BICARAINDONESIA-Jakarta : Sederet nama pengganti Perry Warjiyo sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI)—yang masa jabatannya berakhir pada tahun ini—ramai diperbicangkan. Mereka ialah Sri Mulyani Indrawati dan Purbaya Yudhi Sadewa.
Dikutip dari CNBC Indonesia, kedua nama tersebut kuat menjadi pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Termasuk juga nama Perry yang kini masih menjabat sebagai Gubernur BI.
Hal ini diakui oleh Ketua Badan Anggaran yang juga merupakan anggota Komisi XI DPR Said Abdullah. “Yang beredar tiba-tiba, masih ada nama Pak Perry. Tiba-tiba muncul kemarin saya baca Sri Mulyani, tiba-tiba juga ada Purbaya. Bagi DPR, siapa pun nama yang dikirim oleh Presiden pastilah yang qualified,” kata Said, Selasa (31/1/2023).
Said berujar, sebetulnya ada sejumlah kriteria yang dibutuhkan masyarakat Indonesia terhadap Gubernur BI pengganti Perry. Di antaranya adalah mampu menjaga bauran kebijakan fiskal dan moneter di tengah tingginya ketidakpastian perekonomian dunia.
“Karena momentum sekarang itu fiskal moneter pada sisi bauran kebijakan sangat dibutuhkan, di tengah ketidakpastian global. Oleh karenaya, memang harus hati-hati memilih Gubernur BI ke depan. Sebab tantangannya pasti tidak mudah,” tuturnya.
Menurut Said, kriteria lainnya yang perlu dimiliki calon gubernur mendatang adalah kecepatan dalam merespons kondisi perekonomian. Baik global, maupun domestik, dengan memanfaatkan kebijakan moneter. Karena hal itu, kata Said, berkaitan erat dengan stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kalau, toh, sekarang katakanlah rupiah mengalami apresiasi penguatan, itu memang kebijakan yang menurut saya sangat terlambat. Seharusnya, kebijakan itu sudah ditempuh sejak Juli 2022,” ujarnya.
Di sisi lain, Gubernur BI mendatang, kata Said, juga harus berani mengatur devisa hasil ekspor (DHE). Agar cadangan devisa Indonesia kuat dan tidak terus merosot untuk stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. DHE paling tidak harus ditahan di sistem keuangan Indonesia enam bulan sampai satu tahun.
“DHE itu seharusnya paling tidak enam bulan sampai satu tahun mengendap di negara ini. Tidak adil, jika cadangan devisa kita US$140 miliar melorot, teapi kemudian perdagangan kita surplus terus selama 31 bulan,” lanjutnya.
“Itukan kebijakan yang terlambat bagi Gubernur BI sekarang. Namun, apa pun itu, bagi saya adalah pemerintah harus memetakan calon-calon yang punya visi ke depan. Tentunya sesuai amanat udang-undang. BI sekarang itu tidak hanya persoalan makro saja,” kata Said.
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang PPSK, BI kini bukan hanya menjaga stabilitas moneter. Maka Gubernur BI mendatang, kata Said, harus juga bisa berfikir meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga menurunkan angka kemiskinan.
“Itu tugas BI juga sekarang ini. Pokoknya siapa pun yang diajukan Presiden, saya yakin itulah yang terbaik. Bahwa Presiden setelah mengajukan 3, 2 , dan 1 nama, baru itu jadi kewenangan penuh DPR untuk menguji,” tutur Said.
Nama Pengganti
Terkait nama-nama pengganti Perry yang sudah beredar saat ini, beberapa anggota Komisi Keuangan DPR lainnya juga enggan membenarkan. Sebab mereka menekankan, surat calon pengganti Perry hingga kini belum masuk ke meja pimpinan DPR.
“Saya tidak berani memberikan konfirmasi (nama-nama yang beredar) karena belum ada surat presiden. Soal nama calon Gubernur BI itu sepenuhnya wilayah kewenangan presiden,” tutur Anggota Komisi XI M Misbakhun.
Demikian juga anggota Komisi XI yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Hendrawan Supratikno. Kemungkinan besar, kata Hendrawan, Presiden Joko Widodo baru akan memasukkan nama pengganti Perry ke DPR pada Februari 2023.
“Belum ada informasi, nanti saya cek lagi. Perkiraan kami bulan Februari ini,” tuturnya.
Editor: Rizki Audina/*