

Sementara itu, dari sumber tersebut juga, kemungkinan kenaikan harga BBM Pertalite di SPBU Pertamina masih akan berada di bawah Rp10.000 per liter dengan range kenaikan Rp1.000 sampai Rp2.500 dari harga yang saat ini Rp7.650 per liter.

“Kemungkinan di bawah Rp 10.000/liter,” kata sumber tersebut.

Jika melihat ke belakang, sejak era Presiden SBY hingga Jokowi, BBM subsidi dinaikkan sebanyak 4 kali.

SBY menaikkan sebanyak 3 kali, sementara Jokowi sekali di 2014 saat pertama kali menjabat sebagai RI 1.

Pada 2005 lalu, SBY menaikkan BBM subsidi sebanyak dua kali, pada Maret sebesar 29% dan pada Oktober sebesar 114%.

Kemudian pada Mei 2008, pemerintah kembali menaikkan BBM sebesar 28% pada Mei 2008. Sebelum selesai menjabat dua periode, SBY juga menaikkan BBM sebesar 30% pada Juni 2013.

Jokowi yang mulai menjabat menjadi presiden sejak Oktober 2014 langsung menggebrak dengan menaikkan BBM sebesar 34%. Yang menarik, IHSG saat itu terus menanjak.

Memang saat itu ada istilah Jokowi Effect. Kemenangan Jokowi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 disambut euforia di pasar finansial Indonesia.

Saat kenaikan BBM era SBY, IHSG cenderung berfluktuasi. Pada 2013, IHSG malah jeblok dari 5.200, hingga sempat menyentuh kisaran 4.000.

Tetapi patut diingat, ada faktor lain yang membuat IHSG jeblok, salah satunya isu tapering bank sentral AS (The Fed) yang baru pertama kali mencuat.

Kemudian di 2008, lagi-lagi IHSG jeblok dan lagi-lagi ada faktor lain yang mempengaruhi, yakni krisis finansial global.

Nah, di 2005 pergerakannya sedikit berbeda. SBY menaikkan BBM sebanyak dua kali, pada Maret IHSG mampu melesat setelahnya. Sementara pada Oktober justru merosot.

Jika dilihat kinerja sepanjang tahun, saat kenaikan BBM di 2005, IHSG tercatat menguat lebih dari 16%. Di 2008 ambrol lebih dari 50%, sekali lagi ada faktor krisis finansial global, dan di 2013 turun 1%, juga ada faktor isu tapering.

Pada 2014, IHSG sukses menguat lebih dari 22%.

Berbeda dengan IHSG, rupiah cenderung terpuruk saat harga BBM dinaikkan. Maklum saja, inflasi jadi ikut terkerek, nilai mata uang pun tergerus.

Jika harga Pertalite hari ini dinaikkan menjadi Rp10.000/liter atau sedikit di bawahnya, artinya kenaikannya dari harga saat ini sebesar 30%. Berkaca dari 2013 dan 2014, saat pemerintah menaikkan harga BBM Premium sekitar 30%, nilai tukar rupiah merosot, sebab inflasi melesat ke atas 8%.

Di akhir Oktober 2014, sebelum kenaikan BBM Premium, rupiah berada di kisaran Rp12.080/US$ kemudian terus melemah hingga menyentuh Rp12.930/US$ pada pertengahan Desember. Pelemahannya tercatat lebih dari 7% dalam satu setengah bulan.

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% year-on-year (yoy). Rupiah pun terus mengalami pelemahan hingga menembus ke atas Rp10.000/US$. Pelemahan rupiah diperparah dengan isu tapering The Fed.

Pada 2008, BBM dinaikkan Mei, tidak lama berselang rupiah melemah sekitar 1,7%. Sementara di 2005 saat dua kali kenaikan, rupiah merespon berbeda. Kenaikan pertam direspon dengan merosot 5,9%, sementara yang kedua malah menguat 6,5%.

Jika dilihat sepanjang tahun, setiap terjadi kenaikan BBM rupiah selalu tercatat melemah. Pada 2005 pelemahannya sekitar 6%, dan 2008 sebesar 15,5%.

2013 lebih parah lagi, rupiah jeblok lebih dari 26%, sekali lagi karena ada isu tapering The Fed. Terakhir 2014, pelemahan rupiah tipis 1,8%.

Editor : Teuku/*

No Comments

Leave a Reply

LAINNYA
x