BICARAINDONESIA-Jakarta : Rencana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite sesuai dengan kriteria segera diimplementasikan dalam waktu dekat. Hal itu sebagaimana disampaikan pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi (BPH Migas).
Kemudian, sesuai pula dengan revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Serta petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi dan penugasan yang diproyeksikan dapat tuntas pada Januari–Februari tahun ini.
“Saya kira memang multi aspek yang harus dipertimbangkan sehingga revisi Perpres harus menunggu dicek ulang, secara materi dan substansi apa yang diatur di sana. Itu sudah kita diskusikan dengan stakeholder. Harapan kita, sih, Januari–Februari ini sudah bisa terbit,” kata Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman, Senin (9/1/2023).
Saat ini, kata Saleh, proses revisi Perpres sendiri secara substansi telah selesai. Namun demikian, pihaknya saat ini masih menunggu restu dari Presiden Joko Widodo untuk segera mengimplementasikan aturan tersebut.
“Jadi, secara substansi sudah clear, tetapi kan tentu Presiden punya pertimbangan tersendiri dengan berbagai aspek. Hingga bagusnya kita tunggu Perpresnya terbit, itu saja yang bisa saya respons,” katanya.
Komisi VII DPR RI meminta pemerintah segera menerbitkan revisi Perpres tersebut agar subsidi yang dialokasikan untuk masyarakat miskin tidak dinikmati orang mampu. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno. Pihaknya menilai, selama ini BBM bersubsidi masih belum tepat sasaran.
Sejak April 2022, DPR sudah meminta pemerintah untuk segera merevisi Perpres tersebut dengan mendetailkan syarat bagi yang bisa membeli BBM bersubsidi.
“Artinya, dirinci siapa-siapa saja kalangan masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi dan itu tidak rumit,” kata Eddy.
Eddy mengaku tidak tahu kenapa pemerintah belum selesai merevisi aturan BBM subsidi. Padahal, hanya ada satu pasal yang perlu dipertegas mengenai kriteria pengguna BBM bersubsidi.
“Pada pasal 13 ayat 1 dan 2 disebutkan secara rinci siapa-siapa saja. Nanti di dalam lampiran disebut jenis kendaraan yang berhak. Misalkan untuk sepeda motor 250 cc ke atas tidak berhak, roda empat 1.500 cc ke atas tidak berhak,” ujarnya.
Berdasarkan informasi, lanjut Eddy, draf revisi perpres sudah diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara. Namun, ia tidak mengetahui alasan draf tersebut belum sampai ke meja Presiden Joko Widodo.
“Tanda tanya besar. Konon sudah siap, drafnya sudah ada di Setneg, tetapi mungkin masih tunggu dibawa ke presiden untuk ditandatangani dan disahkan. Kami tegaskan, semakin lama menunda, semakin lama tidak memiliki payung hukum, semakin berat beban kita,” tandas Eddy.
Editor: Rizki Audina/*