BICARAINDONESIA-Jakarta : Seruan Presiden Joko Widodo terkait ‘Benci Produk Asing’, sepertinya bertentangan dengan kenyataan alias paradoks.
Terbukti, kran impor hingga kini masih terbuka lebar. Selain beras, hal yang kini memicu keresahan adalah rencana pemerintah yang akan mengimpor 3 juta ton garam.
Rencana itu pun mulai memicu reaksi elemen mahasiswa yang notabene sebagai agen perubahan (agent of change) yang turut mengontrol segala kebijakan pemerintah.
“Kami sangat menyayangkan keputusan impor garam 3,07 juta ton yang akan dilakukan pemerintah pada tahun 2021 ini, di saat stok garam dalam negeri cukup melimpah,” kecam Koordinator Pusat BEM Nusantara Eko Pratama dalam keterangan tertulisanya yang diterima Redaksi Bicaraindonesia, Jum’at (26/3/2021).
Apalagi, lanjut Eko, rencana impor yang telah digaungkan pemerintah tersebut, telah menyebabkan harga garam turun drastis ke level Rp100-300 per kilogram.
“Situasi ini jelas membuat para petani kesulitan dalam menjual garam ke pasar karena anjloknya harga pasaran garam lokal. Impor ini pun menjadikan sebuah permasalahan baru dengan maraknya tengkulak yang memanfaatkan keadaan,” sebutnya geram.
Dalam website resmi Kemenperin unggahan pada tahun 2014 silam menjelaskan, bahwa di era Presiden Jokowi-JK, pemerintah telah menjalankan program khusus untuk intensifikasi lahan yang tersedia serta ekstensifikasi lahan yang belum dimanfaatkan guna keberlangsungan Swasembada Garam 2019. Namun, kenyataanya tidak demikian.
“Tahun 2019 lalu kami juga turut mengawal anjloknya harga garam lokal akibat impor, waktu itu solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan kualitas produksi garam rakyat. Akan tetapi, tahun ini isu impor garam kembali bergulir dan membuat ambruk harga garam rakyat, keseriusan pemerintah dalam membantu petambak garam untuk meningkatkan kualitas produksi garam rakyat patut dipertanyakan, sebab dari tahun ke tahun masalahnya adalah tentang kualitas garam lokal yang kurang bagus dan akhirnya memilih impor,” tegas Eko Pratama.
Ia juga menjelaskan, dalam keterangan website Kemenperin, pemerintah telah melakukan adanya mekanisasi dan pemanfaatan teknologi guna meningkatkan produksi garam dengan menggunakan teknologi Geomembrane yang harusnya menjadi solusi dalam menekan angka impor garam.
Diperkirakan dengan menggunakan adanya teknologi tersebut, produktivitas garam domestik akan meningkat mencapai 50-100%.
“Tapi kejadian tersebut hanya seperti angin lalu,” tandasnya.
Senada, Sekretaris Pusat BEM Nusantara, M Julianda Arisha mengaku sangat kecewa terhadap pemerintah yang lama kelamaan memperlihatkan kebijakan yang tidak menyejahterakan masyarakatnya.
“Impor ini untuk siapa sih? Untuk menyejahterakan rakyat atau malah memiskinkam rakyatnya sendiri dan berlindung di balik alasan demi menjaga stok garam di Indonesia. Apa pemerintah tidak pernah mikir hari ini petambak garam terseok-seok akibat kebijakan yang diambil oleh pemerintah, sekarang ini yang memiskinkan rakyat Indonesia tidak lagi penjajah melainkan pemerintah sendiri dengan segala kebijakannya,” tuding Julianda.
Atas situasi ini, kata Julianda, BEM Nusantara akan menyerukan mahasiswa untuk turut mengawal kebijakan impor garam ini lewat membuka ruang diskusi bersama perkumpulan petani garam masing-masing wilayah.
“Hal ini sebagai bentuk upaya pengawalan dan keberpihakan terhadap petambak garam dan apabila pemerintah tetap melakukan impor garam, maka kami akan turun ke jalan untuk menyuarakan keresahan yang dirasakan oleh petambak garam,” ancamnya.
Editor : Yudis/rel
No Comments