BICARAINDONESIA-Jepang : Resesi seks melanda Jepang, hingga mengakibatkan populasi di Negeri Sakura itu turun dan angka kelahiran bayi mencapai rekor terendah.
Salah satu dampak negatif yang paling dirasakan akibat hal tersebut, terpaksa ditutupnya ratusan sekolah karena kekurangan murid.
Saat Eita Sato dan Aoi Hoshi berjalan menuju upacara kelulusan SMP, langkah mereka bergema di aula yang kini sangat sepi. Keduanya adalah satu-satunya lulusan SMP Yumoto. Sekolah berusia 76 tahun itu akan tutup untuk selamanya ketika tahun ajaran berakhir.
“Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut,” kata Eita yang dikutip dari SCMP.
Hanya ada 799.728 kelahiran di Jepang pada tahun 2022, jumlah terkecil dalam catatan dan hampir tak lebih dari setengah dari 1,5 juta kelahiran yang tercatat di tahun 1982.
Adapun tingkat kesuburan, jumlah rata-rata anak yang lahir dari wanita selama masa reproduksi mereka, telah turun menjadi 1,3 atau jauh di bawah 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan kestabilan populasi. Sedangkan kematian telah melampaui kelahiran selama lebih dari satu dekade.
Karena makin berkurangnya anak-anak, banyak sekolah tutup khususnya di area pedesaan. Menurut data pemerintah, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah tutup untuk selamanya.
Tutupnya sekolah di pedesaan akan menimbulkan efek berantai, misalnya orang akan semakin malas tinggal di sana karena fasilitas pendidikan berkurang. Sekolah Yumoto, gedung dua lantai yang terletak di area pegunungan Ten-ei, memiliki sekitar 50 lulusan per tahun saat masa kejayaannya di tahun 1960-an.
Foto-foto setiap kelulusan tergantung di dekat pintu masuk, dari hitam putih menjadi berwarna, dengan jumlah siswa yang terlihat banyak dan tiba-tiba menurun dari sekitar tahun 2000. Sudah tidak ada foto serupa dari tahun lalu. Semuanya sudah berakhir.
Editor : Ty/dtc