BICARAINDONESIA-Medan : Advokasi menjadi salah satu hal yang semestinya dipahami setiap jurnalis. Terlebih, hingga kini tindak kekerasan terhadap profesi ini masih kerap terjadi. Sedangkan perlindungan hukum bagi jurnalis dinilai masih minim.
Menilik dari situasi itu, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan sebagai salah satu organisasi profesi jurnalis, menggelar kegiatan pelatihan advokasi pada Jum’at, 19 Maret 2021 lalu di sekretariat PFI Medan, Jalan Melinjo Raya, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan.
Untuk mengefektifkan materi kegiatan, PFI Medan pu menggandeng Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Namun sebagai bentuk patuh akan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19, jumlah peserta pelatihan hanya dibatasi 15 peserta. Lalu para peserta diberikan pemahaman soal advokasi untuk pendampingan kasus-kasus yang menimpa jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistiknya. Karena jurnalis masih menjadi kelompok yang rentan mendapatkan tindakan kriminalisasi, intimidasi hingga kekerasan dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
Ketua PFI Medan Rahmad Suryadi menjelaskan, potensi jurnalis menjadi korban tindakan kriminalisasi masih tinggi. Sehingga para jurnalis, harus memiliki bekal pemahaman yang kuat untuk meminimalisir potensi menjadi korban. Selain jurnalis memang dituntut benar-benar profesional dalam menjalankan profesinya sebagai penyampai pesan.
Jika pun harus menjadi korban, para jurnalis harusnya punya langkah langkah yang bisa ditempuh untuk mendapatkan keadilan. Salah satunya melalui cara advokasi. Sehingga sudah semestinya para jurnalis memahami seluk beluk advokasi.
Salah satu contoh yang dipaparkan Rahmad misalnya, saat meliput unjuk rasa, para pewarta foto biasanya berada di garis depan untuk mengabadikan momen. Saat terjadi kericuhan, situasi memanas. Para pewarta foto yang sigap langsung mengabadikan momen. Saat itu juga risiko bagi pewarta foto menjadi korban kriminalisasi juga meningkat.
“Kita bisa saja dikriminalisasi oleh massa atau bahkan oknum aparat yang tidak suka diabadikan saat melakukan penanganan massa. Kasus ini sudah sangat sering terjadi di Medan,” ujar Rahmad, °Ahad (21/3/2021).
Rahmat juga berharap, kelas pelatihan advokasi bisa rutin digelar. Sehingga para jurnalis bisa memiliki pemahaman yang mumpuni dalam advokasi.
“Kalau kita sudah punya pemahaman yang sama soal advokasi, maka ke depan jika ada kasus-kasus pelanggaran yang menimpa para jurnalis terkait kerja-kerja jurnalistiknya, kita bisa langsung memberikan pendampingan jika korban berkenan,” ujar Rahmad.
Rahmad mengapresiasi KontraS Sumut yang berkenan berbagi ilmu soal advokasi. Rahmad pun mengakui selama ini KontraS adalah organisasi yang fokus pada advokasi kasus-kasus yang ada di tengah masyarakat. Khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan aparat penegak hukum.
Sementara itu, Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam Lubis juga mengapresiasi para peserta pelatihan. Amin melihat, ada semangat dan kemauan yang kuat dari para pewarta foto untuk memahami soal advokasi.
Dalam pelatihan itu Amin menyampaikan banyak pemahaman soal advokasi. Namun yang menjadi catatan penting, advokasi membutuhkan konsistensi dan tanggung jawab. Karena, tak jarang advokasi mengahbiskanwaktu yang tidak sebentar. Sehingga begitu menguras energi baik dari sisi korban ataupun advokat yang mendampingi.
“Dalam advokasi, konsistensi ini yang harus tetap ada. Sehingga komitmen dalam pendampingan juga terjaga. Satu lagi yang tak kalah penting adalah soal tanggung jawab dalma melakukan advokasi,” ujar Amin.
Amin pun mengatakan, KontraS siap menjadi mitra PFI Medan dalam memberikan pemahaman terkait advokasi atau pun diskusi terkait hukum lainnya. Amin berharap, pelatihan advokasi ini bisa menjadi langkah awal untuk mencetak para jurnalis yang melek hukum.
“Intimidasi dan kasus kekerasan memang menjadi risiko para jurnalis. Sehingga para jurnalis harus punya bekal pemahaman.
Editor : Ika Lubis/rel
No Comments