BICARAINDONESIA-Jakarta : Para dokter Indonesia mengeluhkan sulitnya mendapatkan atau memperpanjang izin praktik. Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono merespons hal itu. Dia menegaskan, proses perolehan Surat Izin Praktik (SIP) untuk dokter akan ikut diatur dalam RUU Kesehatan.
dr Dante menjelaskan, seorang dokter bisa mengeluarkan uang sebanyak Rp6 juta untuk mengurus pembuatan dan perpanjang SIP. Ia berharap, hal ini nantinya bisa dirombak sehingga proses perolehan SIP tak sesulit sekarang.
“Butuh Rp6 juta untuk 1 dokter spesialis. Bayangkan kalau ada 77 ribu dokter spesialis, maka ada setriliun untuk perizinan saja di dokter spesialis. Ini harus direformasi, harus diubah sehingga para dokter mudah dalam mengurus perpanjangan Surat Izin Praktik (SIP),” ungkapnya, Kamis (16/3/2023).
“Bagaimana caranya? Mengembalikan tusi tersebut kepada pemerintah. Sebab selama ini, yang membuat sisi itu menjadi sulit adalah banyaknya rekomendasi yang harus didapatkan para dokter untuk memperoleh SIP,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wamenkes juga menyoroti pentingnya peningkatan jumlah dokter di Indonesia bersamaan dengan RUU Kesehatan. Ia menyebut, di antara total hampir 280 juta jiwa penduduk di Indonesia, hanya tersedia 77 dokter spesialis.
“Salah satu reformasi yang harus dilakukan adalah meningkatkan jumlah kuota penerimaan dokter yang belajar di perguruan tinggi. Serta membuat dokter yang cukup untuk pelayanan masyarakat,” beber Wamenkes.
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, pihak Perhimpunan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) mengeluhkan sulitnya untuk mendapat izin praktik. Sekjen PDSI Erfen Gustiawan mengatakan, ketentuan rekomendasi organisasi profesi untuk mendapatkan SIP sebaiknya ditiadakan.
IRUU Kesehatan Omnibus Law, kata Erfen, harusnya tidak lagi mencantumkan kewenangan organisasi profesi tunggal. Karena tidak ada satu pun organisasi profesi di dunia yang kini menjadikan rekomendasi sebagai salah satu syarat izin praktik dokter.
“Makanya kalau di luar, orang-orang bilang PDSI saingan, profesi saingan, kami tidak setuju, karena kami tidak mau bersaing. Bersaing dalam hal wewenang seperti negara? Kami tidak mau. Jadi, kami berharap tidak ada organisasi profesi yang masuk,” bebernya, Rabu (15/3/2023).
Editor: Rizki Audina/*