BICARAINDONESIA-Jakarta : Indonesia terancam akan mengalami kelangkaan minyak goreng (migor), menyusul ancaman pengusaha ritel yang akan mengurangi pembelian salah satu bahan pokok itu dari produsen.
Situasi itu pun diprediksi berujung pada kekurangan stok di toko ritel. Langkah itu terpaksa mereka lakukan sebagai buntut dari utang pemerintah terkait pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menyampaikan lagi bahwa pengusaha ritel sepakat akan memotong tagihan, mengurangi pembelian minyak goreng, menyetop pembelian minyak goreng dari produsen hingga langkah terakhir akan menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kemudian ini hasil dari meeting dengan 31 peritel. Jadi poin-poin ini bukan dari Aprindo. Tapi ini kami cuma menyampaikan dari pengusaha ritel bahwa akan ada pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng,” kata Roy dalam konferensi pers di Kartika Chandra Hotel, Jumat (18/8/2023).
Dikatakan Roy, pengusaha ritel geram karena belum juga mendapatkan kepastian untuk pembayaran selisih harga tersebut dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag). Adapun utang yang dituntut oleh Aprindo sebesar Rp344 miliar. Perusahaan ritel yang mengikuti program rafakasi pada 2022 itu terdiri dari 31 perusahaan yang memiliki kurang lebih 45.000 toko.
Untuk itu, Roy menyampaikan lagi bahwa pengusaha ritel sepakat akan memotong tagihan, mengurangi pembelian minyak goreng, menyetop pembelian minyak goreng dari produsen hingga langkah terakhir akan menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun, Roy mengaku belum mengetahui kapan perusahaan ritel akan melakukan pemotongan tagihan hingga menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Meski begitu, Roy mengatakan Aprindo tidak bisa lagi membendung keresahan dari para pengusaha. Jadi langkah-langkah tersebut tergantung dari keputusan perusahaan.
“Justru yang saya mau sampaikan adalah saat ini Aprindo untuk poin 2 3 4 nggak bisa membendung. Kita nggak bisa menahan anggota. Bahkan penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel. Bukan Aprindo,” jelasnya.
Dampaknya jelas akan mempengaruhi stok minyak goreng di ritel. Roy mengatakan jika ritel memotong tagihan dari distributor alasannya sebagai ganti selisih harga yang belum dibayarkan Kemendag. Karena alur pembayaran rafaksi itu melalui produsen.
Ada lima langkah yang akan dilakukan Aprindo dan pengusaha ritel, posisi akhir Aprindo follow up kepada melalui kantor Kemenkopolhukam kepada Kementerian Perdagangan, pemotongan tagihan kepada distributor/supplier migor oleh perusahaan peritel kepada distributor migor,
Ketiga, pengurangan Pembelian Migor bila penyelesaian Rafaksi belum selesal dari perusahaan peritel kepada distributor migor. Keempat, penghentian pembelian migor oleh perusahaan peritel kepada distributor Migor saat sama sekali tidak ada kepastian. Kelima gugatan hukum ke PTUN melalui kuasa perusahaan peritel kepada Aprindo.
Sebelumnya pada April 2023, melalui Aprindo, para pengusaha ritel telah berencana mengurangi dan menyetop pembelian minyak goreng dari produsen.
Saat itu pengusaha ritel juga sudah geram mengapa pembayaran itu tidak segera diselesaikan padahal kebijakan sudah berlalu lebih dari setahun tahun lalu tepatnya pada Januari-Februari 2022 lalu. Makanya para pengusaha berencana untuk menyetop pembelian.
“Di antara anggota kami, kami saat ini sedang mengkaji inisiasi untuk menghentikan pembelian, pengadaan minyak goreng dari produsen dan pemasok minyak goreng,” tegas Roy, Kamis (13/4/2023) lalu.
Roy enggan bicara kapan aksi penyetopan penjualan minyak goreng ini akan dilakukan. Yang jelas inisiatif tersebut sudah banyak dibicarakan dalam internal Aprindo.
“Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya, kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu,” kata Roy.
Kemudian sebulan berikutnya, Roy memberikan tenggat waktu 2-3 bulan agar Kemendag melalui BPDPKS menyelesaikan pembayaran utang rafaksi itu.
“Kita berharap 2 sampai 3 bulan (utang dibayarkan lunas) sebelum pesta demokrasi, pemilihan pemimpin kita berikutnya. Jadi kita berharap sebelum masuk masa itu sudah selesai. Ada kepastian 2-3 bulan ada kepastian dibayarkan (pasti),” jelasnya di usai melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan, Kamis (4/5/2023).
Pihaknya mengancam, jika utang itu tidak dibayar dalam tenggat waktu dua sampai tiga bulan, peritel akan menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Imbasnya, minyak goreng akan perlahan-lahan langka di ritel seluruh Indonesia.
“Kami akan mengurangi hingga menghentikan pembelian (minyak goreng ke produsen). Bukan mengurangi penjualan ya atau menghentikan penjualan. Kalau menghentikan penjualan barang ada, namanya nimbum. Tetapi kalau nggak ada karena kita nggak beli, bukan nimbun. Karena kita lagi protes nih. Kalau barang ada kita nggak jualin nanti KPPU masuk dianggap menimbun,” jelasnya.
Kemudian kejelasan pada kala itu akan dipastikan melalui surat pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Pada Mei 2023, pendapat hukum itu keluar tetapi tidak memuaskan ekspetasi dari Kemendag.
Lalu karena perbedaan angka klaim baik dari pemerintah, perusahaan dan peritel, perbedaan itu pun membuat Kemendag meminta bantuan BPKP untuk memverifikasi.
Adapun totalnya 54 pengusaha minyak goreng kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp 812 miliar. Lalu Kemendag melalui verifikator PT Sucofindo menyebut utang pemerintah hanya Rp474,8 miliar. Kemudian klaim peritel Rp344 miliar.
Hingga hasil dari verifikasi BPKP keluar, lagi-lagi belum memuaskan kemendag. Hal ini pun yang membuat juga belum ada kejelasan kapan pembayaran itu dilakukan.
Editor : Ty/dtc