x

Cela Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Peraturan Pemerintah No.23/2018

5 minutes reading
Wednesday, 15 Nov 2023 15:43 0 454 admin

BICARAINDONESIA-Medan : Apakah yang dimaksud dengan Tindak Pidana Pencucian Uang?

 Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan kejahatan yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis kejahatan pada umumnya, terutama kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal namun kejahatan ganda.

Tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau dalam istilah lain disebut money laundering, bukanlah hal baru dalam dinamika hukum. Secara umum pengertian pencucian uang adalah perbuatan menyembunyikan atau menyembunyikan asal usul kekayaan melalui suatu transaksi dan berpura-pura bahwa kekayaan itu diperoleh sah secara hukum atau disahkan oleh pemerintah (yuridis).

Perbuatan money laundering ini tergolong kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang harus dicegah dan ditanggulangi, karena peredarannya dapat merugikan masyarakat dan negara.

Uang “kotor” yang dalam istilahnya dirty money, dapat berupa uang yang didapat dari tindak pidana seperti penyelundupan, penjualan obat-obat terlarang, korupsi, penyuapan dan tindak pidana lainnya (predicate crime).

Sutan Remy Sjahdeini memberikan pengertian : Pencucian uang atau money laundering adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukan uang tersebut kedalam sistem keuangan (financial system), sehingga uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal (R. Wiyono, 2014).

Lesli, S.E

Di Indonesia sendiri perbuatan pencucian uang dianggap sebagai perbuatan pidana yang diancam dengan sanksi pidana melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU 2002), yang efektif berlaku sejak tanggal 17 April 2002.

Tindak pidana pencucian uang (TPPU) merupakan kejahatan yang lahir dari kejahatan asalnya (predicate crime). Tindak pidana pencucian uang merupakan muara dari beberapa tindak pidana lain. TPPU berbeda dengan tindak pidana lain yang terdapat dalam Undang-undang pidana. Perbedaanya terletak pada tindak pidana asal (predicate crime), yang mendahului terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang. Harta kekayaan yang digunakan pelaku TPPU merupakan hasil dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang – undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana. Dalam Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang dapat dilihat dalam Pasal 3, 4, dan 5. Pasal 3 Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menentukan: “setiap orang yang menempatkan, dalam mewujudkan perbuatan pencucian uang, pelaku tindak pidana pencucian berusaha sedapat mungkin untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang yang mau dicuci.

Oleh para pakar dibagi dalam 3 (tiga) Langkah tahapan, yaitu sebagai berikut:

  1. Tahapan Penempatan (Placement)

Uang yang dihasilkan dari suatu tindak pidana /kejahatan diubah ke bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempataan pada system keuangan dengan berbagai cara. Akhirnya, uang itu satu langkah lebih jauh dari asal illegalnya.

 

  1. Tahapan Pelapisan (layering)

Pada tahap ini, pelaku pencucian uang berusaha mengurangi dampak jejak diatas kertas asal mula uang tersebut sesuai namanya, lapisan transaksi berupa unit-unit permukaan atau mekanisme transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit dilacak asal muasal dana tersebut dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana pencucian uang.

 

  1. Tahap Penggabungan (Intergration)

Jika pada tahap penepatan dan pelapisan telah berhasil diselesaikan, pelaku akan berusaha menggabungkan kembali dana yang dicuci dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku, mekanisme integrasi menggunakan instruksi finansial atau penyedia jasa keuangan dan alat yang sama yang digunakan dalam tahap-tahap lainnya. Pada tahap ini, pelaku pencucian perlu membuat dana tersebut seperti sah asalnya.

Mengapa PP No.23/2018 dapat menjadi cela dalam TPPU ?

Dalam PP ini disebutkan bahwa wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (l) merupakan: salah satunya adalah wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud adalah sebesar 0,5 % (nol koma lima persen). Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud yaitu paling lama 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi.

Bagaimana seorang yang telah melakukan tindak pidana pencucian uang bermain – main dengan PP No.23/2018?

Sebagai contoh Seseorang yang telah melakukan tindak pidana pencucian

uang dalam sindikat kartel narkoba. Uang kertas dari hasil penjualan obat terlarang tersebut telah digunakan untuk membuka beberapa deposito dan tabungan secara bersamaan: penggunaan uang tunai dalam pembukaan rekening (Placement).

Kemudian melakukan transfer dana ke beberapa negara tax heaven , Cayman Island (Layering).

Pada akhirnya pelaku mengalirkan dana tersebut untuk mendirikan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) warung Kopi dengan 10 cabang tersebar dibeberapa daerah. Dalam kegiatan usahanya untuk penjualan diwarung kopi tidak ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam penjulan kopi ataupun makanan di warung kopi tersebut kepada pembeli. Seolah dari hasil usaha ini, pelaku mendapatkan profit yang legal. Dengan kecerdiknya pelaku sebagai UMKM, yang mana secara aturan perpajakan dibebankan pajak final sebesar 0.5% dari total penjualan di warung kopinya selama 7 tahun berturut-turut.

Atas dasar kegiatan yuridis inilah aparat penegak hukum akan sangat sulit melakukan tracebility mengungkap kegiatan tindakan pidana pencucian uang karena dari sisi perpajakan tidak ada faktor masukan dan faktor keluaran.

Disinilah PP No.23/2018 menjadi rentan dijadikan penghilang jejak atas tindakan kriminal TPPU yang telah dilakukan. Pelaku dengan mudahnya menikmati hasil kejahatannya selama 7 tahun secara legal dan membuka warung kopi dengan nama yang lain secara terus menerus.

Saran dari penulis :

Pemerintah hendaknya mengkaji Kembali PP no.23/2018 tentang pemberlakuan pajak final 0.5% terhadap UMKM dengan penjualan bruto sama dengan atau dibawah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dikarenakan dapat dijadikan cela oleh pelaku TPPU untuk menghilangkan jejak kejahatannya.

Penulis : Lesli, S.E

Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

LAINNYA
x