BICARAINDONESIA-Jakarta : Seruan boikot sejumlah produk atau merek global yang pro terhadap Israel masih menggema. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa yang intinya haram mendukung agresi Israel ke Palestina baik langsung maupun tidak langsung, seperti membeli produk Israel maupun pendukungnya.
Ekonom dari Institute for Development Economics and Finance (INDEF) mengatakan, sejauh ini metode boikot bisa efektif menekan berbagai penjualan. Sebab, omzet atau pendapatan kotor perusahaan tersebut bisa berkurang.
“Cara boikot produk yang berhubungan dengan suatu negara memang efektif untuk membuat perusahaan tersebut terdampak, minimal pendapatan kotornya menjadi menurun,” ujar Nailul dalam pernyataannya, Minggu (12/11/2023).
Tak hanya itu, boikot juga dianggap bisa membuat citra dari produk perusahaan global tersebut negatif di mata publik. Hal itu berpotensi mengganggu permintaan pasar terhadap produk yang dihadirkan perusahaan.
Di tengah persoalan tersebut, momentum ini dilihat Nailul bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM untuk menarik masyarakat yang menggaungkan boikot. Produk UMKM bisa menjadi substitusi berbagai produk global yang diduga terafiliasi atau mendukung Israel.
“Substitusi produknya menjamur dan bahkan ada yang dari lokal UMKM. Jadi boikot ini juga seharusnya dibarengi dengan penggunaan produk dalam negeri, khususnya produk UMKM,” ungkapnya.
Senada, Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Benny Soetrisno juga mengatakan bahwa seruan boikot merek global yang pro Israel bisa memberikan kesempatan untuk produk lokal tumbuh signifikan.
“Kalau untuk jangka panjang dan adanya keikutsertaan masyarakat secara masif atas fatwa MUI tersebut, maka akan memberikan kesempatan industri barang dalam negeri tumbuh secara signifikan,” kata Benny.
Kendati demikian, jika seruan boikot berlangsung dalam jangka waktu panjang, Benny melihat kemungkinan berbagai merek global Pro Israel di Indonesia bisa tumbang. Hal itu bukan tidak mungkin akan menyebabkan maraknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kalau berlangsung panjang dan masif bisa terjadi PHK dan pindah ke industri domestik atau lokal,” pungkas dia.