BICARAINDONESIA : Musrenbang merupakan agenda rutin tahunan pemerintahan mulai tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pusat. Selambat-lambatnya, kegiatan itu biasa digelar pada pekan kedua Februari setiap tahunnya.
Bahkan sesuai amanat tahapan perencanaan pembangunan yang diatur dalam Pasal 94 ayat 3 huruf b Permendagri Nomor 86 tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) turut dilaksanakan di tingkat kecamatan dengan waktu pelaksanaan paling lambat pada minggu keempat bulan Maret.
Musrenbang RKPD kabupaten/kota di kecamatan merupakan forum pembahasan hasil daftar usulan desa/kelurahan di lingkup kecamatan. Tahapan perencanaan pembangunan yang dilakukan setiap tahun anggaran dimaksudkan untuk menghasilkan RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 tahun yang disusun dengan berpedoman pada RKP dan program strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Proses perencanaan pembangunan daerah tersebut dilakukan dengan pendekatan teknokratik, partisipatif, politis dan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas. Pendekatan atas-bawah dan bawah-atas merupakan proses penyelarasan hasil-hasil musyawarah pembangunan yang dilaksanakan mulai dari desa, kecamatan, daerah kabupaten/kota, daerah provinsi, hingga nasional. Pendekatan ini merupakan satu-satunya forum dimana masyarakat secara langsung terlibat dalam perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musrenbang tersebut.
Namun kita acapsekali menyaksikan pada kegiatan Musrenbang RKPD kabupaten/kota di kecamatan yang dilakukan setiap tahun tidak jarang memicu kekecewaan masyarakat yang dapat menimbulkan sikap apriori terhadap proses perencanaan pembangunan itu sendiri.
Kekecewaan terhadap kinerja proses perencanaan pembangunan tersebut dikarenakan sangat minimnya hasil-hasil musyawarah perencanaan pembangunan yang disepakati oleh masyarakat tertampung dalam RKPD tahun berkenan.
Kondisi ini selalu menjadi tagihan masyarakat pada saat kegiatan Musrenbang tahun berikutnya. Perbedaan antara harapan masyarakat yang termuat dalam usulan-usulan pembangunan dengan realitas RKPD yang ditetapkan dapat terjadi sebagai hasil proses prencanaan yang dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Permendagri Nomor 86 tahun 2017 mengatur tentang proses perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah, proses ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini BAPPEDA sebagai Satminkal pelaksana.
Pendekatan partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan ditingkat kabupaten/kota, pendekatan politis dilaksanakan dengan menerjemahkan visi dan misi Kepala Daerah terpilih.
Perencanaan pembangunan dengan pendekatan yang berorientasi proses teknokratik, partisipatif dan politis dilakukan dalam rangka penyusunan rancangan awal RKPD.
Rancangan awal RKPD juga memuat saran dan pendapat DPRD berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Perda RPJMD.
Rancangan awal RKPD kemudian dibahas bersama dengan kepala Perangkat Daerah dan pemangku kepentingan dalam forum konsultasi publik untuk mendapatkan masukan dan saran penyempurnaan. Setelah disempurnakan berdasarkan rancangan awal Renja seluruh Perangkat Daerah dan hasil penelaahan terhadap rancangan RKPD Propinsi, RKP dan program strategis nasional disusunlah Rancangan RKPD kabupaten/kota yang wajib diselesaikan paling lambat pekan pertama bulan April.
Pendekatan proses bawah-atas dilaksanakan dalam kegiatan Musrenbang kabupaten/kota di kecamatan untuk membahas dan melakukan penanjaman usulan-usulan program dan kegiatan pembangunan yang disampaikan dari Desa, untuk selanjutnya dibawa dalam kegiatan Musrenbang kabupaten/kota yang bertujuan membahas rancangan RKPD dalam rangka:
1. Menyepakati permasalahan pembangunan Daerah;
2. Menyepakati prioritas pembangunan Daerah;
3. Menyepakati program, kegiatan, pagu indikatif, indikator dan target kinerja serta lokasi;
4. Penyelarasan program dan kegiatan pembangunan Daerah dengan sasaran dan prioritas pembangunan propinsi; dan
5. Klarifikasi program dan kegiatan yang merupakan kewenangan Daerah kabupaten/kota dengan program dan kegiatan Desa yang diusulkan berdasarkan hasil Musrenbang kecamatan.
Dalam hal perencanaan pembangunan berorientasi pada proses, usulan program dan kegiatan pembangunan yang disampaikan oleh masyarakat dari tingkat Desa yang kemudian dipertajam lagi pada kegiatan Musrenbang di kecamatan tidak ada jaminan seluruhnya atau secara otomatis dapat ditampung, oleh karena harus diselaraskan dengan Rancangan RKPD yang telah disusun sebelumnya.
Kepada masyarakat/pihak yang sulit memahami hasil-hasil proses perencanaan yang disusun berdasarkan pendekatan teknokratik, pendekatan partisipatif dan pendekatan politis dalam dokumen rancangan RKPD maka akan semakin besar kemungkinan kesenjangan/ketidaksinkron-nya harapan masyarakat yang disampaikan dalam bentuk usulan-usulan program dan kegiatan pembangunan dengan tema dan prioritas pembangunan serta kesepakatan akan program, kegiatan, indikator dan target kinerja serta lokasi kegiatan sebagaimana telah dirumuskan dalam rancangan RKPD. Usulan-usulan program dan kegiatan yang disampaikan dari desa dibatasi oleh pilihan-pilihan menu usulan yang telah ditentukan, kondisi ini yang menjadi faktor utama mendorong timbulkan pernyataan kekecewaan dari masyarakat yang merasa sia-sia mengikuti kegiatan Musrenbang di tingkat kecamatan karena usulan-usulan program kegiatan pembangunan yang ditampung sangat minim dan bahkan marasa yang tidak pernah diusulkan justru itu program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab munculnya pernyataan kekecewaan dan sikap apriori masyarakat terhadap kinerja perencanaan pembangunan didaerah, sebagai berikut:
1. Adanya perbedaan hasil proses perencanaan pembangunan yang disusun dengan pendekatan tekhnokratik, partisipatif dan politis dengan hasil proses yang dihasilakan dengan pendekatan bawah-atas melalui kegiatan Musrenbang di kecamatan.
2. Hasil penyusunan perencanaan pembangunan yang berorientasi proses dengan pendekatan tekhnokratik, partisipatif, politis dan yang beriorientasi substansi dengan pendekatan holistik-tematik, integratif dan spasial memuat rancangan pilihan program kegiatan pembangunan yang terarah, terukur, dan sistematis pada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.
Disisi lain, usulan-usulan program dan kegiatan dari bawah yang disampaikan secara bebas dan minim pemahaman akan tema, prioritas dan arah kebijakan pembangunan menghasilkan usulan-usulan yang tidak selaras/tidak searah dan bahkan bukan merupakan prioritas pada pencapaian tujuan pembangunan itu sendiri.
3. Tingginya harapan masyarakat akan kebutuhan pembangunan sementara ketersediaan sumberdaya anggaran terbatas.
Sejumlah kekecewaan masyarakat ini dapat dinimalisir oleh para pihak yang berwewenang dalam penyusunan perencanaan pembangunan dengan beberapa tindakan, diantaranya sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi secara sistematis dan terencana serta memberikan pemahaman yang maksimal terhadap tema, prioritas, arah kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan serta rancangan program dan kegiatan yang telah termuat didalam rancangan RKPD kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan sebelum dilakukan Musrenbang.
2. Menyusun panduan praktis tata cara melakukan penjaringan, pengkajian dan perumusan usul-usul program kegiatan pembangunan yang dimusyawarahkan oleh masyarakat baik ditingkat desa maupun ditingkat kecamatan, sehingga masyarakat dapat menyelaraskan usulan-usulan program kegiatan pembangunannya dengan arah kebijakan pembangunan daerah yang telah disepakati.
(Penulis : Ya’aman Telaumbanua, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara)
No Comments