BICARAINDONESIA-Medan : Leo Sialagan, selaku Kuasa Hukum dari Ketua Karang Taruna Labuhanbatu Selatan (Labusel), Andi Syahputra Nasution meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kajati turun ke Labusel.
Alasan Leo, kliennya, Andi Syahputra Nasution yang saat ini ditahan karena persoalan dana hibah mendapat perlakukan diskriminatif dari Kejari Labusel.
Hal itu disampaikan Leo saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu (29/5/2024).
Bahkan menurut Leo, beberapa proses yang dilakukan Kejari Labusel seakan memaksakan kehendaknya untuk menahan kliennya.
“Kerugian ini sudah dikembalikan setahun yang lalu tepatnya tanggal 23 mei 2023 sebelum jatuh tempo tanggal 27 Mei sesuai kesepakatan bersama Kejari Labusel,” ujar Leo.
Namun ironisnya, lanjut Leo, setelah pengembalian kerugian negara itu, Kejari Labusel malah menaikkan status perkara dugaan tindak pidana korupsi Andi dari Penyelidikan ke penyidikan sesuai dengan Surat Perintah penyidikan nomor : Print-01/L.2.37./fd.1/05/2023 tanggal 26 Mei 2023.
“Klien saya sudah mengembalikan dugaan korupsi dana hibah yang disangkakan. Seharusnya berdasarkan hukum yang berlaku, apabila dugaan dana korupsi itu sudah dikembalikan maka pidana bisa dihapuskan. Bahkan sebelum perkara ini naik tahap penyidikan sesuai arahan Inspektorat kerugian telah dikembalikan,” jelasnya.
Setelah itu, setahun kemudian, akni tanggal 20 Mei 2024 Kejari Labusel resmi menahan Andi Syahputra Nasution di Lembaga Pemsarakatan (Lapas) Kota Pinang.
Karenanya, Leo berharap Kejati Sumut dan Kejagung melakukan pengawasan ketat terhadap Kejari Labusel.
“Kejagung dan Kajati Sumut harus turun. Kami menduga ada tekanan dari penguasa yang memiliki kepentingan. Jadi kami minta agar dilakukan pengawasan terhadap Kajari Labusel,” tegasnya.
Dia pun menganggap, apa yang dilakukan oleh Kajari Labusel, Bayu Setyo Purnomo menyalahi aturan dan diduga ada oknum-oknum yang menekan pihak Kajari.
Selanjutnya, Leo pun menjelaskan berdasarkan surat edaran Jaksa Agung Nomor : B1113/F/Fd.1/05/2010 Tentang prioritas dan pencapaian dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang berisikan himbauan mengenai prioritas penanganan perkara yang masuk kategori big fish dan lebih mengedepankan untuk pengembalian kerugian keuangan negara.
“Dalam surat edaran tersebut, Jaksa dianggap melakukan menghambur-hamburkan dana Penyidikan di Kejaksaan. Ini menandakan malah menambah kerugian. Bukannya malah untung tapi malah buntung,” jelas Leo.
Dalam Surat Edaran itu, tercantum kerugian negara dalam kategori ringan adalah kerugian lebih Rp 200.000.000,- hingga Rp 1.000.000.000,-. Sedangkan kerugian negara dalam kategori paling ringan adalah kerugian sampai Rp200.000.000.
Editor : Ty/*