BICARAINDONESIA-Tapanuli Tengah : Seorang ibu rumah tangga, Nikmal Pasaribu, Warga Hajoran, Kab. Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, mengaku kecewa karena produk herbal jenis jamu yang baru dibelinya bernama Temu Putih (Curcuma Zedoaria) itu, ternyata sudah habis masa berlaku konsumsinya alias kedaluarsa.
“Saya baru pesan, beberapa hari lalu, dan mereka kirim via JNE, setelah barang sudah sampai ketangan saya, ternyata usai saya baca, expirednya sudah habis masanya,” ucap Nikmal kesal saat ditemui dikediamannya, Senin (16/11/2020).
Dikatakannya, obat herbal ini dipesannya sebanyak 3 botol, dari Perusahaan CV Griya An-Nur yang beralamat di kota Bekasi, Jawa Barat melalui kerabatnya yang berada di Jakarta, dengan harga Rp60 ribu per botol dan setiap satu botol berisi 50 butir kapsul.
Obat herbal itu temu putih ini, kata Nikmal, merupakan jenis kapsul untuk mengobati penyakit kanker dan asam urat.
“Ya, saya pesan sebanyak 3 botol, melalui rekan saya disana, saya transfer uangnya ke bank BRI, dan obat ini isinya sebanyak 50 kapsul per botolnya, kawan saya juga disana (Jakarta), tidak melihat masa ekspirednya, setelah sampai disini baru ketahuan, bahwa masanya disitu tertulis sudah habis yaitu tanggal 25/01/2020, atau sudah lewat 10 bulan,” imbuhnya.
Diterangkannya, bahwa dalam kasus ini, seharusnya pihak perusahaan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen, sebab telah melanggar regulasi perlindungan konsumen yang tertuang dalam Pasal 8 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
“Seharusnya memang begitu, ada sanksi yang harus diterima oleh perusahaan, tapi saya hanya menunggu kepastian dulu dari teman saya yang berada di Jakarta, biar dia yang akan menanyakan ke pihak perusahaan, bagaimana solusinya,” tandas Nikmal.
Selanjutnya, dalam undang-undang Konsumen menjelaskan, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa, tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”), barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Berkaitan dengan kedaluwarsanya suatu barang, salah satu perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, khususnya terkait produksi dan perdagangan barang/jasa, menurut Pasal 8 ayat (1) huruf g UU Perlindungan Konsumen, yaitu tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
Ancaman pidana bagi pelaku usaha yang melanggar larangan tersebut berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
“Ya walaupun regulasi dibuat sebagai perlindungan konsumen, kenyataannya ada saja pengelola yang tidak bijak. Produk yang sudah kedaluarsa terkadang masih dipajang dalam display barang yang dijual. Bagi konsumen yang tidak teliti akan salah ambil, seperti yang saya alami ini, saya tidak tau sebelumnya, karena prodak yang di jual padaku masih dalam kotak, setelah sampai disini baru saya buka,” tukasnya.
Untuk saat ini, kata Nikmal, dirinya tetap akan menunggu kabar dari temannya di Jakarta. Dirinya juga menyebut, antara pembeli produk dan penjual harus sama-sama saling membutuhkan. Maka harus dibangun niatan saling menguntungkan, bukan merugikan. Selanjutnya penjual mendapatkan bayaran, sementara pembeli mendapatkan barang.
Penjual harus jujur dalam menampilkan display barang. Pembeli pun menjaga ketertiban saat berbelanja. Harapannya kedepan, hendaknya setiap konsumen bisa lebih teliti dalam membeli barang, apalagi produk yang jelas dikonsumsi.
Penulis : Benny
Editor : Yudis
No Comments