BICARAINDONESIA-Jakarta : Pembangunan berkelanjutan seharusnya menjadi landasan utama pembangunan kawasan Area Penggunaan Lain (APL) di Batangtoru. Karena selain memiliki habitat spesies orangutan Tapanuli, spesies baru yang diumumkan tahun 2017 juga memiliki
nilai ekonomi yang tinggi dengan banyaknya pengembang hadir di kawasan ini.
Demikian diungkap pemerhati lingkungan, Emmy Hafild dalam acara bertema ‘Mengelola Habitat Orangutan dalam Kawasan APL’ yang diselenggarakan secara daring oleh Center for Sustainable Energy & Resources Management (CSERM), Universitas Nasional, Senin,13 Juli 2020 kemarin.
Emmy menambahkan, bahwa pembangunan berkelanjutan sangat penting diterapkan di ekosistem Batangtoru. Karena selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, juga
memiliki nilai ekonomi serta sosial yang harus dikelola secara baik dan seimbang.
“Tiga dimensi utama, ekonomi, sosial dan lingkungan hidup harus berjalan secara seimbang, kalau tidak seimbang maka pembangunan berkelanjutan tidak tercapai,” paparnya.
Ia menjelaskan bahwa berbagai pihak mengkhawatirkan spesies yang diperkirakan kurang lebih 800 individu ini bakal punah dengan banyaknya pembangunan di Kawasan tersebut, termasuk PLTA Batangtoru.
Namun menurutnya studi yang dilakukan CSERM Universitas Nasional, membuktikan fakta sebaliknya. Emmy menjelaskan, pembangunan PLTA Batangtoru dinilai tidak akan menyebabkan punahnya orangutan Tapanuli. Sebaliknya, dengan mitigasi yang tepat kehadiran PLTA Batangtoru justru dapat menjaga kelestarian orangutan Tapanuli.
Studi terbaru yang dilakukan CESRM Universitas Nasional (UNAS) memprediksikan sekitar 6 individu orangutan menggunakan kawasan hutan PT NSHE. Namun jumlah orangutan ini harus dipastikan mengingat terdapat sifat orangutan sebagai penjelajah dan penetap.
Sementara jumlah tersebut hanya mewakili 0,8% dari estimasi total 800 individu yang ada di seluruh ekosistem Batangtoru.
“Dengan mitigasi dan konservasi orangutan Tapanuli yang tepat dilakukan oleh NSHE, maka orangutan Tapanuli tersebut akan terjaga keamanan dan keselamatannya,” ucap Didik Prasetyo PhD salah satu pakar orangutan yang menjadi salah satu peneliti dalam studi tersebut.
Studi terbaru ini bertujuan untuk menyediakan data dasar terkini untuk membantu proses mitigasi dampak untuk Proyek PLTA Batang Toru, serta mengembangkan strategi konservasi baru yang lebih komprehensif dan lebih luas untuk orangutan Tapanuli di seluruh habitatnya yang tersisa.
Sementara Dr Jito Sugardjito, selaku Direktur CSERM Universitas Nasional mengatakan, sudah selayaknya semua pihak harus segera bekerja sama untuk melakukan mitigasi dan konservasi.
Dijelaskannya pula, studi tersebut mengungkapkan bahwa wilayah PLTA Batangtoru hanyalah sebagian kecil dari total luas wilayah ekosistem di lokasi tersebut yang harus difokuskan untuk konservasi orangutan Tapanuli.
“Harus ada kerjasama dari berbagai pihak yang berada di ekosistem Batangtoru dalam upaya melakukan konservasi orangutan Tapanuli, tidak hanya PLTA Batangtoru,” demikian dikemukakan Jito Sugardjito.
Lebih jauh Emmy Hafild mengatakan bahwa hasil studi ini dapat memberikan landasan yang kuat bagi perusahaan untuk meningkatkan upaya mitigasi yang lebih baik lagi serta upaya konservasi terhadap orangutan.
“Kami selalu percaya bahwa dengan mitigasi yang tepat, orangutan Tapanuli dapat hidup berdampingan dengan PLTA Batangtoru. Studi mengenai penyebaran habitat orangutan Tapanuli di area proyek PLTA Batangtoru merupakan langkah awal yang kami lakukan, sekaligus sebagai alat verifikasi dan acuan bagi kami untuk melakukan program konservasi untuk orangutan Tapanuli selanjutnya,” ucap Emmy.
Para peneliti tersebut juga sepakat perlunya studi lanjutan dan pemantauan populasi orangutan di wilayah PLTA Batangtoru dan upaya mereka untuk mengurangi dampak langsung dan tidak langsung pada semua orangutan menggunakan Area of Impact (AOI) atau area terdampak mereka.
Oleh karenanya disepakati bahwa masa depan orangutan Tapanuli tergantung tidak hanya pada apa yang terjadi dalam AOI, tetapi pada apa yang terjadi di luar juga dalam lanskap yang lebih luas.
“Untuk kelangsungan hidup jangka panjang orangutan Tapanuli, ada kebutuhan kritis untuk menjaga dan meningkatkan konektivitas habitat dan untuk mengurangi hilangnya habitat, perburuan, dan konflik manusia-orangutan di seluruh Ekosistem Batang Toru,” jelas Didik Prasetyo.
Lebih jauh dijelaskan, untuk memaksimalkan prospek kelangsungan hidup spesies ini, para peneliti merekomendasikan agar para pemangku kepentingan dari sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat setempat harus bergabung dengan kami untuk meningkatkan konektivitas di dua lokasi utama: dari blok Hutan Batangtoru Barat ke blok Hutan Batangtoru Timur. Dari blok Barat, melalui lanskap koridor tenggara (Sitandiang / Sibual-Buali) ke Cagar Alam Dolok Sipirok.
“Kami juga menyoroti perlunya peningkatan upaya pemantauan untuk mengurangi deforestasi dan perburuan, dan untuk meminimalkan konflik manusia-orangutan,” ujar Didik
Para peneliti ini juga melihat peluang untuk meningkatkan habitat orangutan Tapanuli yang saat ini tidak terlindungi status dilindungi dan untuk meningkatkan hutan yang sudah dilindungi ke tingkat yang lebih tinggi di perlindungan.
Sementara terkait tingginya perhatian nasional dan internasional, pada nasib spesies Orangutan Tapanuli, sangat penting bahwa semua pemangku kepentingan dengan pengaruh di wilayah ini datang bersama-sama untuk mengurangi berbagai ancaman yang menghadapinya.
Emmy menilai apa yang telah dilakukan PLTA Batangtoru merupakan upaya penerapan konsep pembangunan berkelanjutan yang akan membawa perubahan besar bagi Kawasan yang kaya keanekaragaman hayati ini, jika dilakukan juga oleh pengembang yang hadir dikawasan Batangtoru.
Editor : Yudis/rel
No Comments