BICARAINDONESIA-Jakarta : Peringatan terhadap naiknya atau pemanasan suhu muka air laut (El Nino) pada semester II—2023 telah dikeluarkan oleh BMKG. Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan mengatakan, ada peluang kemunculan El Nino di semester kedua dengan intensitas lemah.
“Hingga pertengahan tahun 2023, kondisi musim di Indonesia dalam keadaan normal. Artinya, La nina telah berakhir, El nino belum muncul. Pada semester II, ada peluang muncul El Nino dengan intensitas lemah,” kata Dodo, Kamis (2/3/2023).
Dodo memprediksi, kekuatan El Nino di tahun ini tidak akan separah pada tahun 2015 maupun 2019. “Diprediksi, tahun 2023 El Nino lemah, tidak separah 2015 ataupun 2019,” ujarnya.
Namum, tetap ada kemungkinan El Nino kuat muncul. Dampak apabila El Nino kuat muncul, kata Dodo, yaitu kemarau panjang hingga mengakibatkan kekeringan di seluruh area pertanian dan hutan. Dalam kondisi kering, jika aktifitas pembukaan lahan dilakukan dengan cara membakar, akan sangat berisiko terjadi kebakaran yang luas dan tidak terkendali, apalagi di lahan gambut.
“Lesson Learn 2015, jadikan informasi dari BMKG sebagai peringatan dini (Early Warning), seperti peringatan akan terjadinya El Nino. Jikalau digunakan sebagai peringatan dini, informasi tersebut akan menjadi langkah pencegahan (Early Action) oleh para pemangku kepentingan,” terangnya.
“Kalau sudah kadung kejadian, alias tidak memperhatikan early warning, maka terjadilah seperti 2015. Penanggulangan yang sudah kadung terjadi, jauh lebih sulit daripada pencegahan. Dari pelajaran 2015 juga sekarang, jabatan di TNI/POLRI jadi taruhan terkait Karhutla,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Dodo mengatakan upaya antisipasi El Nino yang dapat dilakukan pemerintah ialah meniadakan gap antara early warning dengan early action. “Ini upaya pencegahan,” tuturnya.
Dalam konteks kebencanaan, ada kelompok pemerintah yang berada di hulu, yaitu pemberi peringatan dini, termasuk kelompok pemerintah di BMKG. Ada juga kelompok pemerintah yang berada di sisi hilir, yaitu kelompok pemerintah yang meneruskan informasi peringatan dini untuk segera melakukan aksi dini agar bahaya dapat dicegah ataupun diminimalisir. Termasuklah BNPB dan pemerintah daerah.
Kelompok hulu biasa disebut juga sebagai sisi struktur, bagaimana membangun dan memberikan EWS dengan baik. Sementara itu, kelompok hilir biasa disebut sebagai sisi kultur atau bagaimana membangun masyarakat waspada, sadar, dan tanggap bencana.
Editor: Rizki Audina/*