BICARAINDONESIA-Medan : Istilah Industri 4.0 di era ini semakin popular dan sering digaungkan banyak orang. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti dan paham apa itu Industri 4.0 dan bagaimana hal tersebut akan memberikan sumbangsih terhadap kemajuan Indonesia.
Industri 4.0 pertama kali digemakan pada Hannover Fair, 4-8 April 2011. Istilah ini digunakan oleh pemerintah Jerman untuk memajukan bidang industri ke tingkat selanjutnya, dengan bantuan teknologi. Dikutip dari laman Forbes, revolusi industri generasi keempat bisa diartikan sebagai adanya ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasi dalam industri. Hal ini digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan AI.
Fakta sebenarnya, campur tangan komputer sudah ikut dalam Industri 3.0. Kala itu, komputer dinilai sebagai ‘disruptive’, atau bisa diartikan sesuatu yang mampu menciptakan peluang pasar baru. Setelah dapat diterima, saat ini machine learning dan AI ada di tahap tersebut.
Singkatnya, Industri 4.0 bisa diartikan, pelaku industri membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things (IoT), dan Internet of Systems membuat Industri 4.0 menjadi mungkin, serta membuat pabrik pintar menjadi kenyataan.
Di Indonesia, perkembangan Industri 4.0 sangat didorong oleh Kementerian Perindustrian. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang industri, Indonesia juga harus mengikuti tren.
“Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama. Kami juga sedang mempelajari dari negara-negara lain yang telah menerapkan, sehingga bisa kita kembangkan Industri 4.0 dengan kebijakan berbasis kepentingan industri dalam negeri,” ungkap Airlangga beberapa waktu lalu.
Airlangga juga menyebutkan, sejumlah sektor industri nasional telah siap memasuki era Industri 4.0. Beberapa di antaranya seperti industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman.
“Misalnya industri otomotif, dalam proses produksinya, mereka sudah menggunakan sistem robotik dan infrastruktur IoT,” kata Airlangga.
Jika demikian, faktor penggerak apakah yang harus diperkuat untuk menyambut Industry 4.0 di Indonesia? Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Haris Munandar menjelaskan, ada beberapa bidang yang harus dipersiapkan.
Beberapa di antaranya adalah melakukan peningkatan otomatisasi, komunikasi machine-to-machine, komunikasi human-to-machine, AI, serta pengembangan teknologi berkelanjutan.
Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa untuk melakukan implementasi, ada empat dasar faktor penggerak. Pertama adalah peningkatan volume data, daya komputasi, dan konektivitas. Harusnya juga adanya peningkatan kemampuan analitis dan bisnis intelijen di Industri ini.
“Bentuk baru dari interaksi human-machine, seperti touch interface dan sistem augmented-reality juga merupakan hal yang penting. Tak ketinggalan, pengembangan transfer instruksi digital ke dalam bentuk fisik, seperti robotik dan cetak 3D,” tegasnya.
Kemenperin juga sudah mulai memberikan dorongan untuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan oleh pelaku industri. Mereka telah melakukan beberapa hal, seperti pemberian insentif kepada pelaku usaha padat karya berupa infrastruktur industri, melakukan kolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam optimalisasi bandwidth, serta penyediaan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) yang memudahkan integrasi data untuk membangun industri elektronik.
Tak ketinggalan, persiapan SDM industri melalui pendidikan vokasi yang mengarah pada high skill serta meningkatkan keterampilan SDM industri yang dominan low/middle ke level high skill juga telah dilakukan.
Lalu, bagimana perkembangan media massa di era Industri 4.0?.
Sebelumnya harus kita pahami. Dilansir dari kompasiana, media massa merupakan suatu instrumen penyebaran data kepada khalayak ramai. Selaku suatu instrumen pasti banyak metode yang digunakan buat menyebarkan data. Dapat lewat wujud suara, tulisan, foto, serta yang lain. Media massa pula sudah hadapi pertumbuhan yang pesat, dulu media konvensional( pesan berita, radio, tv) mempunyai energi tarik yang kokoh dan ialah media yang sangat diminati warga buat mengenali suatu data.
Namun, media konvensional dikala ini berbeda dibanding sebagian tahun yang kemudian. Karena, dikala ini dunia telah terkoneksi oleh suatu teknologi yang bernama Internet. Akibat dari internet juga sangat dahsyat, internet menjadikan tatanan kehidupan sosial di warga juga berganti tercantum dalam Mengenai buat mengenali data.
Dulu koran ataupun pesan berita jadi salah satu primadona yang sangat mempengaruhi dalam penyebaran data di segala dunia. Tetapi, dikala ini bersamaan sudah masuknya masa revolusi Industri 4. 0 hingga digitalisasi media sudah menyerang segala dunia. Apalagi bermacam- macam pesan berita memilah bergeser serta meningkatkan sayapnya ke media digital.
Masa digitalisasi media yang menyebar secara global memanglah menyimpan suatu pergantian besar serta suramnya masa depan media konvensional. Dengan teknologi yang terus menjadi maju, hadirlah bermacam- macam perlengkapan komunikasi semacam laptop, gawai ataupun gadget yang mempunyai bermacam- macam guna apalagi jadi bagian yang tidak terpisahkan untuk para pengguna internet. Lewat jaringan internet, mereka lebih baik membaca suatu kabar ataupun data melalui gawai dibanding wajib membeli suatu pesan berita.
Aspek pemicu yang kedua ialah bayaran penciptaan. Dalam melaksanakan suatu percetakan pesan berita, penerbit wajib menghasilkan bayaran yang cukup besar buat membeli keperluan cetak serta bayaran cetak itu sendiri.
Membeli kertas, mesin cetak, listrik, sampai human cost jadi bayaran yang besar apabila dibanding dengan omset ataupun terbitan mereka yang jumlahnya terus menjadi menyusut bersamaan terbentuknya digitalisasi media. Tidak heran, media massa semacam Jakarta Globe, Tabloid Bola, Tabloid Nova, terpaksa menghentikan proses penerbitan pesan berita serta bergeser kepada media massa berbasis digital.
Selain media cetak, radio serta tv merupakan media konvensional yang berharap bisa terus eksis ke depan. Kenapa demikian? Dalam studi yang dicoba oleh Nielsen pada 2017, pendengar radio masih dekat 37 persen ataupun dekat 20, 2 juta penduduk di 11 kota Indonesia dengan durasi mendengar radio dekat 129 menit/hari. Belum lagi belanja iklan yang terdapat di radio saja dalam setahun dapat menggapai 900 milyar, perihal tersebut meyakinkan kalau radio masih mempunyai suatu arti dalam kehadirannya.
Sementara tvm jumlah pemirsa siarannya terus mengalami penyusutan, terkhusus warga umur 18 hingga 34 tahun yang lebih memilah menyaksikan melalui bermacam- macam platform video di gawai mereka. Jadi, di tengah era Revolusi Industri 4.0 yang mengubah wajah media massa, media konvensional akan tetap eksis dan melakukan perubahan serta berubah. Sebab dalam media konvensional dan media digital saat ini berjalan beriringan karena banyak media konvensional yang mengubah sajian ke bentuk digital.
(Penulis : Yudhistira, Pangiar Amudi Manurung dan Ian Tarigan/Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Komunikasi Universitas Darma Agung)