BICARAINDONESIA-Medan : Mahasiswa Labuhanbatu yang berasal dari Kecamatan Panai Tengah, Panai Hulu dan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, terus menyoroti dugaan Penyerobotan Lahan lindung oleh PT Hijau Pryan Perdana (HPP) mencapai ratusan hektar dan kabar tidak adanya izin pendirian Pabrik Mini Kelapa Sawit (PMKS).
Bahkan sebagai bentuk protes atas situasi yang dinilai sangat merugikan negara tersebut, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Panai Tengah (APMA PATEN), turun ke jalan berunjukrasa ke Kantor PT HPP di Gedung HSBC, Jalan Diponegoro, Kecamatan Medan Petisah Kota Medan pada Jum’at, 11 Februari 2022 lalu.
“Aksi unjukrasa tersebut dilakukan sebagai bentuk keresahan kami terhadap berbagai problem yang ada di PT HPP yakni terkait dugaan kelebihan HGU, dugaan pendirian pabrik yang melanggar ketentuan hukum, plasma, CSR, dugaan pembalakan liar dan lain sebagainya,” terang Surya Dermawan Nasution selalu Koordinator Aksi tersebut saat dikonfirmasi Kamis (17/2/2022).
Secara tegas Surya juga mengatakan, PT HPP diduga kuat tidak memiliki HGU atas 2.300 Hektar lahan di Desa Pasar Tiga, Kecamatan Panai Tengah. Fakta itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan Komisi B DPRD Sumut pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Selain itu, berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh APMA PATEN dengan cara flooting dan penginderaan melalui satelit BHUMI ATN BPN RI, ditemukan ada kebun sawit PT HPP yang berada diluar arsir kuning yang menandakan kebun sawit tersebut tidak memiliki HGU seluas ±129 Hektar.
“Untuk diketahui, mengenai kelebihan HGU di PT HPP ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum di Panai Tengah. Jika ditanyakan ke masyarakat Panai Tengah rata-rata banyak membenarkan soal kelebihan HGU di PT. HPP tersebut,” cetusnya.
Surya juga mengatakan bahwa Pendirian pabrik PT HPP yang mulai dikerjakan sejak tahun 2020 lalu diduga kuat banyak melanggar ketentuan hukum.
“Seperti salah satu contohnya mengenai AMDAL, sampai saat ini tidak ada transparansi mengani kajian AMDAL pendirian pabrik. Kami selaku putra daerah tidak pernah mendengar ada pelibatan masyarakat dalam penyusunan AMDAL, padahal berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup disebutkan bahwa Perusahaan harus melibatkan masyarakat sekitar dalam penyusunan AMDAL,” tegas Surya.
Surya juga menjelaskan, dalam aksi sebelumnya ia juga sempat membeberkan bahwa PT HPP selama ini juga belum mematuhi Undang-Undang No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan mengenai kewajiban perusahaan membangunan fasilitas perkebunan masyarakat sebesar 20% dari seluruh luas HGU yang dimiliki perusahaan.
“Berdasarkan NIB 00053, diketahui luasan HGU PT HPP ialah seluas ±3.600 Hektar. Dari luasan HGU tersebut seharusnya PT HPP membangun kebun masyarakat seluas 720 Hektar, namun karena terlalu serakah, sampai saat ini PT. HPP belum melaksanakan hal tersebut,” tudingnya.
Surya juga menambahkan bahwa Pada sekitar tahun 2013 silam, mencuat isu PT HPP juga terindikasi melakukan illegal loging atau pembalakan liar. Diduga kuat PT HPP menggunakan kayu hutan hasil pembalakan liar untuk membangun perumahan karyawannya.
“Sampai hari ini, kami menduga bahwa PT HPP juga masih melakukan pembalakan liar yakni di kawasan hutan lindung atau hutan penyangga yang lokasinya berada ditengah-tengah areal perkebunan PT HPP,” ungkap Surya.
Masih kata dia, berdasarkan informasi dari RDP di DPRD Labuhanbatu pada 24 Januari 2022 lalu, terungkap bahwa PT HPP juga menunggak pajak selama beberapa tahun dan baru dibayar sekitar tahun 2020-2021.
Sementara, beberapa point yang menjadi tuntutan massa dalam demonstrasi itu diantaranya :
1. Agar tanah tanpa HGU di perkebunan PT HPP disita oleh negara dan diserahkan kepada rakyat.
2. PT. HPP melaksanakan UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan terkait lahan plasma seluas 20%.
3. PT. HPP melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat sekitar.
4. Aparat penegak hukum usut tuntas dugaan pembalakan liar PT HPP dan jika terbukti secara hukum, penjarakan pihak-pihak pimpinan perusahaan.
5. Pemerintah harus hentikan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit PT HPP di Panai Tengah karena kami duga tidak sesuai dengan mekanisme aturan hukum yang berlaku.
Sayangnya, sejauh ini belum ada keterangan resmi dari pihak PT HPP atas tudingan mahasiswa tersebut.
Penulis/Editor : Yudis
No Comments