BICARAINDONESIA-Jakarta : Logistic Performa Index (LPI) Indonesia turun dari posisi 46 di tahun 2018 menjadi ke-63 di tahun 2023. Hal itu membuat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan heran.
Luhut mengatakan, pihaknya akan mengundang perwakilan Bank Dunia untuk meminta klarifikasi terkait laporan tersebut.
“Laporan LPI yang dirilis oleh World Bank menempatkan posisi Indonesia turun ke 63 di tahun ini dari posisi 46 di 2018. Saya agak sedikit “heran” dengan hasil ini,” kata Luhut dalam unggahan di Instagram resminya, dikutip Kamis (20/7/2023).
Pasalnya, hasil itu berbanding terbalik dengan data UNCTAD yang menyebut performa pelabuhan Indonesia termasuk 20 besar terbaik di dunia. Selain itu, juga bertentangan dengan keberhasilan pemerintah yang telah menurunkan biaya logistik 8%, dari 23,9% pada tahun 2019 menjadi 16% pada tahun 2023.
“Angka tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa ada penghematan sampai triliunan rupiah dari efisiensi di pelabuhan-pelabuhan Indonesia saat ini,” ujar Luhut.
Luhut akan meminta klarifikasi dari Bank Dunia terkait masalah logistik Indonesia. Dengan begitu, pemerintah bisa memperbaiki keseluruhan ekosistem logistik di Indonesia.
“Optimalisasi digitalisasi logistik Indonesia adalah tanggung jawab seluruh pihak, baik pemerintah maupun stakeholder logistik di pelabuhan. Karenanya kita perlu duduk bersama untuk mengkaji dan menemukan solusi untuk perbaikan ekosistem logistik yang menyeluruh bagi darat, laut, maupun udara di Indonesia,” jelasnya.
Bank Dunia Turunkan Peringkat Logistik Indonesia
Dalam laporannya, Bank Dunia menuliskan bahwa indeks kinerja logistik Indonesia pada 2023 anjlok dengan skor 3,0. Oleh karena itu, Indonesai menempati peringkat ke-63 dari 139 negara.
Posisi itu Kalah jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama dengan skor 4,3, Finlandia (2) 4,2, Denmark (3) dan Jerman (4) dengan skor 4,1, Malaysia (31) 3,6, India (38) 3,4, hingga Filipina (47) dengan skor 3,3.
Ada enam indikator yang diukur oleh Bank Dunia terkait LPI, yakni kepabeanan, infrastruktur, pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas logistik, kecepatan waktu, serta pelacakan dan penelusuran (tracking and tracing).
Jika dilihat dari sisi kepabeanan dan infrastruktur, skor Indonesia masing-masing naik dari 2,67 (2018) menjadi 2,8 (2023) dan dari 2,89 (2018) menjadi 2,9 (2023). Hanya saja, empat indikator mengalami penurunan. Di antatanya, pengiriman internasional dari 3,23 (2018) menjadi 3 (2023), kompetensi dan kualitas logistik dari 3,10 (2018) menjadi 2,9 (2023), kecepatan waktu dari 3,67 (2018) menjadi 3,3 (2023), serta pelacakan dan penelusuran dari 3,3 (2018) menjadi 3 (2023).
Bank Dunia menjelaskan, meningkatnya skor LPI menyiratkan kinerja logistik di suatu negara telah meningkat secara keseluruhan. Sementara itu, skor terendah sebagian disebabkan oleh sampel yang berkurang dari 160 negara pada 2018 menjadi hanya 139 negara pada 2023.
“Skor terendah cenderung meningkat terutama pada LPI 2023. Namun, hal ini sebagian disebabkan oleh sampel 139 negara dibandingkan dengan 160 negara pada 2018. Sampel 2018 mencakup 20 negara dengan skor 2,6 dan skor rata-rata 2,4 yang tidak termasuk dalam sampel 2023,” jelas Bank Dunia.
Selain itu, rata-rata negara yang memiliki skor berkinerja rendah juga disebut karena terdapat kendala logistik yang parah. Ini biasanya terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
“Untuk negara-negara dengan skor LPI rendah, infrastruktur paling penting untuk meningkatkan kinerja. Akan tetapi, kunci untuk mempertahankan kinerja logistik yang tinggi terletak pada serangkaian intervensi lebih luas yang mencakup kebijakan dan pengembangan sektor swasta,” jelas Bank Dunia.
Editor: Rizki Audina/*