BICARAINDONESIA-Medan : Penonaktifan jabatan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara (Sumut) ternyata sudah dinanti dan ditunggu banyak pihak.
Hal ini disebabkan banyaknya dugaan kesalahan yang dilakukan Prof Dr Syahrin Harahap MA selaku rector, yang mengakibatkan nama baik dan citra kampus plat merah ini kian tercoreng di mata publik.
Informasi yang berhasil diterima Sumber www.bicaraindonesia.net di lingkungan UIN Sumut mengatakan, dalam Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Kementerian Agama kepada Rektor UIN Sumut Syahrin Harahap, ada beberapa Hukuman Disiplin (HukDis) yang dijatuhkan.
Sumber menyebutkan, HukDis pertama, Syahrin Harahap dicopot dari jabatan Rektor. Kedua, diturunkan jabatannya 1 tingkat dari Guru Besar menjadi Lektor Kepala. Dan ketiga, diturunkan gradingnya 2 grade dari 4E menjadi 4C.
Dengan penurunan jabatan dan grade, maka Syahrin Harahap dianggap tak lagi memenuhi syarat menjadi Rektor di UIN Sumut, sebab dalam Statuta UIN Sumut, jabatan Rektor hanya bisa dijabat oleh Guru Besar.
Larangan Penggunaan Dana
Selain HukDis, Bagian Keuangan dan Bendahara UIN Sumut juga dilarang untuk mengeluarkan dana yang berkaitan dengan kebijakan Rektor, diluar Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang telah ada, selama masa sanggah Rektor UIN Sumut atas HukDis yang ia terima.
Kabarnya Kepala Biro Administrasi Umum, Kepegawaian, Perencanaan dan Keuangan UIN Sumut meminta bagian keuangan dan bendahara pengeluaran untuk tidak mengeluarkan dana yang terkait dengan kebijakan rector, di luar POK yang telah ada, selama masa sanggah rektor, hingga ada keputusan lebih lanjut dari Kementrian Agama RI.
“Prosedural dan wajar sih. Tapi kenapa harus tertutup pertemuannya dan hanya diikuti beberapa orang saja,” ucap sumber.
Banyak Kesalahan
Sanksi yang dikeluarkan Kemenag RI terhadap Rektor UIN Sumut, diduga karena kinerja ‘bobrok’ sang Rektor dan dianggap tidak mampu menyelesaikan beberapa permasalahan.
Yang pertama, persoalan Ma’had yang tak kunjung selesai, kedua masalah lahan UIN Sumut seluas 100 hektar di Desa Sena yang hingga kini belum bisa dibebaskan dari para penggarap liar, sehingga lahan tersebut belum bisa dimanfaatkan UIN Sumut, sementara Kemenag RI telah menggelontorkan dana untuk membebaskan lahan itu dari para penggarap.
Ketiga, kasus carut marutnya penerimaan dosen tetap BLU yang sarat bermasalah, serta melibatkan adik kandungnya, Dr. Salahuddin Harahap.
Keempat, penundaan wisuda mahasiswa angkatan 78 hingga beberapa kali, yang mengakibatkan calon wisudawan/i dan orang tuanya sangat kecewa, ditambah akhirnya wisuda dilakukan secara online.
Kekecewaan calon wisudawan/i itu banyak diunggah ke laman media social, baik facebook, instagram, tiktok hingga youtube.
Kelima, dugaan plagiasi, Keenam dugaan jual beli jabatan dan pengaturan proyek, serta ketujuh terjadinya KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) di lingkungan UIN Sumut, dengan begitu besarnya peran sang adik rektor yang banyak dikeluhkan civitas akademika UIN Sumut, dan sejumlah kasus lainnya yang membuat citra UIN Sumut hancur di masyarakat.
HukDis
Dikutip dari laman resmi Kementrian Agama (kemenag.go.id), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah memberikan hukuman disiplin (hukdis) kepada Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Syahrin Harahap. Surat Keputusan tentang hukdis itu telah diserahkan kepada Syahrin Harahap pada 21 September 2022.
“Hukdis yang diberikan berupa Penurunan Jabatan Setingkat Lebih Rendah Selama 12 Bulan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan didasarkan hasil sidang Dewan Pertimbangan Kepegawaian tingkat 1, sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No 14 tahun 2021 tentang Dewan Pertimbangan Kepegawaian,” terang Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie di Jakarta, Sabtu (24/9/2022).
Atas keputusan ini, lanjut Anna, Syahrin Harahap masih memiliki kesempatan untuk mengajukan upaya administratif kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (Menteri Agama). Hal ini sebagaimana diatur dalam PP No 79 tahun 2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara
“Ada waktu 14 hari bagi Syahrin Harahap untuk menyampaikan upaya administratif,” jelasnya.
“Jika Pak Syahrin tidak ajukan upaya adaministratif dalam rentang waktu yang telah ditentukan, atau mengajukan namun ditolak, maka hukdis yang dijatuhkan berlaku efektif pada hari ke-15,” sambungnya.
Dijelaskan Anna Hasbie, jika hukdis telah efektif, maka jabatan Syahrin Harahap turun satu tingkat menjadi Lektor Kepala. Jika Lektor Kepala, maka Syahrin otomatis tidak memenuhi syarat sebagai rektor UIN Sumatera Utara.
“Jika sudah tidak memenuhi syarat, maka Menag bisa menonaktifkan Pak Syahrin dari jabatannya sebagai rektor,” tegas Anna.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 68 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan PMA No 17 Tahun 2021 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah.
Pasal 11 ayat 2 PMA 68 memberi kewenangan kepada Menag untuk memberhentikan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri atau PTKN.
Alasan Rektor/Ketua PTKN dapat diberhentikan dari jabatan, diatur dalam pasal 11 ayat 1, yaitu:
a. telah berakhir masa jabatannya;
b. pengunduran diri atas permintaan sendiri;
c. diangkat dalam jabatan lain;
d. melakukan tindakan tercela;
e. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
f. dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara;
h. cuti di luar tanggungan negara; atau
i. meninggal dunia.
“Kemenag tentu tidak akan sewenang-wenang. Semua keputusan didasarkan pada regulasi,” tandasnya.
Penulis / Editor : Amri Abdi
No Comments