BICARAINDONESIA-Jakarta : Masyarakat Indonesia semakin banyak melirik transportasi yang lebih ramah lingkungan, khususnya di segmen mobil pribadi. Dari ragam kendaraan ramah lingkungan yang ditawarkan, mobil hybrid masih jadi yang terlaris daripada mobil listrik.
Padahal, pemerintah memberikan keringanan lewat insentif untuk electric vehicles (EV), agar pertumbuhannya lebih pesat. Guyuran insentif itu mulai dari penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pembebasan bea balik nama kendaraan (BBN) hingga tarif satu persen pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi keistimewaan mobil listrik.
Tak hanya itu, industri baterai dan mobil EV juga diberi keringanan insentif. Selain mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak, langkah Ini dikejar demi target ambisius Net Zero Emission (NZE) 2060.
Sayangnya belum banyak orang Indonesia yang langsung loncat ke EV. Selain karena harga jual, infrastruktur pengisian ulang yang masih jarang, terutama di daerah-daerah non perkotaan menjadi faktor mobil listrik belum diminati.
Dari target yang sudah dicanangkan. Transisi industri otomotif dari mobil konvensional langsung ke mobil listrik disebut masih menantang.
Secara spesifik soal target kuantitatif roadmap kendaraan listrik berbasis baterai sudah dimuat dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28 Tahun 2023 yang membahas Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Dalam beleid tersebut produksi mobil listrik ditargetkan bisa tembus 400 ribu unit dan sepeda motor listrik 6 juta unit pada 2025. Produksinya meningkat pada tahun 2030, diharapkan bisa mencapai 600 ribu unit mobil listrik dan 9 juta unit sepeda motor listrik. Tahun 2035, Indonesia diproyeksikan sudah memproduksi 1 juta unit mobil listrik dan 12 juta unit sepeda motor listrik.
Jika dibandingkan dari sisi penjualan, mobil jenis hybrid masih mendominasi. Jumlahnya naik signifikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun 2020, penjualan mobil hybrid hanya menyentuh 1.191 unit. Kemudian di tahun 2021 meningkat menjadi 2.472 unit dan di 2022 peningkatannya lebih signifikan lagi, yakni mencapai 10.344 unit.
Lalu pada tahun 2023, mobil hybrid kian diminati. Otomatis pangsa pasarnya juga meningkat. Tercatat sepanjang tahun 2023, distribusi mobil hybrid secara wholesales mencapai 54.179 unit.
Di sisi lain permintaan mobil listrik juga meningkat cukup tajam. Terlihat tren mobil listrik di Indonesia mulai terlihat pada tahun 2020. Pada tahun tersebut, ada 125 unit mobil listrik berbasis baterai yang terdistribusi. Kemudian di 2021, jumlahnya meningkat meski tak sebanyak mobil hybrid, yakni mencapai 687 unit.
Peningkatan signifikan baru terjadi pada tahun 2022. Peningkatannya lebih dari 10 kali lipat mencapai 10.327 unit. Tahun 2023, distribusi mobil listrik naik lagi tercatat sebanyak 17.051 unit.
Kontribusi kendaraan elektrifikasi terhadap keseluruhan penjualan mobil di Indonesia memang belum besar namun terus meningkat. Untuk periode year to date Juni 2024, 9,3 persen mobil yang dijual di Indonesia merupakan kendaraan elektrifikasi. Sedangkan 90,7 persen sisanya adalah mobil bensin.
Lantas kenapa emisi hybrid bisa lebih baik dari mobil listrik untuk saat ini?
Keunggulan mobil listrik bisa buat udara perkotaan yang bersih dari emisi gas buang. Namun sumber pembangkit listrik Indonesia mayoritas masih mengandalkan batubara. Namun karena pembangkit yang belum ramah lingkungan, manfaat dari mobil listrik tidak akan memiliki efek penurunan emisi yang signifikan.
“Kalau dari studi kami sendiri, pertama kami melihat HEV ini punya potensi yang besar untuk mengurangi gas rumah kaca dan konsumsi. Kalau bauran pembangkit listrik kita seperti saat ini (60 persen masih batubara). HEV ini lebih bersih dibandingkan listrik yang full (battery). Itu lebih bersih,” jelas Dr. Alloysius Joko Purwanto, Energy Economist dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), dikutip dari detikoto, Rabu (6/11).
“Karena istilahnya emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan listrik itu terutama di pembangkit begitu besar,” sambungnya.
Joko mengatakan, jika 2050 sampai 2060 bauran kita masih 60 persen batubara, EBT kita masih di bawah 20 persen lebih baik menggunakan HEV daripada BEV.
“Hybrid saja daripada mobil listrik yang full EV,” kata Joko.