BICARAINDONESIA-Medan : Warga Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung melalui tim kuasa hukumnya dari Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (PB- PASU) yang berkedudukan di sekretariat Jalan Ampera Kota Medan mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad) terhadap pemilik Pos Ambai Coffee.
Selain pemilik Pos Ambai Coffee, gugatan juga dilayangkan terhadap sejumlah instansi terkait. Berkas gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Medan dengan nomor register No. 443/Pdt.6/2022/PN Medan.
Dasar gugatan warga tersebut dilakukan sebagai langkah hukum atas keresahan warga Jalan Ambai yang terganggu dengan aktivitas keramaian di kafe tersebut. Kafe tersebut dituding telah melanggar hak asasi warga.
Kuasa hukum warga, Eka Putra Zakran dari PB-PASU dalam konferensi persnya di PN Medan, Kamis (9/6/2022) menyatakan, gugatan dilayangkan terhadap Junaidi M Adam, selaku pemilik Pos Ambai Coffee sebagai tergugat 1 dan tergugat lain di antaranya Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Lalu, Walikota Medan, Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota (DPMPTSP) Medan, Kadis Pariwisata Medan, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (PP) Medan, Camat Medan Tembung dan Lurah Sidorejo Hilir.
Eka Putra mengatakan, kliennya, dalam hal ini Dr. Farid Wajdi, SH selaku dosen dan advokat serta Diurna Wantana, adalah warga negara Republik Indonesia merasa hak-haknya dilanggar untuk mendapatkan hidup dengan aman dan tentram.
Dirinya tidak mendapatkan kehidupan di lingkungan yang baik dan sehat, disebabkan aktivitas Pos Ambai Coffee yang telah mengganggu fungsi hunian, menghilangkan rasa kenyamanan baik secara sosial, pendidikan, lingkungan, dan kenyamanan pelaksanaan keagamaan di Jalan Ambai.
“Padahal para penggugat lebih dahulu bertempat tinggal dan menjadi warga di Jalan Ambai, sedangkan keberadaan usaha Pos Ambai Coffee baru mulai beroperasi Februari 2021,” katanya.
Aktivitas Pos Ambai Coffee telah mengganggu fungsi hunian warga termasuk kenyamanan pelaksanaan keagamaan karena beroperasi secara penuh (full time 24 jam), sampai subuh lagi sehingga berdampak buruk bagi warga setempat termasuk yang dialami kliennya.
“Dampak buruk yang dialami klien kami akibat beroperasinya Pos Ambai Coffee merasakan suara berisik bersumber dari teriakan atau nyanyian dan/atau kalimat tidak sopan para pengunjung. Suasana di sekitaran kafe persis seperti keriuhan suara pasar malam atau terminal,” paparnya.
Para penggugat merasakan suara raungan knalpot bising (knalpot racing) dari geberan kendaraan (roda dua dan roda empat) yang keluar-masuk ke kafe. Nuansa arena balap motor lebih mendominasi dibanding fungsi kawasan perumahan dan permukiman.
“Operasional kafe tersebut telah bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, salah satunya yaitu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan beberapa peraturan turunannya serta substansi, seperti Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan, Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik, Perda Nomor 4/2014 tentang Kepariwisataan dan Perda Nomor 10/2021 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum,” ujarnya.
Perbuatan para tergugat merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 jo. Pasal 1366 KUHPerdata.
Pasal 1365 KUHPerdata : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Lalu Pasal 1366 KUHPerdata : “Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
Para tergugat lain dinilai telah melakukan pembiaran atas permasalahan yang para penggugat adukan/keluhkan.
Penulis / Editor : Rill / Abdi
No Comments