x

Lanjutan Perkara Kasus Penggelapan, Hakim PN Medan ‘Skak’ Petinggi BSS Pusat

4 minutes reading
Thursday, 1 Apr 2021 16:54 0 209 admin

BICARAINDONESIA-Medan : Jemmi Rampengan, salah seorang petinggi di Kantor Pusat Bank Sahabat Sampoerna (BSS) tak menyangka, upayanya membela perusahaan dalam perkara tindak pidana penggelapan dalam jabatan, membuatnya harus menanggung malu di persidangan yang digelar di Ruang Cakra 9, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa petang, 30 Maret 2021 lalu.

Dihadirkan JPU sebagai saksi atas perkara yang menjerat 2 mantan pejabat di BSS Cabang Medan sebagai terdakwa, Jemmi langsung ‘skak’ saksi dengan pertanyaan menohok, setelah Hakim Ketua Denny Lumbantobing mengaku kecewa begitu mendengar jawaban unsur pimpinan di BSS Kantor Pusat itu.

Karena di awal penjelasannya, saksi menerangkan, setelah diaudit ternyata laporan kedua terdakwa tidak benar. Dana yang diterima (dari nasabah) tidak masuk ke perusahaan. Atau dengan kata lain, Tidak tercatat di BSS Cabang Medan.

“Saat itu kan mereka (kedua terdakwa) masih aktif. Kecuali sudah dipecat, nah itu di luar tanggung jawab (BSS-red). Itu bukan karyawan kami. Jangan segampang itu. Anda yang salah menempatkan orang itu sebagai Kepala Cabang (terdakwa Jackson). Sebagai Kepala West Collection (terdakwa Firman Sidiek). Dan (saksi-red) tetap bertanggung jawab,” tegas Denny Lumbantobing dalam sidang yang turut dihadiri penasehat hukum terdakwa, Arfan SH.

Untuk memberi pemahaman kepada saksi, Denny bahkan memberi semacam pencerahan ilmu hukum dengan contoh kasus perdata di Pasal 1367 antara lain ditegaskan, pertanggungjawaban seseorang atas kerugian disebabkan perbuatannya sendiri, tapi juga atas kerugian disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

“Misalnya, ketika seseorang menyuruh sopir menjemput atau mengantar anak dan apes di perjalanan menabrak orang atau kendaraan orang lain. Dari perspektif hukumnya, orang yang menyuruh itu juga ikut bertanggungjawab,” sebut hakim Denny.

Namun, meski saksi sudah mengilustrasikan tindak pidana itu, saksi justru terkesan ‘ngeyel’.

“Iya Yang Mulia. Kami menyuruhnya (kedua terdakwa) menjalankan tugas-tugas dengan benar. Tapi kalau tidak benar artinya kita tidak bisa melakukan pembelaan seperti Yang Mulia sampaikan tadi,” dalihJemmi.

Jawaban itu spontan membuat hakim ketua kembali mengulangi perkataannya semula.

“Tidak segampang itu. Tidak segampang itu. Tadi sudah Saya jelaskan seperti seorang (majikan-red) menyuruh sopir menjemput anaknya dan menabrak (kendaraan orang lain). Bukan si sopir tadi saja yang disalahkan. Si pemilik mobil juga,” urai hakim kembali.

“Dan mereka juga waktu itu masih (karyawan-red) aktif. Itu kata kamu. Kata hukum tidak begitu. Selama mereka masih aktif pegawai Bank Sampoerna, semua tindakannya mewakili Bank Sampoerna,” tandas Denny untuk kesekian kalinya.

Blanko dan Stempel BSS

Melanjutkan hakim ketua, hakim anggota Mery Donna Pasaribu pada gilirannya bertanya, menyinggung keterangan sejumlah saksi yang telah dihadirkan pada persidangan lalu, dan dinilai bertolak belakang dengan keterangan saksi Jemmi Rampengan. Apalagi dari jawaban para saksi, terkesan semua aktivitas kedua terdakwa berhubungan dengan para nasabah, di luar kepentingan bank swasta tersebut.

Padahal sesuai fakta yang terungkap di persidangan, para nasabah berurusan di Kantor BSS Cabang Medan. Bukti pembayaran nasabah berupa blanko dan stempel milik BSS. Yang memvalidasi administrasinya juga terdakwa Jackson selaku pimpinan. Para nasabah yakin dengan program yang ditawarkan karena terdakwanya petinggi di BSS Cabang Medan.

Artinya dalam perkara ini, lanjutnya, bukan BSS yang dirugikan, namun para nasabah. Bahkan ada potensi para nasabah akan melakukan upaya hukum mempidanakan maupun menggugat pihak bank ke pengadilan.

“Seakan-akan ini tidak resmi program Bank Sahabat Sampoerna. Debitur ini (4 orang yang turut dihadirkan sebagai saksi) juga tidak bodoh. Karena mereka juga ada akad kreditnya dengan Bank Sahabat Sampoerna. Ditawarkan program Ayda dan Anda pun mengakui ada program itu. Secara prosedur mereka (para debitur) sudah benar. Yang tidak benar di pihak banknya justru,” tuding hakim Mery.

“Semakin Anda membela diri, akan semakin menguatkan persepsi kami. Bank apa ini? Kok ada bank seperti ini? Bank seolah tidak mau pusing sementara orang menderita miliaran rupiah loh. Nanti setelah Anda keluar dari sidang coba pikirkan dengan baik,” tandas Mery Donna.

Sementara menurut keempat debitur yang turut dihadirkan sebagai saksi yakni Lamidi Laidin,  Andri Rifandi, Darma Putra Rangkuti dan Ci San Sen, mereka berurusan di Kantor BSS Cabang Medan.

Terlebih sampai sekarang nasib beberapa aset nasabah seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diagunkan ke BSS, tidak diketahui ‘nasibnya’. Bahkan Ci San Sen sembari geleng-geleng kepala menerangkan tanggungannya ke BSS semula Rp2,5 miliar dan seolah ada pinjaman Rp500 juta lagi.

“Saya juga nggak ngerti kok bisa seperti ini? Kok bisa tunggakan saya membengkak jadi Rp3 miliar Yang Mulia,” pungkasnya heran.

Penulis/Editor : Teuku

 

No Comments

Leave a Reply

LAINNYA
x