BICARAINDONESIA-Medan : Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda negeri dalam 2 tahun terakhir, serta di tengah kesulitan pemerintah menanggulangi kesulitan perekonomian warga dalam sejak wabah merebak, kabar tak sedap justru datang dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut).
Kali ini terkait dugaan menghambur-hamburkan uang pemerintahan di bawah kepemimpinan Edy Rahmayadi lewat proyek renovasi kantor Gubernur di Jalan Diponegoro, Medan.
Tak tanggung, demi memenuhi ‘syahwat’ kemewahan di tengah derita rakyat yang semakin terpuruk akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, Pemprovsu merogoh kocek dalam mencapai Rp69,996 Miliar demi kemegahan gedung berlantai 10 itu.
Anggaran fantastis yang sebenarnya bisa digunakan untuk penanganan Covid-19 itu, nantinya akan dipergunakan untuk kebutuhan revitalisasi gedung permanen yang sebenarnya masih layak pakai.
Belakangan, niat sang Gubsu dalam mengedepkanan kepentingan rakyat yang lebih urgen pun mulai dipertanyakan. Indikasi itu semakin jelas, karena pembangunan yang sudah berlangsung pada tahun kedua dan menghabiskan anggaran APBD Sumut hingga puluhan miliar rupiah itu terus berlanjut di tengah keterpurukan rakyat akinat badai pandemi.
“Sangat wajar bila Pemprov Sumut dituding lebih memprioritaskan pembangunan gedung Kantor Gubernur daripada penanganan Covid-19. Jika ditanyakan ke masyarakat, pasti semua mengatakan urgensi revitalisas itu apa? Apalagi sejumlah anggaran APBD Sumut sejak 2020 telah mengalami refocusing akibat pandemi, tentunya ini memicu persepsi sangat tidak wajar,” ungkap Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) LSM Forum Masyarakat Pemantau Negara (Formapera), Bambang Syahputra, Rabu (11/8/2021).
Bambang juga mengatakan, keputusan pimpinan Pemprov Sumut yang meneruskan pembangunan gedung kantor Gubernur Sumut, merupakan sikap yang seolah tak berpihak kepada rakyat. Seharusnya pembangunan gedung tersebut bisa dihentikan di anggaran berikutnya dan fokuslah kepada penanganan pandemi yang sudah mengancam ‘perut’ rakyat.
“Urusan perut ini tentu tak bisa ditunda-tunda. Sekarang ini rakyat sedang susah, untuk makanpun sulit. Ditambah lagi PPKM darurat. Jangannya sejahtera lewat bantuan, untuk mencari makan sendiri saja sekarang banyak larangan,” tandas pria yang akrab disapa Bembenk ini.
Menilai tetap berlanjurnya revitalisasi gedung Pemprovsu, Bembenk juga beranggapan bahwa Pemprov Sumut seperti tengah mempertontonkan keangkuhan di tengah rakyat yang sudah sekarat akibat pandemi.
“Kita mohon kepada Pemprov Sumut agar lebih bijaksana,” ucapnya.
Atas situasi ini, ia pun meminta legislator di DPRD Sumut lebih proaktif memperhatikan kegiatan-kegiatan yang seharusnya lebih urgent saat ini.
“Padahal masih banyak infrastruktur yang perlu penanganan serius. Malah ini seharusnya lebih prioritas dan punya potensi ekonomi dibanding pembangunan gedung Kantor Gubernur,” tuturnya.
Usut Tuntas
Untuk itu juga, Bembenk.mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut proyek revitalisasi kantor Gubsu yang tetap berlanjut ini.
“Bisa saja revitalisasi ini menjadi bancakan anggaran dari Gubsu. Karena kami dapat infomasi, proyek ini dikerjakan oleh orang dekat pembesar di Pemprovsu. Untuk itu kami minta Poldasu, Kejatisu dan KPK untuk mengusut proyek yang kami anggap tak masuk akal dan jelas mengkhianati rakyat ini,” pungkas Bembenk.
Sementara, terkiat masalah ini, Kepala Biro Umum Pemprovsu masih bungkam mesti sudah coba dikonfirmasi.
Sebelumnya, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi kepada wartawan mengatakan kembali melanjutkan revitalisasi tahap kedua kantor Gubernur Sumut yang berada di Jalan Diponegoro Medan dengan pagu anggaran sebesar Rp69,996 miliar.
Jika pada revitaliasi tahap pertama proyek pengerjaan dilakukan untuk lima lantai, yakni lantai 1, 2, 8, 9 dan 10, maka tahun 2021 ini dilanjutkan kegiatannya terhadap lantai yang belum tersentuh pada tahun lalu, gedung BKD Sumut dan juga taman yang ada di pelataran parkir kantor Gubernur Sumut.
Ia beralasan pengerjaan proyek revitalisasi kantor Gubernur Sumut itu tetap harus dilakukan karena peganggarannya sebelum pandemi covid-19.
“Jadi diketok sebelum ada covid-19. Rencananya dua tahun, tahap satu dan tahap dua. Tak bisa dihentikan karena uang negara sudah keluar di situ,” dalihnya.
Penulis : Yuli
Editor : Teuku
No Comments