BICARAINDONESIA-Jakarta : Karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS mendapat pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi di KPI Pusat, Jakarta.
MS mengaku kejadian itu membayangi dirinya selama bertahun-tahun sejak bekerja di KPI.
Pengakuan itu, dia utarakan melalui surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.
“Tolong Pak Jokowi, saya tak kuat dirundung dan dilecehkan di KPI, saya trauma buah zakar dicoret spidol oleh mereka,” demikian bunyi judul surat terbuka itu yang beredar di kalangan awak media, pada Rabu (1/9/2021).
Menurutnya, sejak awal terdapat rekan kerja senior yang mengintimidasi dan memaksa dirinya untuk membeli makan selama bekerja. MS merasa diperlakukan secara rendah dan ditindas oleh rekan-rekan kerjanya seperti budak.
“Saya sendiri dan mereka banyak, perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang-ulang sehingga saya tertekan,” kata MS yang dilansir dari CNN, Kamis (2/9/2021).
MS bercerita, para pelaku perundungan itu mulai melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya pada tahun 2015. Mereka memegangi kepala, tangan, kaki hingga menelanjangi korban. Bahkan, para pelaku mencoret-coret kelaminnya menggunakan spidol.
Perbuatan itu membuat dirinya merasa trauma dan rendah diri. Ia tak bisa melawan aksi perundungan yang dilakukan secara ramai-ramai itu.
MS mengaku tak habis pikir aksi perundungan dan pelecehan terjadi di dalam kantor KPI pusat. Menurutnya, para pelaku juga mendokumentasikan aksi pelecehannya itu sehingga dikhawatirkan dapat disebarkan secara daring.
“Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga,” ucap dia.
Hal itu diduga membuat MS mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres berkelanjutan. Meski demikian, hal tersebut tak berarti aksi perundungan itu sudah berakhir.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara membenarkan kejadian yang dialami MS. Beka juga membenarkan MS pernah melapor ke Komnas HAM.
“Yang bersangkutan mengadu ke Komnas HAM via email sekira Agustus-September 2017. Dari analisa aduan, korban disarankan untuk melapor ke polisi karena ada indikasi perbuatan pidana,” ujar Beka.
No Comments