BICARAINDONESIA-Jakarta : Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) diduga telah melanggar konstitusi. Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai, PN Jakpus tidak berwenang dalam memutuskan penundaan tahapan Pemilu 2024.
Bivitri menjelaskan bahwa forum penundaan pemilu hanya dapat digugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK) ataupun keputusan politik DPR. Namun, dia juga mengingatkan bahwa dalam UU Pemilu, tidak ada penundaan, jika tidak dengan alasan yang genting.
“Jadi, melanggar hukum sebetulnya putusan ini, bahkan melanggar konstitusi,” kata Bivitri, Kamis (2/3/2023).
Lebih lanjut, Bivitri mengaku heran, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU dengan putusan menunda Pemilu 2024 hingga Juli 2025
Seharusnya, sedari awal PN Jakarta Pusat menolak perkara yang diajukan Partai Prima lantaran bukan kewenangannya. Menurutnya, gugatan tersebut harusnya diselesaikan melalui Bawaslu, kemudian berjenjang ke PTUN.
“PN, apalagi untuk kasus perdata ini, tidak bisa memutuskan. Jadi, memang keliru ini. Saya kira harus diramaikan karena kita harus cek, kenapa hakim bisa memutus seperti ini?” katanya.
Diduga ada sosok di belakang Prima yang kemudian sengaja dan bisa meloloskan perkara mereka ke PN Jakpus. Dengan demikian, solusi yang bisa dilakukan saat ini ialah KPU sebagai tergugat melakukan banding.
Selain itu, Bivitri juga berharap, ada upaya luar biasa yang dilakukam. Misalnya, Mahkamah Agung (MA) melakukan pembinaan, terutama pada hakim PN Jakpus yanh memutuskan penundaan tahapan Pemilu 2024.
“KPU harus banding dan bagaimana kita harus memengaruhi hakim banding agar bisa mengoreksi putusan PN. Karena seharusnya tidak dapat diterima. Lagi pula hakim menurut saya, bisa disanksi, karena dia memutus sesuatu yang melanggar kewenangannya. Bisa kena sanksi etik,” ujar Bivitri.
Editor: Rizki Audina/*