BICARAINDONESIA-Medan : Langkah Pemerintah Kota (Pemko) Medan tidak lagi mengeluarkan rekomendasi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas lahan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara meski sudah berlangsung sejak 2016, terus berbuntut panjang.
Belakangan, kebijakan yang diputuskan Walikota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution melakukan penyetopan HGB itu dituding inkonstitusional.
Apalagi tak hanya menyetop perpanjangan HGB warga setempat, Pemko Medan juga mengeluarkan kebijakan lain yakni mengharuskan warga setempat sewa lahan (sewa menyewa) yang berstatus HGB di atas lahan HPL tersebut.
Untuk itu, warga yang tergabung dalam Forum Petisah Bersatu (FPB) meminta kebijakan inskonstitusional itu segera dicabut. FPB menilai Pemko Medan telah melanggar aturannya sendiri dan Walikota telah melakukan penyalahgunaan wewenangnya dalam persoalan HGB di kawasan Petisah Tengah.
“Pemberian hak sewa oleh Pemko Medan itu sudah menyalahi aturan perundang-undangan. Kemudian melanggar aturan pemerintah nomor 18 tahun 2021 dan melanggar aturan Menteri Agraria Nomor 18 tahun 2021,” tegas Ketua FPB, Perry Iskandar didampingi ahli hukum FPB Henry Sinaga serta Penasehat FPB Sugianto Makmur dan Amrun Daulay dalam konferensi pers Selasa sore (18/7/2023).
Dalam aturan tersebut ditegaskan, lanjutnya, tidak ada kewenangan dari Pemko Medan untuk memberikan hak sewa di atas HPL. Karena sebenarnya yang berhak memberikan perpanjangan tanah itu adalah BPN.
“Kebijakan Walikota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution yang mengharuskan hak sewa lahan di atas tanah HGB itu sangat merugikan warga Kelurahan Petisah Tengah yang mayoritas merupakan pengusaha,” kecam Perry.
Apalagi, kata dia, dalam perjanjian sewa lahan tersebut, warga hanya diberi waktu selama 5 tahun untuk menggunakan haknya sebagai penyewa dan Pemko Medan bisa menarik hak itu sewaktu-waktu.
“Ada beberapa Kepala Keluarga (KK) yang menandatangin hak sewa ke Pemko Medan. Hal itu karena keterpaksaan mereka untuk bertransaksi dalam bisnis mereka,” jelasnya.
Jadi, menurutnya, mau tidak mau, mereka terpaksa menandatangani perjanjian sewa itu agar transaksinya yang sempat terganggu, bisa kembali berjalan.
“Ada poin penting yang membuat kami tidak ingin menandatangin hak sewa itu. Yaitu tidak ada kewenangan bagi pemegang hak sewa. Dan pemerintah bisa mengambil lahan itu kapan saja, sesuai isi perjanjian surat sewa,” terang Perry Iskandar.
Sementara itu, Ahli Hukum FPB, Henry Sinaga menyebutkan bahwa pihaknya kini telah berusaha untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian sengketa ini.
Terlebih, ada sekitar 2.000 KK yang terdampak akibat permasalahan lahan seluas 40 hektar itu.
“Nah, karena itu kita sangat mengapresiasi KSP, karena telah membalas surat kami dengan mengirimkan surat balasannya pada 14 Juni 2023. Artinya pemerintah pusat masih peduli dengan kami dan kami anggap mereka hadir di tengah-tengah konflik yang kami alami ini,” jelas Henry Sinaga.
Mnurut Henry, FPB sendiri hanya menginginkan konflik ini bisa selesai dengan segera. Akan tetapi jalan keluar yang diberikan Walikota Medan justru dinilai sangat merugikan mereka.
Untuk itu pihaknya berharap, konflik bisa disudahi melalui jalur non-litigasi, meskipum menempuh jalur hukum menjadi alternatif lain jika diperlukan.
“Simpel aja. Kita hanya minta perpanjang HGB di atas HPL saja. Dan kita masih menahan diri untuk menempuh jalur litigasi,” kata Henry Sinaga.
Selain itu, Henry menyebut, kebijakan Walikota Medan itu tergolong inkonstitusional. Sebab, jika merujuk pada Permendagri 19/2016 hak sewa lahan tidak bisa diterapkan jika lahan masih berstatus HGB.
“Hak sewa yang ditekankan kepada kami ini tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. Jika sewa diterapkan di atas tanah yang berstatus HGB, itu bertentangan dengan undang-undang,” kata Henry Sinaga.
Lebih jauh ia membeberkan, terkai masalah ini, FPB telah menerima surat balasan dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP), pada Jumat (14/7/2023) lalu.
Surat dengan Nomor: B-093/KSP/D2/05/2023 itu berisi tindak lanjut pengaduan dan permohonan revisi Permendagri 19/2016 yang dilayangkan FPB beberapa waktu lalu. Surat itu pun sangat diapresiasi warga.
“Kami menilai pemerintah pusat masih peduli dengan rakyatnya karena telah hadir di tengah-tengah masyarakat yang tengah mengalami kesulitan dan terancam digusur,” katanya.
Sebagaiamana diketahui, ada sekitar 2.000 Warga yang terancam tergusur dari HGB di kawasan Kelurahan Petisah Tengah menyusul disetopnya perpanjangan HGB di kawasan itu oleh Pemko Medan.
Warga yang memiliki HGB di Kelurahan Petisah Tengah itu meliputi sisi kiri mulai Tugu SIB di Jalan Gatot Subroto Medan. Kemudian, sisi kiri Jalan Iskandar Muda hingga bagian yang sama dari Jalan Gajah Mada Medan sampai ke Jalan S Parman.
Di hamparan lahan itu diketahui merupakan kawasan bisnis yang juga banyak berdiri fasilitas umum seperti rumah ibadah hingga rumah sakit dan kantor Polsek Medan Baru.
Editor : Ty/*