BICARAINDONESIA-Jakarta : Buntut dari wacana reshuffle kabinet di akhir masa jabatan Presiden Jokowi, PDIP dan NasDem semakin memanas. Kedua partai itu saling debat usai PDIP meminta 2 menteri NasDem mundur.
PDIP kerap meminta agar 2 menteri dari Partai NasDem untuk dievaluasi. Mereka ialah Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Bahkan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyarankan kedua menteri itu untuk mengundurkan diri, tidak hanya sekadar dievaluasi. Djarot menyampaikan hal itu karena kedua pos menteri tersebut merupakan mitra komisinya, yakni Komisi IV DPR.
“Karena saya di Komisi IV, saya sampaikan bahwa menteri pertanian dan menteri kehutanan KLH itu perlu dievaluasi. Terkait misalnya, kita sudah berusaha menjadi negara swasembada pangan, menjadi negara dengan kedaulatan pangan, tetapi ternyata produksi masih tidak mencukupi,” kata Djarot, Selasa (3/1/2023).
Kemudian, Djarot pun menyinggung keputusan Partai NasDem yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres usungannya di 2024. Menurutnya, NasDem akan menghargai sikap Jokowi, jika betul menterinya terkena reshuffle.
“Ada beberapa alasan kenapa Menteri Pertanian, menteri LHK perlu dievaluasi. Juga terkait dengan Partai NasDem yang sudah mendahului mendeklarasikan calon presidennya,” ujarnya.
Dia meminta menteri-menteri NasDem agar mengundurkan diri karena menduga ada ketidakcocokan mereka dengan kebijakan Jokowi.
“(Alasan dorong menteri NasDem di-reshuffle) Satu, (karena) kinerjanya. Dua, termasuk partainya. Kalau memang gentle betul sudah seperti itu, akan lebih baik, untuk menteri-menterinya mengundurkan diri. Itu lebih gentle. Ya, sebab apa? Sebab ternyata mungkin agak tidak cocok dengan kebijakan Pak Jokowi. Termasuk yang disampaikan adalah sosok antitesis Pak Jokowi,” lanjut Djarot.
Partai NasDem lantas buka suara merespons pernyataan Djarot. Sekjen NasDem Johnny G Plate menyinggung politisi rasa presiden yang terkesan bisa memengaruhi hal (hak prerogatif presiden).
“Terlalu banyak politisi saat ini yang merasa seolah-olah jadi Presiden dadakan dan mencoba mengatur prerogative rights Presiden. Enggak usahlah itu, tidak perlu membuat ruang publik dan diskursus politik menjadi bising yang tidak bermanfaat,” ujarnya.
Menurut Johnny, lebih baik semua pihak fokus pada pembangunan nasional. Serta bergotong royong menghadapi tantangan global.
“Saat ini lebih baik fokus pada penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional yang membutuhkan stabilitas politik, soliditas nasional dan kegotong-royongan bangsa. Untuk menghadapi tantangan yang besar akibat perubahan situasi geopolitik global,” ujarnya.
Lebih lanjut, menkominfo ini menyebut pihak bising tidak memberikan dukungan ke pemerintah, bahkan hanya mengganggu jalannya pemerintahan.
“NasDem bukan desertir politik dan akan terus berpolitik secara rasional dan realistis. Yang buat bisin, sama dengan tidak memberikan dukungan pada pemerintah dan bahkan dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan,” ucap Johnny.
Selain Sekjen NasDem, elite lainnya juga menanggapi Djarot. Ketua DPP NasDem Effenndy Choirie atau Gus Choi menilai Djarot seperti mabuk karena memaksa dua menteri NasDem mundur.
“Djarot mungkin baru minum pil apa, ya? Kok, seperti mabuk. Maksa-maksa menteri NasDem mundur. Soal menteri, hak prerogatif Presiden,” kata Gus Choi, Rabu (4/1/2023).
Gus Choi lantas menyarankan Djarot untuk minum obat yang menyehatkan fisik sehingga tidak terkesan menyimpan dengki.
“Minum obat yang menyehatkan fisik, pikiran, dan hati. Hindari makan obat yang bikin hati dan pikiran kemrungsung, hasud, dengki pada tetangga,” ujarnya.
Sejauh ini, Gus Choi menilai dua menteri NasDem yang disinggung Djarot itu memiliki kinerja yang baik. Kapasitas pribadi keduanya juga tak kalah dengan menteri lain.
“Kinerja menteri-menteri NasDem top semua. Kapasitas pribadinya juga enggak kalah dengan menteri-menteri lain,” ujar Gus Choi.
Editor: Rizki Audina/*