BICARAINDONESIA-Jakarta : Jaksa Agung ST Burhanuddin secara marathon terus mengungkap berbagai kasus tindak pidana korupsi. Salah satunya kasus Jiwasraya.
Kendati demikian, dalam penanganan perkara, jajarannya diminta untuk komitmen dan konsisten, guna mengantisipasi adanya ‘cawe-cawe’ yang mencederai wajah intitusi Kejaksaan Agung tersebut.
Koordinator Jaksa Watch Indonesia (JWI) Haris Budiman melihat jika ada oknum jaksa atau mantan jaksa bahkan pengacara yang bermain-main dalam kasus ini, hendaknya diusut dan dibongkar tuntas pasalnya hak ini sudah menjadi perhatian publik.
“Soalnya, sejak awal kasus ini heboh dan ditangani di Pidsus Kejagung, diharapkan tidak ada upaya permainan untuk memblejeti kinerja Kejaksaan Agung, yang tujuannya untuk kembali menghancurkan reputasi dan juga proses penanganan perkara korupsi di Institusi Adhyaksa itu,” ucap Haris, Kamis (11/6/2020).
Haris menilai sejak kasus mega skandal Korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ditangani gedung bundar, hingga memasuki persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat (PN Jakpus) nampaknya ada yang grasak-grusuk pengusutan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya itu.
“Heboh, dan tidak sedikit pihak yang mencoba menyusupi proses penyidikan. Mulai dari oknum jaksalah, mantan jaksalah, pengacara hitamlah, dan pihak-pihak dari para terdakwa yang berkepentingan menghancurkan proses pengusutan perkara korupsi ini di Kejaksaan Agung. Bahkan, memasuki persidangan pun, diduga ada upaya permainan itu,” tutur Haris.
Ditekankan Haris, pola dan proses intervensi maupun upaya menjegal pengusutan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu pun sangat kasat mata. Sebagai contoh kata dia, Mantan Wakil Jaksa Agung ikut turun mendampingi tim Kuasa Hukum di antara para terdakwa itu.
“Coba, pikir saja sendiri. Mantan Wakil Jaksa Agung yang setelah pensiun membuka kantor pengacara, masuk mengawal proses penyidikan kliennya ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung,” ungkap Haris.
Bukan hanya itu, lanjutnya, sejumlah pengacara, juga masuk diduga bagian cawe-cawe dalam penanganan kasus megaskandal korupsi perusahaan plat merah itu.
Tentu saja, lanjutnya lagi, pihak-pihak dari perusahaan-perusahaan yang terjerat kasus ini, juga melancarkan sejumlah upaya untuk mengotori proses penyidikan hingga proses penuntutan, bahkan hingga proses putusan nantinya di Pengadilan.
“Intinya, kita mau ingatkan Kejaksaan Agung agar tetap komitmen dan konsisten mengusutnya hingga tuntas. Jangan mau diintervensi. Jika ada oknum jaksa, oknum mantan jaksa, oknum pengacara, atau oknum siapapun itu, hendaknya segera dibersihkan dari proses-proses ini,” ujar Haris.
Haris juga mengingatkan, jika selama ini ada permainan kotor dalam pengusutan atau penanganan kasus korupsi di Kejaksaan Agung, hendaknya ditindaklanjuti, dan ditindaktegas.
Saat ini, katanya, Institusi Kejaksaan sedang berupaya mati-matian memulihkan dan membersihkan nama baiknya melalui kinerja pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Maka, hendaknya konsisten dan jangan biarkan Institusi Adhyaksa dikotori oleh para mafia hukum, makelar kasus atau mafia peradilan.
“Ini pertaruhan institusi loh. Rakyat Indonesia menyaksikan ini semua. Nama besar Kejaksaan Agung dan nama baik Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Burhanuddin dipertaruhkan di kasus ini. Saat ini, Kejaksaan Agung masuk dalam posisi enam besar institusi yang bersih dan memberikan pelayanan terbaik. Jangan sampai ini hancur lagi karena adanya ketidakkomitmenan atau adanya dugaan permainan kotor dalam pengusutan megaskandal korupsi ini loh,” tandas Haris Budiman.
Terpisah, Koordinator Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (Forum DKI) Bandot DM menilai, Jaksa Agung Burhanudin tergolong beruntung.
“Jadi langkah dan upaya dia untuk melakukan pembersihan internal kejaksaan pun ditunggu oleh publik. Langkahnya, mulai membubarkan Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) meski kontroversial, namun mendapat apresiasi. Tapi, sayangnya tidak ada tindak lanjut,” nilai Bandot.
Kini, Burhanuddin sebagai Nahkoda Kejaksaan Agung harus bisa membawa kapal besar ini melintasi badai untuk kembali merebut citra dan apresiasi masyarakat, lebih penting lagi, mengembalikan marwah Kejaksaan Agung sebagai satu-satunya lembaga Penuntutan di Republik Indonesia.
Bandot menambahkan dengan dibantu Mualim atau Juru Mudi Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, langkah untuk bangkit ini mestinya bisa lebih cepat dilakukan.
Langkah utama dan pertama adalah mempertahankan status lingkungan Jampidsus sebagai Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) yang terancam dievaluasi.
“Badai ini sekaligus juga merupakan oportuniti bagi Jaksa Agung untuk menata ulang jajarannya, seperti dibidang Jampidsus,” ungkapnya.
Terkait beberapa isu korps adhyaksa itu, Bandot mengusulkan perlu dibentuk tim khusus pencari fakta untuk menelisik berbagai isu negatif terhadap kejaksaan. Di samping itu, Tim ini juga mesti diberi kewenangan untuk mengevaluasi seluruh kasus yang tengah ditangani oleh Jampidsus — terutama terhadap kasus yang penanganannya mandeg.
“Tentunya, dengan tetap memperhatikan asas kepastian hukum dan menghormati KUHAP. Tim ini tidak bisa dari Jampidsus, mesti Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Kalau perlu langsung di bawah kendali Jaksa Agung atau Wakil Jaksa Agung,” ujarnya.
Menurut Bandot, Jaksa Agung mesti menjadikan slogan Adhyaksa Bangkit sebagai haluan untuk berlepas dari badai dan mengembalikan marwah. Penanganan jajaran Jampidsus hanyalah pintu masuk untuk pembenahan yang lebih holistik di dalam tubuh Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung sebagai ujung tombak Presiden dalam penegakan hukum harus menunjukkan kepada publik dan Presiden RI kemampuan paripurna yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung. Baik itu kemampuan penegakkan hukum, managerial, dan aspek sosial masyakarat.
“Jika, kerja-kerja dilakukan secara serius dan bersandar pada rel penegakan hukum, niscaya kepercayaan masyarakat akan tumbuh dan marwah Kejaksaan Agung akan pulih sebagai punggawa penegakan hukum dan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penuntutan hukum di pengadilan,” tandasnya.
Penulis/Editor : Edo
No Comments